Malam hari jam setengah sepuluh saat itu semuanya berkumpul di ruang tengah. Layaknya keluarga sungguhan yang utuh. Sambil menyaksikan bersama sebuah acara yang ditampilkan di TV LED berukuran 40 inch. Kuchel sebagai ibu, Levi sebagai kakak, dan Petra sebagai adik. Kuchel dan Petra duduk saling bersebelahan dalam satu sofa. Tapi tidak dengan Levi, pria kelam itu duduk di sofa lain agak berjauhan dengan mereka. Sambil asyik memainkan ponsel miliknya.
"Kau masih sakit, Petra?" tanya Kuchel kepada anak angkatnya. Melihat Petra mengenakan baju rajut tebal sampai menutupi leher. Bukan tanpa alasan Petra melakukan itu, itu karena bercak merah yang dibuat Levi belum juga hilang.
"Iya, bu. Aku masih tidak enak badan. Tapi jangan khawatir, besok juga pasti akan sembuh." balas Petra tersenyum.
"Kenapa tidak coba ke dokter saja?" Kuchel menawarkan. "Ibu takut kau kenapa-kenapa."
Kepala Petra menggeleng spontan, "tidak usah. Ini hanya tidak enak badan biasa, aku sudah hampir sering merasakan ini."
"Benarkah? Kau tidak bohong pada ibu, kan?"
"Tidak bu." Petra masih tersenyum.
Jujur saja Kuchel terpesona melihat ukiran senyuman Petra. Wanita itu merasa beruntung karena sudah membawa Petra kerumahnya. Petra sangat cantik, manis, dan imut. Kuchel tak salah pilih.
Disisi lain, Levi tak tertarik sama sekali dengan perbincangan antara ibu serta adik angkatnya itu. Menganggap mereka seolah tak ada disana. Pria itu sibuk bertukar pesan bersama sahabatnya, Hanji, melalui media sosial whatsapp.
Jujur saja.. Aku sampai tidak bisa tidur gara-gara penasaran dengan wajah adikmu. Tolonglah berikan aku izin satu kali saja untuk datang kerumahmu.. Boleh ya? Pleaseee..
Levi mendecih kesal. Pasalnya bukan sekali dua kali Hanji mengatakan itu, Levi sudah bosan dan muak meladeninya. Bahkan Hanji juga terus mengatakan hal yang sama di telepon sampai membuat kupingnya terasa panas.
Tidak boleh! Aku tidak ingin menambah masalah dirumahku. Aku tidak ingin kejadian lama terulang kembali dimana kau merusak vacuum cleaner-ku dan memecahkan pot bunga milik ibu. Satu lagi, dia bukan adikku.
Tak lama kemudian balasan dari Hanji muncul. Levi membacanya melalui layar notifikasi.
Ayolah, Lev.. Itu kan sudah lama.. Lagipula aku sudah menggantinya dengan yang baru, benar kan? Pleaseee... Sekali saja..
Tetap tidak boleh!
Levi membanting ponselnya ke atas sofa. Mengabaikan pesan Hanji. Tapi ternyata itu tak dapat membantunya, karena Hanji malah terus menelponnya dan berhasil membuat kepala pria Ackerman tersebut pening.
Kacamata sialan! Apa maumu, hah?
Sudah berapa kali aku bilang aku ingin bertemu dengan adikmu. Untuk kali ini saja aku janji.. Setelah itu aku tidak akan datang lagi kerumahmu.
Tidak boleh!
Di seberang sana, Hanji menghela nafas kesal karena Levi tak kunjung memberinya izin. Bukan hal aneh lagi bagi Hanji, Levi memang keras kepala. Sahabatnya yang satu ini selalu tak berubah sejak dulu. Sejak mereka baru kenal ketika masih duduk di bangku sekolah dasar.
Wanita itu menuangkan sake kedalam gelas kecil di hadapannya kemudian meneguk minuman beralkohol tersebut menuju kerongkongannya. Dilanjutkan dengan menghisap sebatang rokok yang sudah tinggal setengah. Merupakan kebiasaan buruk Hanji merokok dan meminum alkohol secara bersamaan.
Bibir coklat-kemerahan wanita itu tiba-tiba menyeringai seperti orang gila. Satu-satunya ide ampuh agar mendapat izin Levi baru muncul dibenaknya. Sial, kenapa baru terpikirkan sekarang.. Gerutu Hanji dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Cutie Sister
Fanfiction(21+) Awalnya Levi benci dengan kehadiran bocah pendek itu. Levi tidak ingin ada orang lain dirumahnya selain ibunya. Tapi tak disangka ternyata rasa benci itu berubah menjadi rasa suka. Bukan hanya rasa suka, namun ada perasaan lain seperti gairah...