O9. Still

31 8 8
                                    

"Masing-masing punya kisah, keluh, kesah yang dipilih untuk tetap tersembunyi dan tertutup yang laranya hanya untuk dinikmati seorang diri"

***

Hari baru menyapa. Hari ini tentu sedikit berbeda dengan hari-hari milik Iya' sebelumnya karena pada hari ini ia akan berjuang lebih keras untuk sekolah dan juga untuk dirinya. Bangun lebih awal dari biasanya, kemudian kembali mengecek semua perlengkapan yang ia siapkan semalam. Rasanya Iya' tidak sabar, ambisinya untuk menang begitu besar tentu saja dengan tujuan agar mendapatkan pujian dari sang ayah.

Setelah mandi dan menggunakan seragam yang sudah ia setrika semalam, Iya' duduk sebentar untuk membaca kembali kisi-kisi soal yang sudah dipelajarinya selama mengikuti kelas tambahan untuk para peserta olimpiade.

Sebuah ketukan pintu terdengar dan tak lama ada Al yang memunculkan kepalanya melalui sela-sela yang terbuka. "Wuih, udah rapi. Mau berangkat bareng abang?"

"Boleh?"

Pada akhirnya pintu kamar terbuka lebar dan Alaska yang menghampiri Iya' juga ikut duduk di pinggir kasur. "Hari istimewa gini mana bisa kamu doang yang rasain. Semangat yah, kalau menang boleh minta apa aja deh. Tapi, jangan dipaksa juga ya Ya'! kamu sampai ke tahap ini juga udah jadi pemenang soalnya"

Iya' menangguk, "siap capt"

"Pulang hari ini atau besok?"

"Gak tau, tapi kemarin kalau gak salah prosedurnya hari ini langsung sampai ke penentuan siapa yang maju ke final. Mungkin pulang malam?"

"Kabari abang kalau malam ini jadi pulang, biar abang jemput"

Iya' mengangguk, membuat Alaska mengacak rambutnya gemas. "Bang?! Aku udah rapi loh?"

Diantar oleh Al dan Juna ke sekolah membuat energi Iya' benar-benar penuh hari ini. Meskipun ia berharap diantar oleh ayahnya namun mustahil karena pria paruh baya itu sedang melakukan perjalanan bisnis ke luar kota selama seminggu.

Sebelum memasuki gerbang, Iya' terlebih dahulu menghampiri halte tempat dirinya dan Asa sering bertemu. Namun, langkah kaki yang maju dengan riang itu berubah menjadi langkah yang pelan saat menyadari lelaki itu tidak ada disana. Entah kenapa ia merasa sedikit kecewa.

Namun, ia kembali sadar Asa mungkin saja punya urusan lain atau sudah berangkat ke sekolah sehingga tak sempat untuk mampir seperti biasanya. Meskipun Iya' masih berharap lelaki itu menemuinya disaat perasaannya sedang bagus. Tidak seperti biasa, bertemu saat Iya' sedang sedih.

Mungkin itu juga alasan Asa menyemangatinya lebih awal semalam saat lelaki itu mengantarnya pulang.

***

Dalam hidup, apa yang kamu usahakan maka yang terbaik juga yang kamu dapatkan. Selama hidupnya ini salah satu bagian dari yang terbaik itu bagi Iya'. Tiba di Jakarta ia mulai memperjuangkan segalanya dari pagi hingga sore menjelang, hasil yang keluar menyatakan bahwa ia dan tim biologinya berhasil maju ke babak final.

Tidak ada lagi beban yang menumpuk untuk sementara karena babak final akan dimulai beberapa minggu lagi. Iya' kini berada pada warung makan cepat saji bersama guru pendamping serta teman-teman yang juga merupakan perwakilan sekolah. Makan malam bersama sebelum melanjutkan perjalanan pulang menuju Bandung.

Mata Iya' tak henti-henti menatap ke layar ponsel, berharap pesan atau telepon dari seseorang. Asa, ia mengharapkan lelaki itu menanyakan kabarnya. Namun, ruang pesan masih sama hanya menampakkan deretan pesan yang terjadi hari-hari kemarin.

Detik, menit hingga jam. Perih mata menatap layar ponsel yang tak menunjukkan hasil apapun. Meskipun saudara-saudaranya, Toro dan keluarganya hingga grup lesnya ramai, satu per satu mengiriminya pesan selamat namun bukan itu yang diinginkannya.

Harsa di Kaki LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang