Durham, 7 p.m.
Suasana yang tenang menyelimuti sepuluh orang--Albert, Louis, Sherlock, Moran, James, Herder, William beserta istri dan anak-anaknya--yang duduk mengelilingi meja makan. Jack, dibantu oleh Fred, meletakkan hidangan-hidangan makan malam yang telah ia siapkan sepenuh hati.
"Sekali lagi, kami menyambutmu dengan hangat, Amie." Ucap Albert membuka acara makan malam. Setelahnya dilanjutkan dengan obrolan-obrolan ringan sambil menyantap makanan yang dihidangkan. Tak berselang lama seusai Jannuar dan Jannette menyelesaikan piring mereka, keduanya menguap lebar-lebar. Melihat itu, para orang dewasa tersenyum kecil. Tak heran si kembar sudah mengantuk. Dalam keadaan lelah sehabis perjalanan yang lumayan jauh dan perut kenyang, siapa yang tidak akan mengantuk?
"Haha.. Sepertinya sudah ada yang mengantuk. Janu, Jane, kalian bisa beristirahat terlebih dahulu. Paman Jack telah menyiapkan kamar untuk kalian." Ujar Albert. Menanggapinya, Amie hendak bangkit untuk mengantar anak-anaknya ke kamar namun ditahan oleh William.
"Biar aku saja yang mengantar mereka," Ujar William sambil. Tidak ada yang memprotesnya. Bagaimana pun William juga tau seluk-beluk rumah ini.
Dengan Jannette berada dalam pelukannya, sementara Jannuar ia gandeng, ketiganya menghilang dibalik pintu ruang makan. Amie menunggu sejenak hingga langkah kaki mereka tidak terdengar lagi sebelum membuka mulutnya.
"Sebelumnya, terima kasih telah menerimaku dengan sangat hangat sebagai keluarga dan istri Willy. Aku tidak tahu apakah ini keputusan yang tepat untuk membawa Willy kembali ke London." Amie terdiam sejenak sebelum melanjutkan, "Kalian pasti tahu apa yang mungkin Willy khawatirkan. Namun aku tidak ingin keberadaanku dan anak-anak menghalanginya untuk bertemu kalian. Bagaimana pun juga, kalian adalah orang-orang yang berharga bagi Willy..."
Louis yang pertama merespon dengan penuh semangat, hatinya sudah 100% tercuri dan menerima Amie. "Kau tidak perlu khawatir, kakak ipar! Kami juga akan memastikan semuanya baik-baik saja. Kami tidak akan membiarkan sesuatu yang buruk terjadi kepada kalian!"
Ucapan Amie disambut anggukan yang lainnya. Amie balas tersenyum berterima kasih.
Kemudian topik beralih ke bagaimana keduanya bertemu dan akhirnya bersama--sebuah topik yang sangat ingin diketahui oleh banyak orang. Amie dengan santai menceritakannya.
Tak lama kemudian, William kembali bergabung. Melihat atmosfer yang sangat harmonis membuatnya tak tahan untuk bertanya, "Apa yang sedang kalian bicarakan?"
Kali ini Moran yang menjawab, "Kami sedang mendengarkan kisah romantis di mana ada seorang pria yang pergi merantau jauh dan berhasil mendapatkan hati seorang gadis tanpa berbuat apa pun."
Jawaban Moran membuat yang lain terkekeh.
"Ahh, tapi aku penasaran," Ungkap Jack sambil menyisir jenggotnya dengan jari-jarinya yang kurus. "Apakah pada akhirnya Tuan William lah yang membongkar identitasnya padamu, Nyonya Amie?"
"Sebenarnya, aku tidak melakukannya. Aku juga tidak tahu bagaimana nona muda polos itu bisa mengetahuinya. Tiba-tiba suatu hari ia menodongku dengan sebuah pertanyaan: Kau adalah Profesor Moriarty itu, sang raja kejahatan, kan?'" Jawaban William yang sangat di luar ekspetasi membuat mereka melongo.
Amie tertawa renyah sebelum menanggapi, "Sebenarnya aku hanya menebak-nebak. Siapa sangka tebakanku benar~"
"Tapi tidak mungkin kau asal menebak. Pasti ada hal yang membuatmu berpikir demikian, bukan?" Tanya James tak bisa menyembunyikan rasa penasaran.
Alih-alih Amie, Sherlock angkat bicara, "Jika itu tujuh tahun yang lalu, kurasa Sherlock Holmes: The Final Problem sedang tenar-tenarnya. Tapi tak kusangka kau bisa mengetahuinya dari sana."
Senyum Amie terajut sambil mengedikkan bahu dengan santai, "Entahlah, mungkin itu yang orang-orang sebut dengan intuisi? Kurasa aku memiliki intuisi yang baik, tapi tentu saja tak sebaik intuisi milik Detektif ternama Sherlock Holmes."
"Benarkah? Aku belum pernah melihatnya langsung jadi aku tidak bisa menilai." ujar Sherlock sambil mengangkat sebelah alisnya, sedikit memberikan provokasi.
Menyadari provokasinya, Amie tersenyum kecil dan bergumam, "Kalau begitu... Tuan James Bond,"
"Eh? Aku? Kenapa??" James jelas terkejut tiba-tiba namanya disebut. Pasalnya sedari tadi ia hanya diam menjadi penonton.
Tanpa memedulikan raut bingung dari pemuda bernama James Bond itu, Amie melanjutkan dengan hati-hati, "Maaf jika pertanyaanku lancang, tapi kau sebenarnya seorang wanita, bukan?"
"................" Hening seketika menyelimuti ruang makan.
Yang paling syok tentu saja Irene tiba-tiba ditodong pertanyaan seperti itu. Ia menyapu sekilas wajah-wajah yang menatapnya lekat, seolah menunggu reaksinya apakah ia akan mengakuinya atau membantahnya. Namun saat sampai di William yang dilihatnya tersenyum kecil menahan tawa, pecahlah ketenangannya.
"Kenapa kau tertawa, Will?!"
"Ah, tidak, maaf, aku hanya merasa lucu. Mungkin seperti itu juga ekspresiku saat Amie bertanya padaku dulu." ujarnya sambil tertawa. Amie tersenyum lebar melihat William bisa tertawa lepas.
"Jadi benar kan dugaanku?" kejarnya.
"...Kau benar." ungkap Irene mengakui.
Pengakuan bernada pasrah memancing tawa semua orang. Acara makan malam yang menyenangkan terpaksa harus berakhir. Walau mereka ingin momen itu yang menyanangkan dan menenangkan hati itu berlangsung lebih lama, sayangnya setiap orang memiliki kesibukannya masing-masing. Mereka sudah harus kembali pada pekerjaan mereka di keesokkan hari.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
[HIATUS] Lembaran Baru (Moriarty the Patriot)
FanfictionSetelah kejadian itu, ketika kota London menjadi lautan api, William James Moriarty menghilang. Mereka yang ditinggalkan terus menjalani hidup, berusaha menebus dosa-dosa mereka sambil meyakini dalam hati bahwa William berhasil selamat dan tinggal d...