4. Rasa Nyaman

16.2K 1.4K 3
                                    

"Oii cil baru dateng lu? Lesu amat" Sahut Bian ketika melihat Rio yang baru saja masuk kedalam kelas.

"Iya nih bang, cape banget " Jawab Rio tidak berminat dan langsung menelungkup kepalanya diatas meja.

"Pulang jam berapa semalem?" Tanya Bian yang sedikit khawatir sambil mengusap lembut kepala Rio.

"Kaya biasa, tapi gua gak langsung tidur"

"Mangkannya jangan begadang, yaudah tidur aja soalnya pak Iwan gak masuk hari ini" Ucap Bian pelan sambil terus mengusap lembut kepala Rio untuk memberinya kenyamanan. Dan Rio yang merasakan nyaman tak terasa dia pun terlelap.

Setelah seharian belajar tak terasa bel pulang sekolah pun berbunyi, murid-murid ricuh keluar kelas menuju rumahnya masing-masing tak terkecuali Rio.

"Eh cil gua pulang duluan ya" Pamit Bian ketika melihat Rio sedang berdiri menunggu angkot, tadi Bian menawarkan Rio untuk pulang bersamanya, tapi dirinya malah di tolak oleh anak itu.

"Hati-hati bang" Balas Rio sambil melambaikan tangannya kearah bian yang sudah melajukan motornya.

Setelah sampai dikost Rio langsung bersiap untuk segera berangkat menuju tempat kerjanya, kembali menaiki angkot agar cepat sampai menuju tempat kerja.

"Sore bang" Sapa Rio kepada Adit, seniornya ditempat kerja.

"Eh adek udah dateng, gimana sekolahnya? Lancar?" Tanya Adit menatap Rio yang saat ini sedang manaruh barangnya diloker.

"Yah gitu deh bang" Jawab Rio seadanya, "Ini dianterin ke meja nomer berapa bang?" Tanya anak itu sambil menujuk nampan yang baru saja disiapkan oleh Adit.

"Nomer 9 dek, kamu anterin ya" Rio yang mendengar itu langsung melaksanakannya, dan Adit yang melihat itu hanya tersenyum. Mereka semua terutama para pekerja yang bekerja disini sudah menganggap Rio sebagai adek mereka dan sangat peduli kepada anak itu.

"Rio tolong anterin ini ke meja no 2 ya" Ucap Sinta sambil menunjuk meja yang dimaksud.

"Siap kak" Jawab Rio semangat dan langsung mengantarkan pesanan tersebut.

"Hufft..." Helaan nafas terdengar dari Rio ketika dia beristirahat sejenak di dekat pantry.

"Cape ya?" Tanya Tama seniornya juga ketika mendengar helaan nafas itu dari Rio.

"Yah lumayan bang"

"Yaudah istirahat dulu sana, terus isi perutnya biar kamu gak sakit" Ucap Tama perhatian dan di langsung dibalas anggukan oleh sang empu.

Rio berjalan ke ruang karyawan untuk mengistirahatkan diri dan memakan makanan yang telah disediakan diruangan itu. Masih ada waktu satu jam lagi sebelum Rio pulang, setelah menyelesaikan makannya saat ini Rio sedang duduk-duduk sambil menunggu perintah dari Sinta untuk mengantarkan pesanan.

"Pulang aja gih sana" Ucap Putri seniornya juga yang baru saja keluar dari dapur dan melihat wajah Rio yang terlihat sangat lelah.

"Masih ada satu jam lagi kak" Jawab Rio sambil menatap wajah putri dengan memaksanya tersenyum.

"Restoran udah sepi ini, jadi kamu pulang aja biar bisa istirahat yang cukup" Usul Putri, dia tau Rio itu keras kepala mangkannya dia harus memaksanya agar anak itu segera pulang dan istirahat.

"Iya sana pulang aja, sisanya biar abang yang urus" Timpal tama yang tiba-tiba bersuatra dari arah pantry.

Rio menatap bolak-balik wajah Putri dan Tama dengan tatapan polosnya dan terlihat lelah, lalu mau tidak mau dia mengangguk ketika mendapatkan anggukan dari keduanya.

"Ih gemes banget adeknya kakak yang satu ini" Ucap Putri sambil mengunyel pipi Rio yang sedikit gembul.

"Sakit kak" Kesal Rio sambil mengerucutkan bibirnya.

"Iya iya maaf, yaudah sana siap-siap buat pulang" Sesal Putri sambil mengelus pipinya Rio yang sedikit memerah karena perbuatannya.

"Yaudah aku siap-siap dulu kak" Pamit Rio dan bergegas menuju ruang karyawan untuk mengambil tasnya.

"Kak, Bang pulang dulu ya" Pamit Rio kepada mereka yang masih sibuk bekerja.

"Hati-hati Dek" Jawab mereka serempak dengan pelan karena tidak enak dengan beberapa pelanggan yang masih berada disana.

Seperti biasa Rio harus pulang berjalan kaki karena memang tidak ada angkot yang lewat, dan seperti biasa juga Rio selalu bersembunyi ketika melihat orang-orang yang baru saja keluar dari Bar dalam keadaan mabuk, seperti sekarang ini karena Rio dapat melihat beberapa orang yang baru saja keluar dari Bar dengan keadaan semuanya terhuyung-huyung.

"Ngumpet lagi?" Ucap seseorang dari belakang Rio yang membuatnya tersentak. Dengan perlahan Rio menoleh, "Eh.. Iya om" Balas anak itu sedikit tersenyum ketika tau ternyata orang tersebut adalah orang yang waktu itu menemainya bersembunyi.

"Yaudah saya temenin ya" Ucap lembut orang itu sambil mengelus pucuk rambut Rio.

"Makasih banyak ya om" Jawab Rio sambil tersenyum memperlihatkan gigi putihnya.

'Kenapa kamu sangat menggemaskan sih'

'Kenapa rasanya nyaman banget dielus gini ya, jadi inget ayah' Batin Rio ketika merasakan sekilas kepalanya yang diusap lembut oleh orang yang saat ini sedang berdiri disampingnya.

"Oh iya nama om siapa ya?" Tanya Rio sedikit penasaran karena waktu itu dia lupa untuk bertanya siapa nama om yang saat ini sedang menemaninya bersembunyi.

"Sean, Sean Abimanyu" Ucap Sean sambil mengulurkan tangannya untuk memperkenalkan diri.

Rio yang melihat itu langsu membalas uluran tangannya dan ber-o ria sambil mengangguk.

"Udah sepi tuh, sana pulang! Apa mau saya anterin" Ucap Sean ketika melihat keadaan sudah aman.

"Gausah deh om, saya pulang sendiri aja" Jawab Rio setelah mamastikan semuanya aman, mengambil tangan Sean dan menyalaminya.

Sean yang tangannya disalami awalnya terkejut, tapi detik berikutnya dia langsung tersenyum hangat "Hati-hati ya pulangnya" Nasehat sean dan hanya diangguki oleh Rio.

----

Sean sampai di halaman rumahnya setelah berkendara dengan mobil sekitar 30 menit setelah puas menghabiskan waktunya di Bar, kebiasaan Sean selama 3 tahun belakangan ini. Sean sih beralasan jika ke Bar untuk mengurangi beban pikirannya setelah seharian bekerja, tapi nyatanya itu hanya akal-akalannya saja, karena alasan utama Sean tidak ingin pulang ke rumah karena tidak ingin mengingat kenangan dengan mendiang istrinya yang terlalu banyak dirumahnya ini. Dan alasan satunya lagi adalah karena saat ini ketiga anaknya lebih memilih menjauh dan manjaga jarak dengannya, padahal semua itu awalnya berasal darinya karena Sean sendiri yang menjaga jarak dengan anak-anaknya, tapi sepertinya dia tidak menyadari hal itu karena terlalu larut dengan kepergian mendiang istrinya.

Rumah yang tadinya terasa hangat kini telah berubah menjadi dingin, Sean dan ketiga anaknya kini tidak pernah lagi menghabiskan waktu untuk sekedar berkumpul dan mendengarkan kegiatan harian mereka satu sama lain. Bahkan sekedar bertatap muka saja mereka tidak pernah karena memang Sean sendiri yang selalu pulang malam dan selalu berangkat sebelum anak-anaknya bangun.

Anak-anaknya kini lebih memilih untuk menghabiskan waktunya sendiri, Sean ingin sekali menuruti keinginan anak sulungnya untuk segera menikah dan memberikan kasih sayang seorang ibu kepada anak-anaknya, namun dia tidak bisa karena dirinya yang terlalu mencintai mendiang istrinya.

Sean menatap foto pernikahannya dengan mendiang sang istri dengan tatapan sendu, "Maaf aku belum bisa menjadi ayah yang baik untuk anak-anak sayang" Ucapnya pelan sambil mencium foto wajah istrinya.

"Aku ingin sekali membawa anak itu kerumah, aku yakin kamu setuju dengan keinginan aku ini, tapi sayangnya aku tidak bisa dan masih menghargai keluarganya" Lanjut sean dan meletakkan kembali foto tersebut ke atas nakas, berlalu masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan diri, lalu setelah selesai dia langsung mengistirahatkan diri.

----------

RIO ADHLINO (Pindah)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang