Yoshi berdiri ketakutan di depan Junghwan, Laki-laki bertubuh besar itu berdiri layaknya gergasi yang bersatu dengan malam gelap yang kian menakutkan. Hidungnya mengendus seperti anjing pelacak mendapat jejak. Kaki gemetaran Yoshi melangkah mundur meski tak tahu harus berlari ke mana, tangannya semakin erat menggenggam gunting besar dengan gemetaran, dia bersiap-siap jikalau Junghwan menyerang. Junghwan melompat seperti kucing menangkap tikus, Yoshi membuka mata saat leher Junghwan sudah ditembus gunting besar yang tanpa sengaja tertikam. Anak itu gemetaran dan merasa hangat saat darah yang membasahi tangannya terlihat melimpah, Yoshi segera mundur dan melepaskan gunting itu dari tangannya. Saat ia berdiri dan siap ambil langkah meninggalkan Junghwan, staples membabi buta menancap di punggungnya tanpa ampun. Rupanya Junghwan yang sedang memegang Gun Staples dan memainkan benda itu betapa brutal, Yoshi merasakan benda kecil itu perih dan nyeri karena jumlahnya yang banyak. Yoshi segera jongkok di belakang mesin fotokopi, dengan napas getir ia mencari sesuatu untuk melumpuhkan Junghwan.
Langkah Junghwan terdengar jelas, kepalanya toleh kanan dan kiri, seolah tidak melihat kemana perginya Yoshi. Junghwan bernyanyi dengan suara serak beratnya, membuat Yoshi kian ketakutan. Suara Junghwan tak lagi terdengar, membuat Yoshi merasa heran sendiri.
"Yoshi!" Junghwan berseru keras, dia merangkak di atas mesin fotokopi dengan mata merah dan leher yang basah oleh benda cair yang kental dan terus mengalir, berjatuhan membasahi pipi kotor Yoshi, tanpa pikir panjang Yoshi segera mendorong gunting itu lebih dalam di leher Junghwan, Yoshi juga menekan pelatuk lem tembak meski setengah panik tepat di kedua mata Junghwan.
Junghwan berteriak keras, dan Yoshi segera berlari keteteran keluar dari gudang. Langkahnya pincang menuju pintu utama panti, Ia mendorong pintu dengan keras. Entah kemana langkah kakinya itu akan berhenti, yoshi tersungkur di lantai. kakinya terasa perih karena tanpa sengaja lututnya terjatuh di antara pecahan kaca, disaat itulah Yoshi menyadari dirinya sedang berada di dapur panti. Yoshi menoleh ke belakang, lalu menatap kondisi dapur yang kotor dan sangat berantakan, pupil mata Yoshi menatap ruangan kecil yang terlihat remang oleh cahaya lilin. Yoshi menelan ludah, ia berdiri dengan pelan lalu melangkah sambil menahan sakit pada lututnya.
Yoshi berdiri di depan pintu, ya, ruangan itu milik Mama. Tangannya yang kotor dan dingin memegang kenop pintu, lalu mendorong pintu dengan sambil menebak-nebak apa kiranya yang ada di dalam sana. Saat pintu terbuka, Yoshi terhenyak sejenak menatap banyak sekali kain kuning yang sepertinya berisi sesuatu. Yoshi menelan ludah, lalu menutup kembali pintu kayu yang terdengar mengkriyet memecah sunyinya dapur ini. Yoshi membungkuk dan menatap lilin itu yang sudah berkedip-kedip sudah hampir mati, Yoshi dengan segera membuka semua kain kuning itu tanpa pikir panjang. Kain pertama yang ditemukan Yoshi berisi kepala tengkorak yang penuh belatung gemuk, ia segera meneutup kemnbali kain itu dengan kepanikan dan ketakutan yang menghantuinya.
Rasa penasaran Yoshi rupanya mengalahkan rasa takutnya, ia menelan ludah berkali-kali sambil membuka bungkusan kain kuning yang kedua. Maya Yoshi melotot karena yanh ia temukan adalah potongan tanduk rusa, bergegas lagi Yoshi membuka kain ketiga yang isinya adalah taring babi hutan. Namun, perhatian Yoshi berpindah pada buku lusuh yang disimpan di bawah tumpukan kain putih yanhg sudah lapuk. Yoshi segera mengambil buku tua itu, ia jadi teringat kondisi di rubanah panti, ya, tempat yang diduga sebagai praktik ilmu hitam.
Suara kecapan kecil terdengar oleh telinga Yoshi, ia segera membekap buku itu di dadanya. Ia tak sedikitpun berniat untuk menoleh ataupun mencari dimana sumber suara itu. Ia terus menatap lantai sambil melangkah pelan keluar dari ruangan kecil milik Mama, kaki Yoshi hendak berlari sekuat mungkin. Tapi, niat itu tak terjalankan karena tubuh lemas, kurus, dan pucat Tzaen sedang duduk memunggungi Yoshi di pojok kamar Mama. Tzaen sedang asik memakan sesuatu di sana, suara kecap rakus itu berubah menjadi tangisan pilu yang menyayat hati, sesegukan seperti ada luka hati yang sedang ditahan Tzaen.
"Tzaen? Ada apa?" Tanya Yoshi dengan pelan dan getir, ia masih memeluk buku tua itu, bahkan lebih erat dari sebelumnya.
"Jangan, jangan ambil tulangku,"
"Jangan ambil kalungku,"
"Jangan lari dariku!"
Yoshi terkejut bukan main saat wajah pucat yang ia pikir itu adalah Tzaen ternyata wajah Lexe yang memiliki tubuh sama, ya, tubuh utuh Tzaen. Yoshi mundur beberapa langkah, Lexe, teman seumuran mereka yang pernah hidup dan tinggal bersama mereka satu tahun lamanya, teman mereka yang dahulunya sering memakan rambut dan dirundung oleh anak lain, muncul di depan mata Yoshi. Lexe, anak laki-laki yang meninggal dengan dugaan keracunan makanan ada di sana. Yoshi tergagap, ia tidak percaya atas apa yang ada di depannya. Yoshi terus bergerak mundur karena takut sambil berharap bisa mendekat secepat mungkin ke bibir pintu.
°•°•|•°•°
Doyoung menatap penjuru rubanah, otak buntu dan mata lelah itu memperhatikan Mama yang sudah menadah dua bola mata Xave di kedua tangannya. Urat-urat bola itu tampak bergelantungan, dan Doyoung tak sekalipun berkedip karena seluruh fokusnya ada pada Mama. Saat mata itu terhubung dan dipasang Mama pada rongganya yang kosong, maka perhatian Doyoung sudah tak lagi terfokuskan pada Mama. Wanita berusia lanjut itu menari-nari di tengah rubanah, bernyanyi kecil sambil berputar-putar digenangan darah yang membanjiri lantai. Terompah yang dipakainya begitu berisik seolah memukul lantai kayu.Namun seketika Mama jatuh terduduk di lantai, kakinya tampak berlawanan, sepertinya tungkai itu lemas tanpa tulang.
Doyoung yang sekarang lumpuh tak bisa berbuat apa-apa, bahkan ia rela mati sebagai cucu Nenek yang memang mengincar dirinya, jika memang benar apa yang sudah terjadi malam ini ada sangkut pautnya dengan tragedi di Mansion kala itu. Mama bergerak tanpa kaki, semacam menyeret kakinya yang lunak itu menaiki tangga, mirip seperti seekor ular yang berjalan dengan kulit licinnya. Bahkan Mama seperti mengabaikan keberadaan Doyoung yang sudah tak bisa berbuat apa-apa di rubanah ini. Mama benar-benar keluar dari rubanah bahkan pintu berat itu begitu mudah terbuka untuk mengeluarkan dirinya yang masih berseluncur seperti ular.
Doyoung yang melihat itupun tak membuang kesempatan, ia gunakan dua tangannya untuk melangkah menyeret kedua kakinya yang lumpuh itu menaiki tangga, ia harus segera keluar dari rubanah terkutuk ini, yang ada di kepala Doyoung sekarang adalah Yoshi, kemana kiranya anak itu berlari, jika benar masih hidup di mana kiranya Yoshi bersembunyi. Ditengah usahanya itu, Doyoung jadi teringat kalung yang diberikan oleh Leron sebagai hadiah pertama di hari ulang tahunnya ini. Doyoung segera meraba saku bajunya, dan meraskan dingin saat jarinya menyetuh benda itu.
•°|°•
The-Cursed
KAMU SEDANG MEMBACA
THE-CURSED | DOYOUNG & YOSHI
De Todo(Seri ke 2 dari BONEKA DAGING) Sebuah tragedi di mana terkadang kamu berpikir itu adalah musibah, sebuah kesialan yang terkadang jika kamu pikirkan lagi itu adalah musibah dan hal mendarah daging akan tentang mu tentunya adalah sebuah kebiasaan. Ta...