Putri

2.1K 360 1
                                    

ALMADEO SECOND LIFE
•••

PUTRI.

•••


Hari ini hari dimana Deo bertemu dengan kelima putri.

Entah kesialan apa, yang pasti Deo tengah memegang pedang dan melawan putri tertua, Relia.

"Jancok"

Pedangnya ia pegang erat-erat sambari mengingat bagaimana Janendra melawan seseorang dengan itu.

Penonton lain seperti ke empat adik Relia dengan Felix beserta Reynon beserta anaknya.

Menatap dengan khawatir, Janendra mengepalkan tangannya pelan.

Saat gong berbunyi, Relia langsung menyerang Deo tanpa aba-aba.

Deo yang tidak siap tersungkur karena tolakan dari wanita ini.

Relia diam dengan pedang yang teracung di hadapan Deo.

"Tunggu-tunggu! Biarkan aku mempelajarinya dulu" Deo bangkit dan menepuk pelan bajunya.

Relia mengangkat alisnya, dia pikir bocah ini sudah menguasainya.

Deo memejamkan matanya dan kembali mengingat bagaimana Janendra melakukannya.

"Baik, aku sudah siap" Ucapnya yang mengundang tatapan penasaran dari penonton.

Ekspresi Deo tak lagi sama seperti tadi yang sepertinya tegang karena gugup. Sekarang, ia lebih tenang dan sedikit tersenyum.

Pedangnya juga teracung pada Relia.

"Hm?" Relia menyerngitkan dahinya pelan.

"Aku sudah siap tuan putri, kau hanya perlu menyerangku" Relia tersadar dari lamunannya.

Karena sudah diizinkan, Relia menyerang Deo sekali lagi. Dan sekarang Deo tak lagi tersungkur, melainkan menangkis seluruh serangan dari Relia.

"Mari adu ketahanan putri" Deo tersenyum kecil. Relia yang tak paham terus menyerang Deo dengan membabi buta.

Sedangkan di kursi penonton, Reynon tersenyum miring.

"Aku kan sudah bilang" Reynon mengangguk mendengar ucapan putranya.

"Lagipula apa itu? Meniru pola seranganku! Tch!" Janendra merotasikan bola matanya. Reynon kembalu memperhatikan Deo.

"Sepertinya iya ... " Ia baru sadar jika pola penyerangan Deo sama seperti anaknya.

"Ayah, aku ingin dia jadi anakmu dan adikku" Reynon terkekeh kecil.

"Itu sudah terjadi" Janendra menengok ke arah Ayahnya itu.

"Perutnya sudah ku tandai" Ah! Sepertinya Janendra paham.

Pukulan yang kemarin di layangkan ayahnya ini sudah memiliki sihir untuk mengikat seseorang, Janendra juga memilikinya, di dahi.

"Ya tidak dengan cara itu juga" Reynon hanya tersenyum kecil.

Senyum kecil itu kian melebar saat Relia kelelahan melawan Deo, dan sepertinya bocah itu menyerang putri yang sedari tadi menekannya.

"Tunggu! Itu kan pola serangan Relia!" Janendra terbelak.

Reynon hanya diam memperhatikan Deo yang sudah seperti Jendral Relia. Hm ... udah naik jabatan kok.

Felix hanya mampu terdiam memandangi Deo yang sekilas nampak seperti mendiang istrinya.

Saudara Relia yang lain juga terdiam melihatnya.

"Maaf tuan putri, aku meniru gerakanmu" Saat setelah Relia di kalahkan, Deo mengulurkan tanganya berniat membantu Relia yang sudah kelelahan.

Relia menengok ke arah tangan itu dan dengan sukarela menyambutnya.

Mereka berdiri berhadapan dan Deo menyerahkan pedang miliknya yang tadi digunakan "Itu pertandingan yang luar biasa! Aku harap tidak melawanmu lagi" Relia terkekeh kecil.

"Kau sangat hebat Deo, aku menantikan kekalahanmu" Ucapnya pelan, dan menerima pedang itu.

"Baik ... aku akan membuat diriku kalah lain kali" Relia dengan ragu mengusak kepala Deo pelan.

"Terimakasih, kau adalah lawanku yang setara" Deo mengangguk saja karena ia bingung ingin menjawab seperti apa.

Setelahnya, ia berlari menghampiri Janendra.

Ia menatap julid raja Reynon, masih punya dendam.

"Kau sangat hebat Deo" Deo membusungkan dadanya.

"Tentu saja" Jawabnya.

"Aku menyesal memujimu sialan" Deo tertawa.

Janendra mendekap kepala Deo yang berkeringat. Deo yang mendapatkan tindakan itu hanya terdiam dengan raut penasaran.

Perlahan hawa panas karena keringat, berganti menjadi sejuk setelah beberapa saat Janendra memeluknya.

"Sudah tidak berkeringat" Deo mendongak dan malah dagu Janendra kena sundul.

"Akh!" Pekiknya mengusap dagunya.

"Maaf! Maaf! Aku sungguh tak sengaja!" Deo melihat Janendra dengan khawatir.

"Maaf, apakah sakit?" Deo meraih tangan yang menutupi dagu itu dan menggantinya dengan tangannya. Singkatnya, ia menyentuh pelan dagu Janendra.

"Maaf ya? Aku tidak sengaja" Janendra menatap mata Deo yang mengkilap itu.

"Kau harus tanggung jawab!" Janendra berucap yang membuat Deo makin bersalah.

"Iya iya! Aku harus apa?" Janendra menatap ayahnya yang sedari tadi menatap interaksi keduanya. Setelahnya sang raja mengangguk.

"Kau harus ikut aku untuk mengobati ini di istanaku" Deo hanya mengangguk.

"Aku juga berniat untuk ikut denganmu, aku tidak tau kepada siapa aku pulang lagi" Janendra mengulas senyum.

"Kau sekarang punya aku" Deo tersenyum lebar dan mengangguk.

"Terimakasih!"

Disisi Felix? Ia hanya menatapnya dari jauh tak berniat untuk mendekat karena masih ada dendam pada Reynon yang sedari dulu tak ia hilangkan.

"Tch!"

---

"Kau siap?" Deo menatap kagum mobil yang entahlah dari mana karena ia masih bingung zaman apa sekarang.

Yang ditanya mengangguk "Ayo!" Senyumnya tak ia pudarkan sedari masuk kotak beroda itu.

baiklah ini awal mula dia menjalani hidup di kerajaan ayah angkatnya.

Almadeo Second Life [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang