Chapter 3

1 0 0
                                    

Liam duduk seorang diri diatas rooftop, wajahnya ia telengkupkan  ditelapak tangannya. Ia mengacak rambutnya frustasi.

Liam sudah jahat sekali rasanya. Ia tidak tahu mengapa ia seperti ini. Ia hanya menganggap Widia sebagai sahabatnya apalagi dengan kondisi Widia yang sering sakit itu, membuat Liam harus mengedepankan Widia tanpa memikirkan perasaan pacarnya Ana, yang sudah sering ia sakiti.

Mungkin dulu ia memang pernah menyimpan perasaan untuk Widia. Tetapi sejak bertemu dengan Ana. Perasaan terhadap Widia sudah menghilang. Gadis itu membuat ia jatuh cinta dengan sederhana.

Satu hal, Liam menyesal telah menyakiti Ana.

"Kamu gak masuk kelas?"

Liam menolehkan kepalanya. Begitu telinga tajamnya mendengar suara yang tidak asing ditelinganya.

"Ana, kamu ngapain disini?"

"Nyari kamu."

Ana memberikan Tote bag kepada Liam." Aku mau balikin jaket yang kemarin, udah aku cuci kok. Makasih yah."

Sejujurnya Ana merindukan Liam. Ia sebenarnya bisa saja menitipkan Tote bagnya kepada teman Liam. Tapi ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri.

"Kamu masih marah yah Ana?" tanya Liam

"Nggak kok, lupain aja."

Liam menggenggam tangan Ana. "Pulang sekolah aku mau ajak kamu ke suatu tempat." ajak Liam.

"Aku sibuk Liam." tolak Ana berbohong padahal ia menginginkannya.

"Aku mohon. Aku tunggu di depan gerbang yah. Kali ini jangan nolak yah Na." pinta Liam.

Ana pergi berjalan meninggalkan Liam menuju kelasnya.

🌟🌟🌟🌟

Setelah pulang sekolah, Ana dan Liam tengah saling diam didalam mobil. Entah Ana ataupun Liam tidak ada yang memulai pembicaraan. Ana enggan membuka suara ia hanya berniat menuruti permintaan Liam saja.

"Sayang... "Liam memanggil Ana pelan. Ana tidak menjawab memilih diam disepanjang perjalanan.

Liam memberhentikan mobilnya di suatu tempat. Ana sendiri tidak tahu tempat apa yang Liam maksud.
"Ayok, turun." titah Liam.

Tanpa menjawab ucapan Liam, Ana langsung melepaskan sabuk pengamannya. Melenggang keluar mobil.

Semilir angin hembusan sore yang Sepoi sepoi menggoyangkan ilalang dan bunganya yang tersapu angin.
Seketika Ana dan Liam menikmati pemandangan didepannya.

Liam membawa Ana kesebuah danau yang terdapat banyak bunga.
Ngomong-ngomong, tidak biasanya Liam seperti itu.

Senyum Ana terukir begitu saja. Liam yang melihatnya tidak sengaja merasa senang melihat senyum Ana.

Ana memejamkan matanya damai, Angin yang menerpa wajah, dan rambutnya bergerak seperti ilalang yang bergerak gerak.

Liam yang melihat wajah cantik Ana merasakan tubuhnya diluar kendali nya. Tangannya bergerak otomatis, terulur menuju wajah cantiknya itu. Meraih anak rambut yang terjuntai bebas di pipi Ana, dan mengaitkannya ditelinga gadis itu.

Ana yang melihat perbuatan Liam hanya bisa terdiam kaku bagai di sihir, yang tadinya marah rasanya hilang begitu saja. Yang ia rasakan jantungnya berdegup dengan kencang.
Kini Ana bisa melihat wajah Liam begitu dekat dengannya.

Hembusan napas Liam menerpa lembut wajahnya.
Ana merasakan bibir Liam sudah mendarat dan menempel dengan lembut dibibir Ana.

Dunia rasanya milik berdua, Ana bahkan lupa kalau sebelumnya Ana sangat marah terhadap Liam.

Ana memejamkan matanya, tanpa memikirkan apapun lagi. Liam mulai menggerakkan bibirnya kecil. Begitu juga Ana yang membalasnya.

Hingga saat Ana kehabisan napasnya Liam menghentikan ciuman itu. Ana memalingkan wajahnya malu menyembunyikan semu diwajahnya.

Liam merangkul pinggang ana, kemudian memeluknya dari belakang. "Maaf Ana. Aku selalu nyakitin kamu."

Ana hanya diam, kemudian membalas pelukan Liam." Aku juga minta maaf Liam, aku udah egois. Widia mungkin memang butuh kamu."

"Aku milik kamu Ana, kamu juga pasti butuh aku. Aku sadar sekarang, hanya karena Widia, aku sering gak mikirin perasaan cewek aku sendiri."

Mimpi apa Ana semalam? Liam baru saja menyadari kesalahannya setelah sekian lama.

"Jangan pernah ninggalin aku" ucap Liam.

"Iya aku jan-"

Drrrrtttt

Belum saja mengucapkan janji, Tiba-tiba saja telpon Ana berdering.

"Halo..."

"Ana ini Om. Ibu kamu sedang berada dirumah sakit sekarang. Kamu cepat kesini yah."

Ana terkejut langsung mematikan teleponnya.

"Liam, anterin aku ke rumah sakit sekarang."

"Siapa yang sakit?" tanya Liam.

"Mama." jawab Ana.

Liam yang mendengar jawaban Ana, langsung pergi menuju rumah sakit.

Lembar Terakhir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang