t e n

5.8K 599 31
                                    

Suara dering telepon kali ini membangunkan ku dari tidur indahku ini. Segera ku raba sekitar permukaan meja untuk mengambil ponselku.

"Halo?"

"Cass? Apa kau sudah bangun? Aku ingin menjelaskan sesuatu padamu."

Aku segera terdiam dan kemudian melihat nama yang tertera pada layar ponselku. Oh, ini Zayn.

"Untuk apa, Zayn? Maksudku, apa itu sangat penting?"

"Ya, ini menyangkut sesuatu yang terjadi akhir-akhir ini."

Aku segera mematikan sambungan telepon dengan Zayn untuk segera bergegas mandi.
**

Ku ketuk pintu apartement milik Zayn sebanyak tiga kali, dan kemudian terlihatlah Zayn dihadapanku. "Kita tidak mempunyai waktu yang banyak, Cass. Jadi, ku harap kau tidak membuang waktumu."

Aku duduk pada sebuah sofa di ruang tamu milik Zayn. Entah mengapa aku teringat dengan kejadian saat aku tertidur disini.

"Apa kau ingin meminum sesuatu?" Tanya Zayn saat aku melihat ke arah sekitar.

Aku menggeleng tanda tidak ingin menginginkan apapun. Karena sejujurnya, yang ku inginkan hanyalah sebuah penjelasan dari Zayn.

"Kita tidak mempunyai waktu yang banyak, Zayn. Jadi, kuharap kau segera menjelaskan hal itu," ucapku mengikuti perkataan Zayn.

Zayn menarik nafasnya perlahan, "Apa kau pernah mendengar tentang arwah seseorang yang tidak tenang karena sesuatu mengusiknya?"

Aku tercengang mendengarnya. Apa arwah tersebut terusik karena ulahku sendiri?

"M-maksudmu? Jadi, aku mengusik arwah tersebut sehingga kejadian yang tak kuinginkan terjadi? Tapi, bagaimana bisa aku mengusiknya?"

Zayn kembali menatapku dalam. "Ada sesuatu yang tidak kau ketahui di sini. Aku tahu, pada beberapa waktu lalu kau membeli sebuah jam tangan. Apa itu benar?"

Aku mengangguk dan memilih tetap diam agar Zayn melanjutkan ucapannya. "Kau telah mengusiknya, Cassandra. Dan dia tidak suka dengan kehadiranmu."

"Aku? Tapi bagaimana? Tidakkah kau tahu? Aku hanya membeli sebuah jam ini, Zayn. Tidak lebih! Dan kau pikir aku harus membuang jam ini? Tidak. Aku tidak akan mau. Aku menyukai jam ini, Zayn."

Zayn kembali menatapku dengan pasrah. "Aku hanya ingin membantumu. Dan itu sudah menjadi kewajibanku untuk membantumu,"

Aku kembali terdiam dan berpikir untuk tidak membuang jam ini. "Ah, ya. Bagaimana jika aku kembali mengunjungi The Old Gallery?"

Zayn menautkan kedua alisnya. "The Old Gallery? Apa itu tempat dimana kau membeli jam itu? Jika ya, aku akan ikut bersamamu."
**

Aku menatap dengan tatapan tidak percaya. Toko The Old Gallery kini sudah tidak ada. Bagaimana bisa dalam kurun waktu kurang dari satu bulan, sudah tidak ada?

Zayn turun dari mobil dan kemudian membukakan pintu untukku. Aku menggenggam erat tangannya untuk sekedar menghilangkan rasa takut yang perlahan menyerang pikiran serta batinku.

"Kau akan aman bersamaku, Cassandra" ucap Zayn yang kemudian mengelus ibu jariku secara pelan. Sentuhan dari jarinya yang menyentuh permukaan kulit tanganku mampu membuatku merasa nyaman.

Aku berniat untuk mengunjungi kedai es krim untuk sekedar bertanya. Kedai es krim inilah yang sempat ku kunjungi beberapa waktu lalu sebelum aku membeli jam tangan sialan ini.

"Sir, maafkan aku jika aku lancang. Apa aku boleh menanyakan suatu hal padamu?"

Penjual es krim tersebut menatapku selama beberapa detik. Bila dilihat dari lagaknya, ia seperti mengenaliku.

"Kurasa aku pernah bertemu denganmu sebelumnya." Ucapnya masih menatapku.

Aku terkekeh mendengarnya. "Ah, ya. Ingatanmu cukup hebat ternyata. Aku adalah pembeli es krim milikmu beberapa waktu yang lalu."

Terlihatlah wajah tertawa yang menghiasi wajahnya. Zayn segera menginjak pelan ujung kaki ku tanda untuk segera bertanya.

"Tujuanku kesini hanya ingin bertanya padamu, Sir. Apa kau pernah melihat sebuah toko tua yang berisi barang-barang antik? Di depannya terdapat tulisan The Old Gallery."

Penjual es krim tersebut menatap ke arahku dan Zayn secara bergantian.

"Di sekitar sini tidak pernah ada toko tua yang berisi barang antik. Dan bahkan, aku baru mendengar nama The Old Gallery"

Aku menatap penjual es krim tersebut secara tidak percaya. Dia pasti berbohong.

"Aku serius. Apa kau sedang berusaha membuatku tertawa?" Tanyaku dengan intonasi yang sedikit menaik.

"Aku tidak bercanda, Nona. Dan apakah saat ini wajahku menunjukkan bila aku berbohong?"

Aku bungkam dan tidak tahu harus berbuat apa lagi. Yang ku inginkan hanyalah mengetahui segala hal dan membalikkan situasi seperti sedia kala.

Aku menginginkan semua ini berakhir.

Dan kemudian, aku teringat perkataan Zayn saat aku berada di apartementnya.

"Aku hanya ingin membantumu. Dan itu sudah menjadi kewajibanku untuk membantumu,"

Jadi, apa yang dimaksud dengan menjadi kewajibannya untuk membantuku?
**

vommentsnya turun drastis ya hehe. kalo late update maklumin ya. mikirnya susah hehe

oiya, gue kangen jen maliq..

Tik TokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang