Malam ketiga di panti spesialis kejiwaan remaja mulai membuat Doyoung merasa nyaman, ia sudah mandi dengan piyama putih yang memang dikenakan serempak anak panti ketika malam hari-biasanya selalu ada kegiatan malam seperti praktik menulis dengan melihat media gambar dan membayangkan hal yang menganggu pikiran, pasien akan menulis semacam penolakan dan kebencian yang beragam, bermaksud mengusir hal yang pernah mengganggu pikiran.
Baru saja Doyoung melangkah keluar dari kamarnya dengan bantuan kurk, cofetti berwarna-warni membuatnya terkejut. Dirinya disambut oleh tepukan tangan yang meriah dan nyanyian ulang tahun nan serempak, Doyoung bahagia sekali saat orang-orang di panti ini merayakan hari di mana ia sendiri telah melupakannya. Ia tersenyum saat digendong oleh Jihoon menuju ruang televisi yang tidak terlalu besar, sesampainya di sana Doyoung terkejut melihat Bunda berdiri memegangi pisaunya sembari tersenyum ganjil melihat kedatangannya, dia mirip sekali seperti sosok tua nan keriput dari masa lalu.
"Tiup lilinya, Doyoung." Ujar Junghwan yang merasa penat memegangi kue ulang tahun berpenampilan seadanya, Doyoung mengalihkan pandangannya dari Bunda yang tersenyum ramah padanya, setelah lilin padam, Bunda memotong kue dan membaginya sama rata pada semua anak yang berkumpul. Tempe, dada ayam, dan jagung panggang buatan Junghwan dan ketiga teman baru Doyoung terlihat menggiurkan. Doyoung melupakan kuenya dan mengambil setusuk dada ayam yang menjadi santapan pertama.
Pesta ulang tahun tidak berlangsung lama, setelah ditinggal Bunda ke dapur. Dua anak yang mengganggu Doyoung tadi siang rupanya membuat onar, mereka menganggu secara fisik dan lisan pada anak berkulit sawo matang nan tampak pendiam, hal itu membuat beberapa anak menghindar dengan pergi ke kamar mereka masing-masing, satu kamar dihuni empat orang dan dengan empat kasur terpisah, sebetulnya opsional tergantung luas kamar tersebut.
Doyoung diam di tempat saja bersama keempat teman barunya, Junghwan sempat berbisik padanya, kalau yang ditindas bernama Leron—jika diamati Leron adalah penyandang disabilitas fisik, yakni hidup dengan satu tangan kanan saja. Doyoung merasa kasihan melihat Leron yang diludahi dan dicaci mengenai fisiknya, anak-anak itu juga mengotori wajah Leron dengan kotoran burung yang sudah mereka siapkan—melihat hal itu terbesit dipikiran Doyoung akan burung-burung yang menabrak tembok seolah sengaja mematahkan kepala mereka. Ingatan Doyoung seketika hilang saat Leron terguling karena disliding dan tepat sekali berhenti di bawah kaki Doyoung.
Junghwan memutar kedua roda kursinya, anak itu menatap wajah Leron yang tampak menunduk saja. Doyoung menjatuhkan sate dada ayam itu lalu berjongkok pelan dengan bantuan kurk miliknya, Doyoung menatap wajah Leron nan murung menahan tangis. Keadaannya begitu menyedihkan, mata Leron bergerak saat tangan dingin milik Doyoung terjulur ke arahnya. Cukup ragu sebetulnya Leron menyambut tangan itu untuk membantunya berdiri karena Leron sendiri tahu Doyoung tidak bisa berdiri dengan baik.
Yoshi melangkah dan membantu memegangi Doyoung agar tetap seimbang saat menahan beban Leron yang bergerak naik. Leron berdiri takut di belakang Yoshi dan Doyoung, bahkan dia menggenggam piyama yang dikenakan Doyoung.
"Bukan begitu caranya memperlakukan disabilitas." Ucap Doyoung pelan.
"Karena kau dan teman-teman mu juga disabilitas?!" Suaranya kedua anak itu keluar berbarengan. Membuat Jihoon dan Xave yang mendengarnya jadi panas.
"Panti ini tidak untuk anak cacat tahu!" Junghwan yang mendengar suara itu sontak memukul roda kursinya dan Jihoon hendak melangkah ke pada Tzaen dan Madelon. Namun Xave lebih dulu menahannya sedangkan Yoshi sudah berpindah tempat dan mengelus-elus bahu Junghwan agar tidak perlu memikirkan perkataan Madelon.
"Jangan membuat keributan, Jihoon." Ucap Xave yang menahan Jihoon, sedangkan orang yang ditahan berusaha melepaskan diri, tangan Jihoon mengepal kuat.
"Tapi mereka butuh pelajaran!" Jihoon melotot saat berucap demikian pada Xave, sedangkan Xave menatap wajah Jihoon dan memohon pengertian.
"Cukup Jihoon, pikir kan keadaan Junghwan dan Doyoung," Xave menatap kedua bola mata Jihoon dan anak itu mulai membuang muka.
"Teman disabilitas kita bisa saja mereka ganggu." Ucapan terakhir Xave membuat Jihoon sebal dan menepis tangan Xave.
Madelon dan Tzaen berlalu sambil melempari Leron batu kerikil, bukannya tepat sasaran, batu itu malah mendarat di pipi Doyoung. Yoshi memutar balik arah kursi roda dan membawa Junghwan ke kamar, disusul Xave dan Jihoon yang juga berlalu pergi. Hingga hanya tertinggal Doyoung dan Leron di ruang televisi.
"Terima kasih, oh iya aku punya sesuatu untuk mu." Ucap Leron sambil menyodorkan seuntai kalung dengan liontin inisial nama, membuat Doyoung menatap hadiah ulang tahun dari Leron yang menjuntai dan bergerak pelan, Doyoung tersenyum dan menerima kalung itu. Itu adalah hadiah pertama yang diterimanya malam ini.
Leron berbalik dan menjauh pergi, Doyoung menatap punggung Leron yang sudah hilang di balik kamar kayu lorong kanan. Doyoung kembali menatap kalung itu dan memilih duduk di sofa sambil memasukkan kalungnya. Kue ulang tahun yang sederhana itu rupanya masih bersisa empat potong, mungkin menyisakan untuk beberapa anak yang belum kemari.
Ketukan pintu utama panti membuat Doyoung menatap pintu, ia celangak-celingak mencari anak lain atau Bunda yang akan membukakan pintu. Namun tidak ada tanda-tanda keberadaan mereka, Doyoung pun berdiri pelan dan membuka pintu untuk tamu yang datang. Namun, tidak ada keberadaan siapapun yang berdiri di depan pintu, ia hanya melihat seekor burung gagak yang singgah di pelataran dan hal itu membuat Doyoung memperhatikan kotak hadiah ulang tahun untuknya.
Doyoung membungkuk dan memeluk hadiah itu, segera kembali masuk dan menutup pintu dengan rapat tidak lupa menguncinya. Doyoung sekarang sudah kembali duduk sambil menatap hadiah yang ternyata dari paman Alio, ia tersenyum kecil namun memudar saat ia ingat bahwasanya tak pernah sekalipun dirinya bertemu dengan pamannya yang satu ini.
Doyoung mengabaikan hal itu, ia segera membuka hadiahnya. Doyoung sangat senang melihat sebuah boneka lucu, dimana boneka itu adalah laki-laki dan bertekstur halus, setahu Doyoung kulit boneka itu terbuat dari silikon yang tampak sangat mirip dengan kulit manusia. Matanya juga besar dan kebiruan, boneka itu tersenyum manis dan mengingat kan Doyoung akan seseorang yang berharga dalam hidupnya.
Doyoung memeriksa boneka itu dengan teliti, dan menemukan semacam tombol dimana boneka ini bisa bersuara, iseng saja Doyoung menekan tombolnya dan mendekatkan telinganya ke arah boneka sambil menunggu suara yang akan keluar.
"Hai! Aku Junkyu!" Mendengar suara itu, Doyoung terdiam, senyumnya pudar. Tangannya tampak gemetaran saat suara dari boneka itu juga sama persis seperti Junkyu.
Doyoung menelan ludah dan memasukkan boneka itu ke dalam bak sampah, ia segera berdiri dan melangkah pincang menuju kamarnya. Suara boneka Junkyu kembali terdengar memanggil namanya, membuat kaki Doyoung berhenti sejenak. Ia menoleh ke belakang dan menatap bak sampah.
"Paman ingin aku menemani mu!"
"Persetan tentang itu!" Sahut Doyoung yang merasa tidak nyaman sekali. Ia mempercepat langkahnya menuju kamar berusaha melupakan suara Boneka itu layaknya Junkyu masih hidup.
Boneka di dalam bak sampah tampak tenang, saat punggung Doyoung menghilang saat itu pula bak sampah jatuh dan otomatis menumpahkan isinya. Boneka itupun sedikit keluar, matanya yang kebiruan tampak memantulkan cahaya lampu di ruang tamu. Seekor lalat besar hinggap tepat di bola mata boneka itu, beberapa saat kemudian, Boneka itu berkedip, menjebak lalat yang hinggap sampai lalat itu tak lagi bergejolak melepaskan diri.
°_•
BONEKA DAGING 2
KAMU SEDANG MEMBACA
THE-CURSED | DOYOUNG & YOSHI
Diversos(Seri ke 2 dari BONEKA DAGING) Sebuah tragedi di mana terkadang kamu berpikir itu adalah musibah, sebuah kesialan yang terkadang jika kamu pikirkan lagi itu adalah musibah dan hal mendarah daging akan tentang mu tentunya adalah sebuah kebiasaan. Ta...