11. Lost

30 7 2
                                    

"Suatu saat yang hanya menjadi bayang-bayang bisa menjadi nyata. Semoga. Setiap harapan melebur menjadi kenyataan. Dan yang sedang kehilangan dirinya sendiri, segera berdamai dengan dirinya sendiri"

***

Dalam ruang sepinya dengan cahaya minim tak mampu menenggelamkan suaranya yang terlara-lara. Isakan yang penuh dengan kesedihan. Kerja semesta benar-benar berlawanan dengan inginnya hari ini. Cukuplah sabar ia untuk kemarin, menanti hati yang keras itu kembali melunak. Namun, hari ini runtuhlah pertahanannya.

Dalam hatinya, tak sampai hati menyumpah serapahi setiap hal yang bukan dari ekspektasinya. Bahkan perubahan yang ia inginkan belum sempat ia mulai, kini kembali hanya menjadi jalan cadangan lain.

Iya' menahan suaranya. Tak ingin siapapun mendengar raungan sedihnya. Di atas kasur dengan menutup seluruh tubuhnya menggunakan selimut. Menerka kesalahan apa di masa lalu hingga berdampak dengan masa depannya yang kini begitu menyedihkan. Mundur salah, maju pun salah. Jika ia menyerah maka kesalahan tetap tertuju pada dirinya, namun apa bedanya dengan maju jika masih menjadi bayang-bayang saja.

Berapa kali ia tiba pada fase ini, sungguh tidak terhitung banyaknya. Tiba di jalan berlika-liku, bingung, hilang arah hingga membiarkannya tersesat. Menangis di ujung jalan seorang diri tanpa siapapun yang mengulurkan tangan.

Dari luar kamar beberapa kali terdengar ketukan dan panggilan Alaska maupun Juna membujuk Iya' untuk membuka pintu kamarnya. Gadis itu, sejak kejadian tadi memang mengurung diri dikamar, bergeming. Iya' paham kedua saudaranya khawatir, tapi dirinya benar-benar membutuhkan waktu untuk sendiri.

Butuh waktu untuk memutuskan, apakah benar jika ia kembali menggunakan topeng manusia lainnya atau tetap membiarkan dirinya yang asli terbang bebas mencari tujuannya sendiri.

Ponsel yang berada diatas nakas berdering. Namun Iya' abaikan. Berkali-kali benda pipih itu terus mencari perhatian hingga telinga Iya' risih langsung menjawabnya.

Tidak ada suara diseberang sana. Dengan air mata yang masih mengenang Iya' berusaha memperjelas siapa yang menghubunginya. Terlihatlah nama kontak tersebut, 'Asa' dengan emoji robot.

"Halo?" Iya' berusaha menetralkan suaranya yang serak. Tak ingin lelaki itu tahu bahwa dirinya sekarang sedang menangis.

"Halo Ya'?"

"Iya Sa, kenapa?"

Hening kembali sejenak sebelum lelaki itu kembali berbicara, "kamu gak apa-apa?"

"Gak apa-apa, emang aku kenapa?"

"Suara kamu beda?"

Iya' terkekeh pelan, "beda kenapa? berubah kayak suaranya Taylor Swift?"

"Gak deh, mirip suaranya Galexia"

"Apadeh gak jelas"

Terdengar kekehan diseberang sana serta petikan gitar pelan, "mau request gak? Malam ini aku mau live nyanyi untuk pengunjung"

"Kamu mau tampil dimana? Kafe?"

"di kamar Ya', pengunjungnya banyak nih Mr dan Ms Nyamuk serta satu pengunjung istimewa"

"Siapa?"

"Yang nanya"

Iya' mendengus. Asa aneh akhir-akhir ini, jadi sedikit menyebalkan. "Serius loh?"

"kan emang benar Ya', pengunjung istimewanya itu yang bertanya"

"Aku?"

"tuhkan nanya lagi, kepo banget. Buruan mau request apa? limited soalnya. Nyamuknya mulai memberontak nih karena penyanyinya gak nyanyi-nyanyi dari tadi"

Harsa di Kaki LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang