part 2

499 29 0
                                    

Pagi harinya suasana masih terasa tegang. Diruang kerja Rudy ada Ketiga anak lelakinya yang sedang berkumpul.

"Oke Nehan. Secara penampilan Widya memang lebih bagus dari pada Sarah. Tapi apa kau tau bagaimana sifat Sarah?" Tanya Bima sebagai si sulung di keluarga ini.

"Mas, penampilan itu cerminan diri. Sudah terlihat jelas bagaimana perbedaanya. Lagian pernikahan ini juga terjadi pasti karena urusan bisnis." Jawabku dengan malas. Sungguh aku lelah sekali sedari tadi berdebat dengan mereka yang selalu menyudutkan ku dan lebih banyak membela Sarah.

"Tau darimana kamu? Bapa tanya?" Tanya bapa dengan tajam. Aku hanya terdiam namun mendengus sebal. Mereka pikir aku tidak tahu akal-akalan mereka. Karena mas Bima dan mas Arya yang menikah dengan pilihan mereka sendiri tak ayal jika aku yang dijadikan korban. Di tambah, keluarga Sarah yang memiliki latar belakang pebisnis dan juga Bapak Sarah adalah sahabat bapak ku, kemungkinan besar pernikahan ini hanyalah pernikahan bisnis.

"Bapak tidak pernah melarang anak-anak bapak menikah dengan pilihan mereka."

"Tapi bapak melarang Nehan menikah dengan Widya. Malah memaksa Nehan menikah dengan Sarah."

"Nehan pernikahan bukan masalah kalian saling mencintai atau tidaknya. Memang benar rumah tangga tanpa didasari rasa cinta bisa hancur kapan saja. Tapi apakah kau tahu? Yang saling mencintai saja masih bisa hancur apalagi yang tidak saling mencintai. Kau tau alasanya? Pacaran dan pernikahan itu berbeda. Disaat pacaran kalian masih senang-senang berbeda lagi ketika menikah, ini mulai masuk ke tahap serius dan sakral."

"Kau dan Widya memiliki sifat yang sama, masih kekanak-kanakan. Bagaimana bisa kalian mau membina rumah tangga jika di antara kalian belum ada yang bersikap dewasa?." Mas Arya berujar panjang lebar, Bapak dan Mas Bima hanya mendengarkan dan menatapku.

"Aku dan Widya tidak seperti itu. Kami saling melengkapi." Elak ku tak terima dengan tuduhan mas Arya barusan.

"Itu menurut mu. Menurut kami yang melihat gaya pacaran kalian itu menjengkelkan. Disaat salah satu dari kalian yang tidak memberi kabar kalian akan marah-marah tidak jelas. Tidak ada rasa kepercayaan satu sama lain. Bagaimana jika nanti menikah? Masih tidak saling percaya juga? Masih baik kau dijodohkan dengan Sarah. Dia dewasa, baik, dan pekerja keras. Apa yang kurang?" Tanya mas Arya menyorot tajam mataku.

"Sudah aku bilang aku tidak mencintainya." Tekan ku dengan sejelas-jelasnya.

"Cinta bisa datang dengan seiring dengan seiring berjalannya waktu." Timpal mas Bima, membuatku menatap sinis dirinya.

"Ya sudah nikahi saja Sarah jadikan dia istri keduamu."

"NEHAN."

******************************

Aku berdiri di balkon kamarku sambil menghisap rokok. Sungguh rasanya beberapa hari ini aku sangat setress.

Karena udara dingin, aku masuk ke dalam kamar menemukan Sarah yang duduk di ranjang dengan memangku laptop nya.

"Kapan kita ke rumah orang tua Widya?" Tanyaku langsung kepadanya. Dia mendongak ke arahku dan tampak terdiam.

"Kenapa, heh? Tidak jadi menepati janjimu?" Ku hisap rokok yang masih ku apit di jari jariku.

"Bukan begitu mas, aku hanya sedang mengingat jadwal kosong ku." Jawabnya dengan lembut.

"Alah, bilang saja mau ingkar janji." Aku berjalan mendekati ranjang dan berbaring di sampingnya yang masih pada posisi yang sama.

"Jangan marah. Bagaimana kalau besok? Tapi siangan ya atau kamu mau pagi-pagi?"

"Pagi-pagi saja."

"Oke. Besok pagi. Kira-kira mau bawa apa untuk orang tua Widya mas?"

"Beli saja nanti dijalan."

"Ya sudah."

Lalu setelah ya hening. Tak ada percakapan lagi, hanya ada suara ketikan dari jemari-jemari Sarah. Sarah tampak fokus dengan pekerjaannya.

"Berapa lama kalian menjalin hubungan mas?"

"Sudah lebih 3 tahun." Sarah tampak menganggukan kepalanya namun matanya masih fokus pada pekerjaan ya.

"Lama juga ya. Sayang banget pasti kamu sama dia?"

"Jelas. Aku aja sampai minta cerai sama kamu." Ucapku dengan sinis namun dia malah terkekeh dan memukul lenganku dengan pelan lalu melanjutkan pekerjaannya.

"Jujur banget sih kamu." Lalu tak ada topik pembicaraan lagi. Kami sama sama terdiam. Ku tatap langit-langit kamarku

"Kamu ngak tidur ini udah malam loh."

"Bentar lagi mas, nanggung ini."

"Kamu biasa begadang begini?"

"Ngak juga. Kadang kadang tapi jarang."

CORETAN CINTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang