Rio Adhlino, di saat usianya yang beranjak 13 tahun dirinya harus dituntut hidup serba mandiri. Bukan karena orangtuanya tidak peduli kepadanya, tapi karena mereka memang telah tiada ketika Rio berusia 10 tahun.
Saat orangtuanya meninggal dia diasuh oleh neneknya dan menetap di Bandung bersama dengan keluarga dari adek ibunya, namun 1 tahun kemudian neneknya juga pergi menyusul orangtuanya kehadapan Tuhan.
Keluarga adek ibunya tidak ada yang peduli kepada Rio dan bahkan membencinya, akhirnya setelah Rio berpikir keras dirinya pun memutuskan untuk kembali lagi ke Jakarta dengan bermodalkan uang tabungan yang dia kumpulkan saat masih sekolah yang diberikan oleh neneknya.
Rio Luntang-lantung di Jakarta saat itu, namun ada orang baik yang menawarkan dia bekerja dan memberikannya tempat tinggal sementara sekaligus membantunya melanjutkan sekolahnya karena saat itu Rio sudah berada dikelas 3 SMP.
Rio juga memiliki kecerdasan diatas rata-rata, bahkan diusianya yang sekarang ke 13 tahun dia sudah masuk kelas 1 SMA karena jalur Akselerasi.
"Huftt" Helaan nafas terdengar.
Rio, dia sedang merebahkan tubuhnya di atas kasurnya sambil menatap langit-langit kamarnya, meregangkan tubuhnya yang kaku karena harinya yang melelahkan.
"Hidup itu harus dibawa santai" Gumamnya sebelum dia memejamkan mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
RIO ADHLINO (Pindah)
RandomHidup sebatang kara bukanlah hal yang mudah untuk dijalankan, begitu banyak rintangan dan cobaan karena harus terbiasa mandiri. Rio di umur 13 tahun sudah harus merasakan pahitnya kehidupan, dia dituntut untuk hidup mandiri dan bekerja walaupun usia...