O2. Kerja Semesta

45 15 4
                                    

"Kerja semesta itu misteri, contohnya seperti pertemuan dan perpisahan"

***

Angin malam begitu sejuknya menusuk permukaan kulit wajah kedua remaja yang berjalan beriringan. Asa yang berjalan sedikit di belakang Iya' seraya mendorong sepeda hanya menatap tanpa suara gadis itu yang mendongak menghirup dalam-dalam angin petang.

Langit sudah hampir kehilangan jingganya menyisakan warna hitam dan ungu disana. Trotoar sudah mulai diterangi oleh lampu jalan. Keduanya tidak ada angkat suara, hingga suara deru kendaraan mengisi indra pendengaran.

"Makasih banyak ya Sa, udah bantuin kalau gak ada kamu kayaknya aku udah mati" ujar Iya' pada Asa. Ia benar-benar tidak bisa memikirkan seperti apa takdirnya jika Asa tidak menolongnya hari ini. Mungkin saja, hidupnya benar-benar berjangka pendek.

"ngapain?" tanya Asa menatap Iya' penasaran.

"apanya?"

"ngapain ke pasar?"

Iya' terdiam. Ia merasa tidak ingin memberitahukan tujuannya ke pasar tadi. Lagipula ia malu memberi tahu lelaki itu bahwa ia datang ke pasar untuk mencari kamera yang lebih murah.

"gak, tersesat tadi. Kamu ngapain ke pasar?" dustanya lalu mengelak dengan memberi pertanyaan yang sama pada Asa.

"Jalan-jalan aja" Iya' mengangguk paham.

Mereka lagi-lagi menciptakan ruang hening. Biasanya Iya' akan banyak bicara tapi kali ini diam. Sedikit canggung dengan Asa yang notebenenya adalah orang asing yang ia tabrak hari ini. Orang asing tanpa ekspresi dan sedikit bicara. Bagaimana bisa ada manusia yang seperti itu?

Hingga sebuah mobil dengan kecepatan pelan melewati keduanya. Menyalakan lagu The Smiths sehingga Iya' ikut bersenandung mendengarnya.

"Suka the smiths?"

Iya' menoleh, lalu mengangguk. "Suka banget"

"Kenapa?"

"Gak tau, lagunya enak didengar soalnya. Apalagi yang there is a light that never goes out benar-benar melambangkan kebebasan. Kebebasan mau kemana saja tanpa pulang ke rumah" jawab Iya' matanya menerawang ke atas langit.

"Kamu suka?"

"hm" lelaki itu hanya berdeham dengan anggukan kecilnya yang sepertinya terlalu malas untuk bicara.

"kenapa?"

"Sama, kebebasan"

***

Iya' tiba di rumah setelah berjalan kaki cukup jauh dengan lelaki robot itu. Perjalanan yang didominasi hening, harusnya ia banyak bercerita mengenai the smiths tapi Asa yang terlalu malas bersuara itu hanya berdeham, mengangguk atau menggeleng.

"Ayah di rumah?" tanya Iya' pelan ketika tidak sengaja melihat abangnya keluar dari garasi. "Lagi makan malam sama rekan bisnisnya. Baru pulang Ya'?"

Iya' mengangguk, "tadi ada urusan dulu"

Ia lantas duduk dengan pelan pada kursi teras hendak membuka sepatu dan kaos kakinya karena lututnya sakit ketika ditekuk. Tanpa Iya' sadari semua gerak-geriknya dipantau oleh Al hingga ia melihat luka baru di lutut Iya'.

"Sepedamu mana Ya'?"

Iya' panik, ia lupa harusnya ia menyiapkan strategi untuk hal ini. Dengan takut-takut ia mendongak menatap Al yang masih berdiri didepannya, "ketinggalan di sekolah bang, bannya tadi bocor"

"Kenapa gak telpon abang biar jemput sekalian bawa ke bengkel. Besok berangkat bareng deh biar sepedanya abang bawa"

"eh gak usah, ada Toro kok. Abang kan sibuk" elaknya.

Harsa di Kaki LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang