18+
POV: Jay
Dari sekian banyak pertanyaan di kepalaku. Emosi menuntunku mengatakan hal yang salah. Seharusnya aku tak bicara seperti itu. Seharusnya aku bisa lebih lembut.
Tanpa sadar aku meninggikan suaraku, membuat Sunoo terdiam. Matanya memantulkan refleksi bahwa aku memang boleh menumpahkan amarah padanya.
Aku bukan kesal. Aku hanya kaget. Untuk menghakimi pun aku tak berhak.
"Kami berdua mabuk, aku setengah sadar pada awalnya, sedangkan dia, mungkin nggak sadar sama sekali. Aku... sempat ingin memberi tahu Sunghoon, tapi sekarang tidak."
Sunoo mengambil dua tanganku, menggenggamnya erat dan ia menatap mataku. "Aku janji nggak akan muncul di hadapan Sunghoon dengan anak ini. Aku ngerti gimana perjuangan kalian sehingga dia bisa ada di posisi ini."
Rasanya seperti jatuh terdorong dari pinggir kolam. Aku tidak siap dan tenggelam, menghirup banyak air yang membuatku sesak.
Air itu, Kim Sunoo.
Semakin ia bicara, semakin pedih yang kurasa. Ia kesusahan sendirian namun masih memikirkan kami.
Aliran air kecil tercipta di pipinya yang bersemu, Sunoo menangis sambil menempelkan tanganku yang sudah terkait, di dahinya.
"Maaf..."Aku segera berdiri dan merengkuh tubuhnya. Sang raga yang kemarin lemah tak berdaya dan aku lah penyebabnya. Tidak ada yang perlu ku maafkan karena Sunoo tak berbuat salah.
Aku yang paling salah disini. Andai saja malam itu aku tidak menyuruh Sunoo di kamarku untuk istirahat, ini semua tidak akan tejadi. Untuk menyebut adikku seorang yang brengsek karena telah meniduri temanku pun aku tak bisa. Sunghoon mabuk saat itu dan kebiasaannya adalah mengacau saat tidak sadarkan diri, aku juga tahu itu, makanya kami lebih suka minum di dalam rumah dibanding di bar atau club. Harusnya aku juga menyadari kalau kebiasaan kami ini bisa mengundang bahaya bagi orang yang bersama kami saat itu. Sunoo adalah buktinya.
Aku ikut menangis, tapi segera kuseka agar Sunoo tak melihatnya. Kami berdiam cukup lama. Otakku memikirkan cara agar aku tak salah bicara lagi.
"Aku minta maaf karena kamu kesulitan sendirian selama ini..." kataku dan Sunoo semakin menenggelamkan wajahnya di dadaku setelah ku mengatakannya.
"Nggak apa-apa" jawabnya yang membuatku otomatis berdecih. Aku membawa tubuhnya berjarak dariku.
"Beritahu aja Sunghoon kalau kamu maunya gitu" Kini aku sudah bisa mengontrol ekspresiku.
Sunoo menghela nafas setelahnya, "Nggak..."
"If that gonna make you feel better"
"Not again, Jay."
"Kenapa? I'm with you, don't be afraid."
"Kalo aku takut, aku gak akan ke bandara kemarin buat nemuin dia." Sunoo tertawa miris.
"So...?"
Ia membuang muka, menatap manapun asal bukan aku, "He don't want a baby."
Aku cukup terkejut mendengarnya, namun tetap kudengarkan Sunoo bicara.
"I saw him with a girl, nggak sengaja denger kalau dia hamil. Tapi Sunghoon nggak mau terima, dia nggak ngerasa nglakuin itu karena he just came a month ago dan umur janinnya lebih dari itu. Awalnya aku tetep mau bilang, aku bisa jelasin juga usia bayi ini. But when he said he don't want a baby, I decide to leave."
"Sunghoon tuh orangnya gak bisa di tebak..." Aku tak bermaksud membela Sunghoon tapi aku mengenal adikku, termasuk bagaimana ia mengambil keputusan yang kadang aku sendiri tidak tau bagaimana cara kerja otaknya. Jika Sunoo bilang, mungkin saja Sunghoon akan memikirkannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Very Bestfriend
FanfictionKim Sunoo tak pernah menyangka gelap mata yang ia lakukan dengan Sunghoon, adik dari teman baiknya, Jay, membawanya ke ujung dilema kehidupan. Kabar kehamilan yang tak diharapkan dengan segala pemikiran buruk membuatnya frustasi. Saat itulah Jay had...