Chapter 5

1 0 0
                                    

Ting!

Bunyi pesan masuk, membuat Liam merogoh saku celananya.

From :  Ana cantik 🤍
"Liam, sore nanti kamu ada waktu gak? Kalau kamu gak sibuk, aku mau ketemu ditempat biasa."

To : Liam.
"Iya Ana. Perlu aku jemput?"

From : Ana cantik 🤍
"Gak usah Liam. Aku tunggu disana. Sampai ketemu Sayang," 

Liam menarik napasnya berat. Kebetulan sekali, baru saja ia mau mengirimkan pesan kepada Ana. Dia sudah mengirimkan pesannya duluan.

Bel pulang sekolah berbunyi seluruh murid berhamburan keluar kelas.
Ana kini telah digandeng oleh kedua sahabatnya. Sayangnya Mila tidak ada disini, kalau ia ada, mungkin Mila sudah berkomentar melihat Tika dan Rani yang seperti ini.

"Ckkk, kalian ini kayak mau nyebrang aja deh." Ana berdecak kepada kedua sahabatnya.

"Biasanya lo juga gak protes Na diginiin sama kita." ucap Rani.

"Iya nih. Lagi dateng tamu ya lo Na?" tanya Tika.

"Gak juga. Aneh aja, kalian gak bosen apa, lagian gue juga bukan anak kecil," Gerutu Ana.

"Eh btw, lo mau bareng pulang sama gue gak?" tanya Tika menawarkan.

"Gak Tik makasih, gue pulang sendiri aja. Lagian kan kita beda arah."

"Serius lo pulang sendiri?"

"Lah emang kenapa Tik, kan gue juga biasanya pulang sendiri." Ana menjawab langsung.

"Udah sih Tik. Mungkin Ana mau ketemu sama my prince Liam." ucap Rani menyambar.

"Oh... Iya deh! Syukur deh kalo hubungan kalian sekarang baik-baik aja. Gue seneng sahabat gue sekarang gak sedih lagi." ucap Tika.

"Gue duluan ya! My honey Andre udah jemput gue." ujar Rani dengan langkahnya yang menghampiri pacarnya Andre.

Terlihat Rani yang langsung menaiki motor Andre.

"Dahh Ana, Tika!" Rani melambaikan tangannya ke atas. Kemudian pergi begitu saja."
Setelah kepergian Rani, kemudian disusul oleh Tika.

"Gue duluan juga ya Ana. Kalo ada apa-apa kabarin gue. Inget, kita itu sahabat."

Ana belum menceritakan masalah yang terjadi pada dirinya saat ini. Terlebih, permintaan ibunya yang mengharuskan Ana harus menikah. Lagipula, usianya masih terbilang muda. Di usianya yang baru saja menginjak 19 tahun.

🌟🌟🌟🌟

Ana menunggu Liam di cafe kecil, tempat biasanya mereka bertemu. Sebelumnya Ana sudah mengatakan pada Liam, dan Liam juga mengiyakannya.

"Ana."

Ana menoleh, Liam datang dengan setelan kemeja nya yang rapi. Ana langsung antusias menyambut Liam.

Ana langsung menceritakan apa yang terjadi saat ibunya di rumah sakit.

"Aku bingung Liam, dengan kondisi Mama yang seperti itu, uang tabungan juga semakin menipis. Mama gak kerja lagi. Kalau begini aku harus cari kerja. Tapi gimana caranya aku dapet kerjaan Liam."

"Tenang Ana.  Aku bakalan bantu kamu cariin kerjaan part time." Liam menenangkan Ana dengan menepuk pelan tangannya.

"Makasih banyak Liam."

"Emm... Liam, sebenernya ada hal yang mau aku omongin."

Liam terlihat tidak fokus, bahkan Liam tidak menjawab perkataan Ana.

Kali ini Liam memasang wajah tak nyaman, bahkan menunduk, kemudian mengacak rambutnya, wajahnya terlihat frustasi.

Ana merasa Aneh dengan tingkah Liam. "Kenapa sayang?"

"Aku minta maaf Ana," katanya.

"Kamu sering banget ngomong maaf Liam. Kamu ngelakuin kesalahan apalagi emangnya?" tanya Ana.

"Aku gatau waktu yang tepat buat ngomong semua ini. Tapi aku sepertinya kamu harus tahu sekarang Ana."

"Tentang apa Liam? Ada sesuatu yang kamu sembunyiin dari aku? Bilang aja Liam. Gapapa kok."

"Aku gabisa ngelanjutin hubungan kita maaf. Maaf..."

Bagai tersambar petir disiang bolong. Mendengar perkataan yang Liam lontarkan.

"Kamu becanda kan Liam?"

"Ana, aku gabisa kayak gini terus. Aku ngerasa kita udah gak sejalan lagi."

Ana hanya berharap kali ini hanya halusinasinya. Namun, Ana mencubit dirinya sendiri. Sakit. Berarti Liam benar-benar memutuskannya?

"Kenapa?" lirih Ana. "Aku salah apa, selama ini aku selalu ngertiin kamu Kenapa tiba-tiba kayak gini?"

"Maaf Ana."

Plak!

Ana menampar Liam didepan banyak orang pengunjung cafe. Rasanya tamparan yang Ana berikan masih belum cukup sebanding dengan rasa sakitnya.

"Kurang puas lo nyakitin gue! Bukannya lo udah janji gak akan pernah ninggalin gue! Tapi sekarang, lo yang ninggalin gue!"

"Brengsek lo."

Ana beranjak pergi meninggalkan cafe tersebut. Tidak peduli banyak orang yang menonton, bahkan ada yang sempat merekam aksi mereka.

Lembar Terakhir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang