Maafnya Ego Tinggi

2.3K 386 3
                                    

ALMADEO SECOND LIFE
•••

MAAFNYA EGO TINGGI

•••

"Pangeran" Deo terlonjak kaget.

Terlihat seseorang yang memiliki wajah sama persis dengannya dan memakai pakaian pangeran dengan mata sayunya.

"Siapa kau?" Deo menatapnya dengan curiga.

Bisa menebak?

Dia Almadeo.

"Pangeran, saya adalah Almadeo ..." Jelasnya yang membuat mata Deo melotot tak percaya. Bukankah dia sudah tiada?

"Saya ingin menyampaikan sesuatu untukmu" Deo menaikkan alisnya. Sungguh, dia masih sangat takut.

Deo terbelak saat Almadeo berlutut dihadapannya. "saya mohon maaf karena telah menggantikan posisimu sebagai pangeran Barsoom saat itu" Kepalanya ia tundukkan ke bawah. Tangan kanan yang tertumpu pada lutut itu melemas.

"Saya hanya orang asing yang masuk ke dalam kehidupanmu ... saya mohon maaf Pangeran, saya tidak berniat menggantikanmu dan menarik seluruh perhatianmu" Almadeo masih menatap ke bawah.

Bahkan Almadeo yang terkenal pendiam dan malas itu menurunkan egonya untuk meminta maaf pada Deo kan? Karena dia saat ini masih merasa bersalah.

"Saya bukan ingin menghancurkan hidupmu saat pergantian dimensi. Saya hanya tidak mengerti saat itu, saya belum paham akan apapun" Deo tak bisa berkata.

"Saya patut untuk tidak dimaafkan Pangeran ... saya juga berhak menerima hukuman akhirat darimu" Deo terdiam.

"Pangeran, jika anda berkenan ... saya dapat mengabulkan permintaan apapun untuk anda saat ini. Saya tidak merasa keberatan sama sekali" Deo menghela nafas lelah.

"Almadeo? Benarkan namamu itu?" Almadeo mengangguk.

"Aku akan memberimu permintaan seminggu kedepan, jadi tolong datang lagi ya?" Almadeo semakin menunduk.

"Baik pangeran ... ku"

Deo tersenyum. "Aku yakin, ini adalah permintaan yang pertama dan terakhir dariku untukmu. Aku akan sangat bahagia dan mungkin seluruh daratan juga sangat bahagia untuk itu bilamana kau mengabulkan permintaanku" Almadeo mengangguk mantap.

"Saya menantikannya Pangeranku"

---

Tiba-tiba Deo terbangun di dalam ruangan asing yang menurutnya sangat keren. "Kau sudah bangun Deo?" Deo menatap kaget Janendra yang tapat berada di depannya.

"Kenapa kau tidur lama sekali? Dari kemarin kau tak kunjung bangun" Janendra memeluk erat tubuh Deo yang masih linglung.

"Aku mimpi aneh ... tapi sedikit menyeramkan" Janendra menatap adik angkatnya itu.

"Apa yang kau impikan?" Deo hanya tersenyum kecil.

"Kurasa ini rahasia anatara aku dan dia" Jelasnya yang membuat Janendra bingung, dia mengangguk saja karena menghargai privasi dari adiknya.

Ah ... omong-omong adik ... "Deo kau bisa memanggilku kakak sekarang" Deo mengatupkan mulutnya.

"Oke ... kakak" Balasnya yang mendapat reaksi heran dari Janendra. Ia kira Deo akan bingung dan menanyakan kenapa dirinya harus memanggilnya dengan sebutan kakak.

"Baiklah aku tidak peduli ... Kau ingin makan apa sekarang?" Deo mengetuk dagunya pelan.

"Apapun yang kau masak aku mau" Janendra tentu saja melotot tak terima.

"Aku bahkan tidak bisa memasak!" Deo mengangkat bahunya acuh.

"Ya sudah aku tidak ingin makan" Deo bersedekap dada.

Janendra mengangguk kecil " Oke ... tidak usah makan kalau begitu" Deo mengangguk saja.

"Lagipula aku juga sudah terbiasa" gumamnya yang terdengar Janendra.

Janendra yang mendengar itu tiba-tiba merasa iba pada Deo menghela nafas kecil "Baik, ayo ku masakkan" Deo tersenyum sumringah.

Segeralah mereka menuju dapur dengan Janendra menggendong anak itu.

Sesampainya di apur, Janendra mendapat reaksi heran, terkejut, takut dan yang lainnya dari para pelayan yang bertugas di dapur.

"Pa-pangeran ... ma-makanan akan segera siap, an-anda tak perlu khawatir" Ucap terbata-bata sang kepala koki itu.

Janendra mendengus dan Deo terkekeh. "Kalian! Keluar, aku akan membuatkan makanan untuk adikku. Dan makanan yang sudah jadi kalian berikan pada ayah saja" Jelasnya yang membuat para pelayan ternganga.

"Pa—" Ucapan pelayan itu terhenti karena di tatap oleh Janendra dingin. Dan dengan segera mereka membereskan makanan itu serta pergi dari ruang kerja mereka

"Apa yang ingin kau makan?" tanyanya dengan memakai clemek.

Deo tertawa senang "Aku ingin telur goreng saja yang mudah" Janendra menganagguk.

Deo mengamati Janendra yang sedari tadi sibuk dengan kompornya "haha lucu sekali dia"

"HAH INI KENAPA MINYAK INI TERBANG KEMANA-MANA? AKU TIDAK BERSALAH SIALAN!" Janendra berteriak marah pada penggorengan.

"SIALAN WAJAHKU! ENYAH KAU BRENGSEK!" Deo tertawa kencang.

Dengan kesal, janendra mematikan kompor itu dan segera meniriskan karya yang sudah ia buat.

Dengan wajah yang babak belur dengan minyak, ia menyerahkan hasil karya buruk itu pada Deo.

Deo mengamati telur gosong pingir itu dengan wajah Janendra yang berada di deapannya. Seketika tawanya meledak. "HAHA WAJAHMU LUCU SEKALI!" janendra duduk di hadapannya.

"sudah, jangan dimakan ... itu tidak layak" Deo menghentikan tawanya.

"Aku akan memakannya, aku menghargai perjuanganmu membuat ini dan ... Terimakasih kakak" Telinga Janendra memerah dan pandangannya sekarang tak tentu arah.

"baik, selamat makan" Tangannya ia tepuk pelan dan mulai menyuap telur dengan nasi itu.

"Aku sangat beruntung Deo, bisa mengenalmu"

---

Almadeo Second Life [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang