Ch. 01

482 74 0
                                    

  Remaja itu berlari namun tidak tahu kemana harus berlari, makhluk-makhluk buas nan lapar mengejar dan menyebut namanya berulang kali—membuat remaja malang itu tak dapat berpikir panjang, ia tersesat di hutan yang rimbun, tumbuhnya seperti tertimbun diantara pohon besar layaknya raksasa lapar yang menunggu santapan malam, namanya kembali dipanggil dan anak itu masih berusaha berlari hingga ia jatuh berdebum di sebuah danau jernih di bawah pohon raksasa, ia tenggelam dalam kedalaman danau namun sepersekian detik kemudian cahaya terang menembus air danau, memanggil namanya dengan lembut.

  Doyoung membuka matanya, dilihatnya Junghwan yang sudah duduk di atas kursi rodanya, tersenyum kecil saat temannya itu terbangun dari tidur panjang melewati malam yang dingin, ini adalah hari kedua Doyoung berada di panti asuhan spesialis kejiwaan remaja.

"Kau bermimpi buruk lagi? Bahkan kau berkeringat." Ucap Junghwan pelan, suaranya terdengar di telinga Doyoung. Anak itu segera bangun dari posisi berbaring dan duduk sebentar di pinggir ranjang.

"Ada hal positif yang bisa kita lakukan, kau bisa ikut aku ke gudang." Ujar Junghwan lagi, sedangkan Doyoung masih mengumpulkan kesadarannya.

  Junghwan pergi meninggalkan kamar tidur Doyoung dengan memutar kedua roda kursinya, ia menoleh ke arah Doyoung lalu tersenyum lagi agar teman barunya itu mengikuti kepergiannya. Doyoung segera beranjak dari tempatnya, membasuh muka dengan segelas air minum yang sebetulnya untuk dikonsumsi setelah bangun tidur. Doyoung menyapu wajahnya dengan handuk kecil lalu mengambil kurk miliknya dan membantu mendorong kursi roda Junghwan dengan pelan, sedangkan yang berada di atas kursi mengarahkan jalan menuju gudang.

  Mata Doyoung menatap orang-orang seusianya yang sibuk berkeliaran, mereka sibuk dengan pekerjaan masing-masing—beberapa juga saling bercengkrama dan berjemur bersama di bawah matahari pagi ini. Hal itu adalah jadwal rutin selama masa penyembuhan, banyak perawat meminta mereka untuk berjemur tiga puluh menit.

"Berapa jumlah orang di sini, Junghwan?" Pertanyaan dengan suara yang pelan membuat Junghwan menoleh ke atas, tepat menatap wajah Doyoung yang tampak pucat setelah bangun tidur.

"Tidak banyak, jumlahnya hanya belasan." Suara Junghwan beradu dengan berisiknya roda dan kicau burung di pagi hari.

"Kau mengenal mereka semua?" Pertanyaan kali ini cukup mudah didengar oleh Junghwan, ia menggeleng saat Doyoung menatap balik padanya. Doyoung mengangguk pelan mendapat jawaban Junghwan, ia terus melangkah dengan bantuan kurk dan sesekali mendorong kursi roda itu hingga Junghwan menunjuk sebuah bangunan kayu yang cukup besar di depan sana, memang sebetulnya panti asuhan spesialis kejiwaan remaja ini didominasi oleh bangunan berbahan kayu, hampir tidak ditemukan adanya bangunan berbahan material beton.

  Doyoung melangkah membawa Junghwan ke tempat yang sudah diberi tahunya, sesampai di sana, Doyoung membisu menatap wajah-wajah baru yang mungkin akan menjadi teman baik selama masa penyembuhan mental dan fisiknya. Salah satu anak menatap kehadiran Doyoung, orang itu menatap kaki Doyoung lalu disibukkan dengan kegiatan yang cukup sibuk.

  Gudang yang dimaksud Junghwan adalah semacam tempat buku-buku dicetak dan dibuat. Doyoung melihat banyak sekali kertas di tempat ini, sebuah mesin fotocopy dan printer yang terbilang tua juga alat-alat tulis dan juga perlengkapan kertas seperti disebuah toko alat tulis. Doyoung masih diam, lalu Junghwan bersuara saat dua anak yang sibuk mengumpulkan kertas hasil fotocopy menyadari kedatangannya.

"Dia baru datang kemarin, bisakah ku perkenalkan namanya pada kalian?" Suara Junghwan tampak kaku, suara yang keluar dari mulutnya tampak canggung dan diimbangi oleh rasa takut. Kedua anak itu mengangguk kecil sambil menatap wajah Doyoung tanpa berkedip —membuat Doyoung menunduk menghindari tatapan mereka.

"Dia Doyoung, anak yang diceritakan Bunda minggu lalu-" orang yang dipanggil mereka Bunda adalah wanita berusia lanjut yang memasak untuk semua anak dan membersihkan panti, dia sangat perhatian meskipun wajahnya tampak tak ramah, namun Doyoung belum bertemu dengan Bunda yang diceritakan Junghwan.

"Anak aneh yang berimajinasi tentang keluarganya?"

"Jaga bicaramu Jihoon." Laki-laki kurus yang pertama kali menatap Doyoung namun terkesan abai itu tiba-tiba menyangkal suara yang dipanggil Jihoon.

"Tidak ada orang yang waras di panti ini." Sahut satunya lagi, mereka ada berlima di gudang ini namun yang memiliki kebutuhan khusus soal fisik adalah Doyoung dan Junghwan.

"Aku tidak gila, Yoshi." Sangkal Jihoon saat mendengar sahutan Yoshi.

"Lalu apa alasan lugas kau bisa ada di sini?" Pertanyaan dari laki-laki jangkung berwajah tirus membuat Jihoon diam saja, memang tidak semua orang berada di panti ini diklaim gila, intinya anak-anak yang tergabung di panti ini adalah remaja-remaja khusus yang telah melewati masa sulit mereka, menyisakan trauma dan paranoid dari kisah masa lalu. Setiap psikiater yang datang mengantar mereka kemarin akan datang setiap satu pekan, untuk memeriksa perkembangan mereka.

 "Omongan Jihoon kadang terdengar kasar Doyoung, jangan diambil hati," Ucap Junghwan sambil turun dari kursi rodanya dibantu oleh temannya yang bernama Yoshi. Pelan-pelan sekali lelaki kurus itu mendudukkan Junghwan pada bangku empuk tepat di depan tumpukan kertas yang sudah dicetak dan fotocopy, tangannya yang besar menyusun kertas itu dan menutupinya dengan kertas buffalo dan menjilidnya menggunakan gun staples. Doyoung mengangguk kecil sebagai jawaban atas informasi sekaligus hiburan gantung dari Junghwan, mata Doyoung pun menatap gun staples itu bekerja, cukup unik dan ini adalah kali pertama ia melihat benda itu.

"Dia Xave," ucap Junghwan sambil menunjuk laki-laki berwajah tirus nan jangkung, "banyak dari kami memanggilnya bunglon, karena dia bisa saja mengagetkan mu karena warna pakaiannya yang sangat mirip dengan benda-benda di sini." Lanjut Junghwan sambil meneruskan kesibukannya.

  Ternyata panti asuhan ini cukup berbeda dengan panti asuhan pada umumnya, mereka seperti memperkejakan anak-anak dan mungkin kah menjual buku yang mereka tulis dan jilid sendiri? Doyoung yang termasuk pecinta buku cukup penasaran akan hal itu, teman-teman barunya ini disibukkan dengan kegiatan percetakan dan desain grafis. Doyoung mendekat kepada Junghwan karena ia rasa Junghwan lebih nyaman untuk ditanyai mengenai panti ini, karena ia adalah seorang yatim piatu yang sudah cukup lama tinggal di panti ini—sama seperti Doyoung yang juga kehilangan kedua orangtuanya.

"Kalian menjual buku ini?" Pertanyaan dengan suara berbisik membuat Junghwan menatap wajah Doyoung sebentar namun ternyata yang menjawab pertanyaan Doyoung adalah Yoshi.

"Tentu saja tidak, buku-buku ini akan dibagikan kepada anak-anak panti untuk dibaca malam hari. Kau suka membaca? Ku dengar dari Bunda begitu." Ucap Yoshi yang panjang dengan intonasi lambat namun cukup besar volumenya.

  Doyoung hanya tersenyum diam dan mengangguk kecil menjawab pertanyaan Yoshi, sekarang tidak ada lagi percakapan dari kelima anak itu, Doyoung juga sedang mencoba membantu Junghwan—Doyoung menempelkan cover buatan Xave tepat pada kertas yang sudah dijilid Junghwan, hati-hati sekali Doyoung membalurkan lelehan lem menggunakan glue gun. Ia pun bekerja sambil mendengarkan instruksi Junghwan yang sabar mengajarinya banyak hal.

"Omong-omong, masa lalu seperti apa yang membawa mu ke panti ini, Doyoung?" Pertanyaan dari Jihoon seperti mengudara—anak itu sedang sibuk memotong kertas dengan papper cutter, namun terdengar jelas di telinganya. Doyoung tampak diam ketika kejadian di malam liburan itu kembali diputar bak kaset yang tak pernah rusak. Doyoung menatap Junghwan, temannya itu juga mengangguk sambil tersenyum —memberitahu Doyoung bahwa tak masalah menceritakannya, agar teman-teman baru ini bisa bersikap baik tanpa mengundang masa lalu Doyoung.

•~°

BONEKA DAGING 2

THE-CURSED |  DOYOUNG & YOSHITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang