Polisi kemarin sudah datang ke rumah Jane guna mengetahui apakah penyebab hal itu terjadi. Menurut mereka, ada orang yang sengaja meneror Jane. Tidak ada satupun barangnya yang hilang, tapi polisi tersebut mengatakan kalau sebaiknya Jane tidak pulang dulu karena takut orang itu kembali lagi dan membahayakan keselamatan Jane.
Saran polisi-polisi itu diikuti oleh Jane. Untunglah kemarin Julian juga sudah mengatakan agar Jane menginap di rumahnya sampai benar-benar aman.
Jane terduduk di sofa ruang tv dengan wajah yang bingung. Dipikirannya tak ada terlintas satu orang pun yang kemungkinan membencinya. Jangankan punya musuh, memiliki teman dekat pun, Jane sulit sekali karena kebanyakan mereka tidak senang dengan kehadiran Jane yang menurut mahasiswi, mengambil kekasih bersama mereka, yaitu David.
"Kau memikirkan sesuatu, Jane?" tanya Julian.
Jane menggeleng pelan. "Aku masih tak habis pikir siapa orang yang melakukannya. Seingatku, aku tidak punya musuh, Jul."
Julian menghembuskan nafasnya kasar. "Maafkan aku."
Jane menoleh. "Kenapa kau minta maaf?"
"Entahlah. Aku merasa ini semua ulah dari musuhku, Jane."
"Maksudmu?"
"Kau ingat lelaki yang bertemu kita waktu itu?" Jane mengiyakan. "Dia adalah suruhan dari musuh besarku. Berulang kali dia coba untuk menjatuhkanku. Aku tidak bisa cerita detailnya, tapi entah kenapa aku yakin dia adalah dalang dari semua ini," lanjutnya.
"Aku masih tidak mengerti, Jul. Apa hubungannya denganku?"
"Dia akan melakukan apapun agar aku tunduk dengannya. Termasuk mengancam orang yang ada di dekatku. Kau salah satunya."
Jane terdiam sejenak.
"Maafkan aku, Jane. Tidak seharusnya kau terlibat."
Bukannya marah, Jane justru tersenyum. "Hey, tidak usah dipikirkan, Julian. Toh aku tidak apa-apa, 'kan?"
"Aku ceroboh sekali karena membiarkanmu bertemu dengannya." Julian tertunduk lemas.
"Sudahlah, Julian. Aku baik-baik saja," kata Jane menenangkan. Ia tepuk-tepuk punggung Julian agar pria itu tenang.
"Aku berjanji akan melindungimu, Jane. Aku akan lakukan apapun agar kau aman."
Jane mengangguk seraya tersenyum. "Aku percaya padamu. Jangan ceritakan ini pada siapapun, ya. Termasuk David. Jika ayahku dan David bertanya kenapa aku tinggal di rumahmu, bilang saja ada masalah di apartemenku."
"Kau yakin?"
"Tentu," sahut Jane. "Memberitahu mereka sama saja dengan menambah masalah baru untuk kita. Iya, 'kan?"
Julian terkekeh lalu mengangguk. "Kau benar."
"Um, bagaimana kalau kita makan? Kau ingin makan apa hari ini?"
"Kau memasak? Memang bisa?"
"Ck! Tentu saja! Kau boleh tanya ayahku tentang rasanya."
"Kalau aku tanya, Jonathan akan memujimu habis-habisan. Jadi sepertinya aku harus mencobanya sendiri."
"Baiklah. Tunggu disini, ya."
"Perlukah aku membantumu?" Julian bertanya agak memekik karena Jane langsung saja pergi ke dapur.
"Tidak. Tunggu saja disana, dan bersiaplah merasakan masakan seorang Jane Wilson," sahut Jane bangga.
Julian menggelengkan kepalanya heran. "Dia benar-benar sama persis dengan Jonathan," gumamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Halcyon
RomanceJane mencintai Julian. Sosok pria yang setara umurnya dengan ayahnya. Tapi, Jane juga mencintai David. Pria yang umurnya sama dengan dirinya. Kemanakah dia harus melabuhkan hatinya?