.
.
.
.
.
.
Sudah sekitar tiga kali Krisna menoba menghubungi Johnny hari ini, tapi rekannya itu masih belum juga menjawab. Padahal ada hal yang amat sangat ingin dia tanyakan padanya perkara surat pengunduran diri yang Ia lihat di meja Dekan tadi pagi. Krisna memang beberapa hari berada di luar kota jadi tidak tahu-menahu perkara yang sedang terjadi.
"Jo!" Seru Krisna untuk mencoba menghentikan Johnny yang tampak sedang menenteng kardus berisi tumpukan barang.
"Kon arep nang ndi?" (Lo mau kemana?) Tanya Krisna ketika jarak mereka sudah tinggal lima meter.
"Mau pulang Pak." Jawa Johnny dengan senyum tipis.
"Loh, bentar. Kamu serius? Kok tiba-tiba banget Jo?" Krisna panik.
"Udah agak lama kejadiannya Pak. Saya memang belum sempat cerita."
"Lho? Sek ... Ini ada kaitannya sama Yola pasti? Kenapa? Kamu mau nikah sama Yola?" Tanya Krisna penasaran.
"Ayo deh ngobrol diluar kampus Pak. Sekalian aku juga mau nitip sesuatu."
Berhubung sekarang juga sudah sore, Krisna setuju diajak ke sebuah kedai kopi terkenal dekat kampus.
"Piye? Enek opo?" (Gimana? Ada apa?) Krisna bertanya setelah menyeruput kopinya sekali.
"Nanti mahasiswa bimbinganku mungkin bakal dialihkan ke Bu Rosa sama sampeyan Pak Kris." Johnny mengawali.
"Loh jangan langsung ke situ. Aku mau nanya alasan kamu resign dulu." Krisna mengejar pertanyaan.
Agak lama Johnny diam, seolah memantapkan hatinya sebelum benar-benar bicara.
"Bulan Oktober lalu, aku baru tahu kalau Yola hamil Pak." Krisna melongo. Kalau perkara begini jelas hawanya negatif. Pantesan raut sumringah yang dulu pernah nampak di muka Johnny itu tidak ada lagi selama beberapa bulan terakhir.
"Aku putus sama Yola udah dari awal bimbingan skripsi." Tuh kan! Benar tebakan Krisna. Pasti ada kisah rumit yang mendasari setiap perubahan sikap Johnny, bahkan sampai nekat resign begini.
Johnny kemudian secara blak-blakan bercerita tentang prahara yang menerpa hubungannya dengan Yola. Termasuk satu kejadian paling fatal yang terjadi sewaktu Yola masih KKN dulu, juga alasan kenapa bulan Oktober lalu Johnny datang ke kampus dengan lebam di wajah dan hidung di perban.
Krisna sampai bingung harus menanggapi bagaimana, soalnya baik posisi Yola maupun Johnny sekarang juga sama-sama rumit. Yola mungkin memang sudah terbebas dari bakal kecurigaan orang-orang karena janin di rahimnya sudah diangkat, tapi luka hati yang ditimbulkan dari semua rentetan peristiwa ini jelas nggak mudah untuk sembuh.
"Aku nggak bisa ketemu Yola sejak kejadian itu Pak. Dia nggak mau ketemu aku, saudara dan teman-temannya pun juga nggak ada yang berani aku mintain tolong. Kembarannya Yola itu keras banget orangnya, jadi aku seolah nggak bisa apa-apa sampai sekarang." Johnny menunduk dengan raut penuh penyesalan.
"Aku ngerti kalau aku punya anak tepat di hari anak itu gugur Pak ... hancur hatiku ...."
Untuk pertamakalinya, Krisna melihat Johnny menitikkan air mata dengan suara yang bergetar. Matanya merah dan wajahnya tampak kuyu. Johnny yang biasanya Ia lihat sebagai pria yang bersemangat itu kini berubah menjadi begitu lemah dan rapuh. Nggak ada yang betulan bisa dilakukan Krisna selain memberikan dukungan moral. Mencoba menenangkan Johnny dan menjadi pendengar yang baik untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WE'VE GONE TOO FAR
Romance"... You can love him so much but still choose to say goodbye..." Ah, tadi itu kata-kata Tara Westover. Yola ingat kalimat yang menyertainya di belakang. "... You can miss a person everyday and still be glad, that they're no longer in your life." Sa...