O1. Rangkaian Alur

109 17 5
                                    

"Karna pada dasarnya, akan ada banyak hal yang terjadi setiap detiknya seperti sebuah perjumpaan asing sesama manusia"

***

Iringan lagu dari the trees and the wild yang berjudul Empati Tamako mengiringi pagi. Mengalun melalui walkman seorang gadis yang sedikit tergesa mengayuh pedal sepedanya. Mengejar waktu seraya merutuki diri sendiri karena terlambat bangun hari ini. Matahari yang kadang ia sapa kini ia acuhkan. Sesekali ia melirik jam tangan yang melingkar di lengan kanannya, menghela nafas lelah dan kembali mempercepat laju sepedanya.

Namun gadis itu lengah hingga terjatuh. Dengan ringisan ia menoleh memastikan apa yang tadi ditabraknya. Matanya terbelalak dengan sedikit pincang ia menghampiri seorang lelaki yang sedang berjongkok memunguti kameranya yang terjatuh dengan beberapa bagian yang hancur.

"Kameranya rusak? astaga" panik gadis itu, meraih kamera dari lelaki dihadapannya melihat bagian-bagian yang pecah. Mencoba menekan tombol untuk menyalakan namun kamera tersebut tak kunjung menyala. Rusak, kini terlintas di kepalanya.

Dengan ekspresi panik cemasnya, takut-takut menatap lelaki yang berdiri didepannya yang kini menatapnya tanpa ekspresi.

"Duh, aku minta maaf banget tadi buru-buru jadi gak sengaja nyenggol kamu"

Lelaki dihadapannya tidak membalas, tatapan datar masih bertahan di wajahnya.

"Please, jangan marah. Aku bakal tanggung jawab kok, serius!"

"Mau ganti rugi?"

Mendengar lelaki itu bertanya buru-buru gadis itu mengiyakan.

"Serius aku mau ganti rugi. Tapi boleh gak sekarang gak?" tanyanya ragu membuat lelaki dihadapannya itu mengangkat alisnya bingung.

"Kameranya pasti mahal banget, uang jajanku bulan ini belum cair" gumamnya pelan tapi buru-buru gadis itu menggeleng lantas berkata, "kalau barang berhargaku aku kasih ke kamu sebagai jaminan gimana?"

Lelaki itu menatapnya tak mengerti.

"Gini, walkman ku baru umur 3 tahun kok, 3 tahun lalu harganya juga mahal tapi gak tau sekarang" ujarnya memberikan walkmannya. Kemudian membuka tasnya berharap ada benda lain yang lebih berharga namun ia menghela nafas kemudian, isinya hanya tumpukan buku.

Gadis itu kemudian membuka dompetnya berharap masih ada beberapa lembar uang untuk tambahan jaminannya namun kembali menghela nafas saat melihat hanya tersisa sedikit untuk kebutuhannya jika ingin jajan disekolah.

"Kartu perpustakaan juga sangat berharga bagiku, tapi gak mungkin kan aku kasih ini. No library no life" gadis itu terus-terusan bergumam sendirinya tanpa mempedulikan lelaki yang ditabraknya tadi kini menatapnya aneh.

"Nah! Sepedaku juga jadi tersangka kan, aku kasih sepedaku sebagai tambahan jaminannya" ujar gadis itu mendorong sepedanya secara tiba-tiba sehingga mau tidak mau lelaki itu memeganginya.

"Catat nomormu disini boleh? biar aku hubungi kalau kameranya udah dapat" gadis itu memberikan ponselnya yang diterima ragu-ragu oleh lelaki itu, hanya mencatat nomor ponsel tanpa mencatat namanya membuat gadis itu mengerutkan keningnya bertanya-tanya.

"Namamu?"

"Asa"

"Salam kenal Asa, aku Iya'" balas Iya dengan senyum lebarnya. Namun kembali panik saat mengingat sesuatu, "duh udah dulu ya Sa, sekali lagi aku minta maaf banget seratus kali. Aku duluan, udah telat banget" pamit Iya' lalu berlari namun baru beberapa langkah ia berhenti dan kembali ke tempat Asa yang masih memandanginya dengan tatapan datarnya.

Harsa di Kaki LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang