ALMADEO SECOND LIFE
•••DEO
•••
"DEO!!" Teriakan guru gendut dengan kepala runcing itu memekakkan telinga bagi sang pendengar.
"SAYA PAK!" Yang dipanggil mengacungkan jari telunjuknya tinggi-tinggi dengan senyum tengilnya.
"SINI KAMU!" Dengan marah, guru itu menghampiri objek yang sedang hormat di tiang bendera.
"GAMAU, MASIH DI HUKUM" Mulutnya mangap-mangap karena wajahnya mendongak menatap sang guru dari lantai dua di sekolahnya.
"SINI!" Perintahnya lagi.
Yang di panggil Deo itu berlari ke arah guru yang memanggilnya tadi.
Ia tergesa-gesa bukan karena takut dimarahi, melainkan harus ke kantin untuk sarapan karena sebentar lagi susu kesukaannya akan habis karena jam istirahat akan tiba, mengingat para makhluk SMA ini brutal.
"Apa pak?" Guru itu berdacak sebal dengan kelakuan Murid langganan kantin ini.
Langganan kantin? Iya. Karena langganan BK udah banyak book lain yang nulis.
Hestek Berani beda.
"Kenapa kamu jawab Essay ini dengan jawaban 'benar' ?"
Deo menautkan alisnya dan menggaruk sedikit pelipisnya.
"Ya kan itu disuruh jawab dengan Benar" Guru berkepala runcing itu menghela nafas pelan.
"Ini udah penilaian Akhir tahun lho nak ... Kalau kamu begini terus, bisa-bisa kamu ga lulus" Guru itu mencoba sabar dan meredam emosinya yang sudah di ujung kaki.
Yang dinasehati mengangguk-anggukan kepalanya cepat.
"Iya ... Ya udah ga usah lulus" Jawabnya dengan enteng.
"Bapak ... Bapak tau kamu Tolol, tapi jangan goblog juga ... "
"Apa si bapak bisa aja" Ucapnya dengan tangan melambai alay.
Kring
Bel istirahat bunyi dan itu membuat mata Deo berbinar cerah.
"Yeay!! Udah ah pak, nanti lagi. Saya mau minum susu dulu" Kakinya dilangkahkan lebar dengan senyumnya.
Padahal kan hanya susu ...
"DEO! SINI! BALIK! SAYA BELOM SELESAI YANG MARAH!"
"GAMAU, TAKUT!"
---
Deo, pemuda berumur tujuh belas tahun dengan segala tingkah laku ajaibnya.
Penyuka susu coklat dan menyukai hal apapun yang berhubungan dengan olahraga. Maksudnya yang ngeluarin keringet gitu dia suka.
Menduduki dibangku SMA kelas sepuluh karena ketololannya yang sudah sedari dulu mendarah daging.
Tinggal kelas dua kali saat kelas lima SD dan delapan SMP.
Hidupnya terlalu bebas karena ketiadaan seorang yang menjadi pengatur hidupnya.
Atau sebut saja dia tidak punya orang tua.
Tinggal sendiri di kontrakan sempit dengan berpenghasilan sedikit karena kerjanya yang menjadi kuli bangunan.
Kok boleh? Ya gatau.
Dia menikmati semua itu dengan senyum andalannya.
Senyum gigi gingsulnya yang selalu ia perlihatkan menenangkan semua orang yang melihatnya.
Memiliki nama lengkap ...
Deooooooooo
Serius, hanya Deo. Tidak ada kelanjutan apapun. Hanya tiga huruf.
Untuk pertanyaan mengapa ia tidak berhenti sekolah saja, karena ia tidak mau.
Begitu-begitu dia itu siswa pantang menyerah loh.
Ia ingin membuktikan bahwa hanya dengan bekerja sebagai kuli bangunan, dia akan berhasil menjadi kuli pabrik.
Lihat, betapa tololnya dia.
Deo yang hanya membeli satu kotak susu coklat itu menghampiri sebuah bangku dan segera meminum minuman favoritenya.
"Kalo dikerja ga dapet susu, dapetnya sebat sama teh. Ga seru ah"
Uang sakunya yang hanya lima ribu per dua hari sudah habis karena sekotak susu ukuran dua ratus mililiter ini.
Acara minumnya yang khidmat berubah menjadi acara yang sedikit tidak masuk akal karena sebuah kucing yang tiba-tiba muncul di hadapannya.
"Weh! Kucing?" bukannya takut karena hal misterius itu, dia malah menanyakan hal yang tidak usah ditanyakan.
"Sistem mendeteksi jiwa yang cocok"
"Hah? Bisa bicara?"
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
Almadeo Second Life [End]
FantasíaBL ya met --- "Duh, gue dimana?" Ia mengusap keningnya yang tiba-tiba nyut-nyutan. "Ibu ... --" Kata-katanya terhenti karena ia mengingat sesuatu. "Eh lupa, ga punya" Ia mengusap kembali keningnya dan berdiri. --- Tentang Deo dan ketololannya yan...