chapter 8

1 0 0
                                    

Ana terbangun begitu merasakan tubuhnya yang berkeringat dingin. Beberapa kali ia mengerjapkan matanya kala matahari masuk menembus masuk matanya yang tertutup.

Ana merasakan tubuhnya yang begitu lemah, kerongkongannya yang begitu kering, dan sedikit rasa pusing yang disebabkan ia terlalu lama menangis sebelum tidur.

Ana menatap jam dinding yang terpasang. Sudah waktunya ia bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah.

Ana turun dari kasur empuknya kemudian mengambil handuknya.

Singkat cerita, Ana sudah keluar dari kamar mandi, lengkap dengan seragamnya yang melekat ditubuhnya.

Ana Memasukkan beberapa buku pelajaran kedalam tasnya.

Tok ... Tok ... Tok...

Ketukan pintu kamar membuat Ana sedikit terkejut. Itu Ibunya Ross.

"Ana, kamu udah siap belum!"

"Cepetan, ada yang nunggu kamu diluar." ucap Ross berteriak.

"Iya Mah ... Ana udah siap."

Ana mengernyitkan dahinya. Bingung, dengan Siapa yang menunggunya sepagi ini?
Ana hanya mengira itu pasti Tika sahabatnya. Ah iya, itu pasti hanya Tika, kalau bukan dia, siapa lagi?

Ana berjalan keluar kamar, dengan sedikit memoleskan liptint  pada bibir ranumnya.

Ana bergegas pergi, tidak ingin membuat sahabatnya menunggu.

"Ana berangkat dulu yah mah." ucap Ana berpamitan.

Ana merasa ada yang aneh. Sebuah mobil yang didepan rumahnya itu begitu asing. Ah yasudah lah. Tika kan anak orang kaya, lagipula mungkin ia baru saja membeli mobil baru.

Ana ingat, kemarin adalah ulang tahunnya, orang tua Tika pasti membelikan mobil sebagai hadiah untuk Tika.

"Iya hati-hati." jawab Ross.

Ana membuka pintu mobil depannya tanpa ragu, dan duduk begitu saja.

"Happy birthday Tika!" teriak Ana hendak mengucapkan selamat ulang tahun kepada sahabatnya.

Deg.

Ana terdiam, dan terkejut mendapati seorang pria didalam mobil tersebut.
Siapa dia? Apa dia supir baru Tika? Tapi, bukannya Tika gak pernah diantar sama supirnya.

Begitulah pertanyaan-pertanyaan yang muncul dibenak Ana.

Ana yang merasa ada yang aneh dari ibunya Ross, langsung keluar mobil dan menghampiri ibunya.

"Maksud Mama apa? Siapa dia?" tanya Ross.

"Ya ampun, Mama lupa belum bilang sama kamu, kalau hari ini kamu akan di antar dan dijemput sama calon suami kamu Ana." ucap Ros dengan entengnya.

"Hah? Gimana? Ana gak salah denger Ma? Kok tiba-tiba gini Ma. Ana belum siap Ma." Ana terkejut dengan apa yang Ross bilang.

"Tiba-tiba kayak gimana? Bukannya semalem Mama bilang, kalau besok dia kerumah. Pokoknya, Mama gak mau tau itu Ana. Oh iya, namanya Dalvino fieter alfarendra. Kamu panggil Aja dia Mas vino, atau sayang juga boleh. Toh, sebentar lagi dia akan jadi suami kamu." ucap Ross seenaknya.

"Sudah sana berangkat, nanti kamu kesiangan. calon suami kamu udah nunggu dari tadi."

"Ingat Ana, jangan kecewakan Mamah."

Ana berjalan, kemudian memasuki mobil Pria yang kata ibunya adalah calon suaminya. Sementara ibunya, Ana hanya melihat Ross melambaikan tangan dengan raut wajah bahagia.

"Jangan lupa sabuk pengamannya."
Ana menoleh kesamping pada pria yang baru saja bersuara. Sebentar, suaranya, seperti tidak asing ditelinga Ana.

Ia akui, pria yang disampingnya memang cukup tampan dikalangan wanita. Tapi bagi Ana, tidak ada yang menarik dari pria tersebut.
Selama diperjalanan, tidak ada yang memulai pembicaraan, baik Ana maupun Vino.

"Bapak, yang mau dijodohkan sama Mamah saya kan?" ucap Ana memecah keheningan.

"Nama saya Dalvino, panggil saja Vino. Lagipula, saya tidak setua itu untuk dipanggil bapak." Dalvino memperkenalkan dirinya dengan singkat.

"Ckkk menolak tua," ucap Ana geram.

"Terserahlah. Pokoknya saya mohon, anda harus menolak perjodohan ini. Please!"

Vino tidak menggubris perkataan Ana memilih diam dengan pesona ketampanannya.

Cukup lama diperjalanan, akhirnya Vino telah sampai mengantarkan Ana. Langsung saja, vino memarkirkan mobilnya.

"Kamu tunggu disini." ucap Vino yang telah memberhentikan mobilnya, kemudian berlari keluar.

"Tuh orang kenapa sih?" batin Ana.

Vino membukakan pintu mobil depan yang Ana duduki.

Sebenarnya, hari ini Ana begitu malas pergi sekolah. Bukan apa-apa, disekolah ini banyak kenangan bersama Liam. Rasanya, hatinya masih terasa sesak jika harus bertemu dengan Liam.

"Pulang nanti, saya jemput kamu" ucap Vino.

"Gausah, gue bisa pulang sendiri."

"Ini perintah, kamu tidak bisa menolak."

"Emangnya lo siapanya gue?" tanya Ana dengan mata melotot.

"Saya, CALON SUAMI KAMU."  Vino menjawabnya tanpa ragu dengan nada yang lantang.

Lembar Terakhir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang