O6. di Jalan Pulang

31 11 6
                                    

"Apa benar semuanya akan baik-baik saja?"

***

"Kasian ya Sa'. Bagaimana bisa aku sama dia ketemu hari ini dengan nasib yang sama. Gak punya tujuan bahkan gak ada afeksi. Dia pasti mau pulang, tapi gak tau rumahnya ada dimana dan gak tau siapa yang mau menerimanya,

Kamu tau Sa? Cara seseorang menemukan rumahnya yang hilang?"

Lirihan gadis itu membuat Asa mendelik bingung. Ia mengangkat kedua alisnya menatap penasaran pada Iya' yang masih berjongkok dengan tangannya yang sebelumnya digunakan sebagai wadah makanan kucing kini beralih mengelus memberikan kenyamanan.

Sebuah dering dari ponsel Iya' berbunyi menampilkan pesan dari seseorang yang ia harap bisa menerimanya kembali,

"Ayah?"

'Kamu diluar kan? jangan pulang kerumah dulu, ada kolega saya yang datang berkunjung. Jangan sampai nama besar saya tercoreng karena kamu'

Iya' meringis, lantas menghapus air matanya yang turun tiba-tiba menggunakan lengannya. Dan semua itu tak luput dari pengamatan Asa.

Menoleh dengan tatapan sayunya, Iya' bertanya pada Asa dengan suara seraknya "buru-buru banget?"

"hm?" namun Asa lantas menggeleng cepat saat mengerti Iya' butuh waktu sekarang. Entah masalah apa yang menimpa gadis itu sehingga ia tak ingin pulang, Asa tahu Iya' tidak baik-baik saja. Namun, lagi-lagi ia merasa kaku, tidak tahu harus berbuat apa.

Dengan perasaan terpaksa Iya' meninggalkan si kucing tentunya setelah memberikan tambahan makanan pada wadah kertas yang ia robek dari bukunya tadi.

Berjalan berdampingan dengan Asa, keduanya masih terdiam. Asa sedang bergelut dengan pikirannya, memikirkan bagaimana caranya memberikan kalimat penenang untuk orang yang sedang sedih.

"Sa, kalau dipikir-pikir akhir-akhir ini kita sering ketemu saat matahari baru saja datang dan ketemu lagi saat matahari udah mau pulang, kenapa ya?"

"mungkin memang sudah alurnya" jawab Asa dengan intonasi datarnya, beralih menatap Iya' sekilas lalu kembali menatap kedepan. "Alur untuk pertemuan manusia"

Hening sesaat. Keduanya hanya berjalan lurus melewati trotoar, sibuk dengan pikiran masing-masing. Berjalan mendorong sepeda merasakan hembusan lembut angin petang sedang Iya' masih sesekali terlihat menghapus air mata yang menetes di ekor matanya.

"Sa, mau kemana?"

"hm?" Asa diam sebentar tidak tahu juga mau kemana saat ini hingga suatu tempat terbesit di pikirannya.

Asa dan Iya' kini berada pada sebuah bangunan yang terbengkalai, sudah tak digunakan. Memarkirkan sepedanya pada basement lalu mengajak Iya' naik melalui tangga yang terletak dibagian luar bangunan menuju ke atap.

Dengan toples ikan yang berada dipelukannya sesekali Asa menoleh memastikan Iya' di belakangnya tak tertinggal.

"gak apa-apa kesini?" tanya Iya' sedikit takut pemilik bangunan melarang siapapun untuk menggunakan tempat tersebut.

Asa menggeleng, "Gak apa-apa. Bisa naikkan?" tanyanya karena atap berada pada lantai ke 8 yang dijawab anggukan oleh Iya'.

Sesampainya di atap mereka disuguhi oleh pemandangan yang indah. Langit yang terlihat sangat luas, serta atap yang mulai ditumbuhi rumput liar serta bunga daisy membuatnya terlihat seperti taman. Dari atas sini, keduanya menikmati luasnya kota.

Iya' terkesima, matanya berbinar. Menyusuri sisi atap yang berantakan tapi masih layak sebagai tempat bersinggah.

Asa menepuk kursi kayu yang terletak disana memanggil Iya' agar gadis itu duduk disana sedang dirinya masih berjongkok sibuk memberi makan ikannya.

Harsa di Kaki LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang