Rio gelisah di dalam tidurnya dan terus saja mengigau memanggil ibu dan juga ayahnya. Setelah itu matanya terbuka secara tiba-tiba dan nafasnya juga tersegal-segal, mengelus pelan dadanya sambil terus berusaha mengatur nafasnya. Setelah dirasa cukup tenang akhirnya Rio bangkit perlahan dari kasur, melihat jam di atas nakas yang ternyata sudah menunjukkan pukul 8 pagi.
"Telat" Gumamnya pelan dan kembali merebahkan tubuhnya dikasur, memijit pelan pelipisnya karena Rio merasa sedikit pusing, bahkan dirinya juga merasa jika badannya terasa lemas dan sedikit merasakan hangat ketika dia menyentuh keningnya sendiri.
Rio terdiam dan menerawang jauh sambil menatap langit-langit kamarnya, dia jadi mengingat dulu ketika dirinya sedang sakit, dulu orangtuanya selalu memanjakannya dan merawatnya dengan telaten hingga dirinya benar-benar sembuh. Dan terkadang Rio bersyukur ketika orangtuanya telah tiada dia tidak pernah sakit, tapi sepertinya kali ini tubuhnya memang sudah berada dibatasnya dan sudah dipastikan jika dirinya akan demam. Dan juga sepertinya dia harus mengurus dirinya sendiri karena tidak memiliki satu orang pun yang berada disampingnya saat ini.
Rio memaksakan tubuhnya untuk bangun dan bersiap-siap untuk pergi berobat, karena dia tidak mau terlalu larut dalam rasa sakitnya. Apalagi jika harus menyusahkan orang lain untuk merawat dirinya, dan dia juga nanti akan sekalian mampir ke restoran untuk meminta izin untuk tidak masuk hari ini.
"Angkotnya lama juga ya" Gumam Rio pelan sambil menekan pelipisnya ketika merasakan pusing, dia juga merasa badannya semakin lemas, sudah hampir 20 menit Rio berdiri untuk menunggu angkot tapi nyatanya tidak ada satupun yang lewat.
Tin
TinRio berjengit kaget ketika mendengar bunyi klakson tersebut dan melihat sebuah mobil menepi dihadapannya sambil menurunkan kaca mobilnya, dan dia mengernyitkan keningnya ketika melihat siapa orang yang berada didalam mobil tersebut. Om Sean, orang yang selalu menemaninya ketika bersembunyi saat dirinya pulang kerja.
"Kamu tidak sekolah Rio?" Tanya Sean sedikit berteriak dan hanya dibalas gelengan lemah oleh Rio.
"Kamu mau kemana? Ayo saya anterin" Tawar Sean dan mempersilahkan Rio untuk masuk kedalam mobilnya.
Rio yang mendengar itu berpikir keras, dia bingung harus menerima tawaran tersebut atau tidak, tapi kalo dipikir-pikir lagi dan harus menunggu angkot yang belum tentu akan lewat dalam waktu dekat mending dirinya menerima tawaran tersebut, apalagi dia merasa jika tubuhnya sudah tidak kuat dan semakin lemas, setelah berpikir akhirnya Rio memutuskan untuk menerima tawaran tersebut dan masuk kedalam mobil milik Sean
"Kerumah sakit ya om" Ucap Rio saat sudah masuk kedalam mobil dan manatap Sean dengan tatapan sayu.
Sean yang mendengar itu secera spontan mengulurkan tanganya, "Eh? panas sekali badan kamu" Ucapnya setelah memastikan suhu tubuh Rio yang lumayan panas ketika meletakkan punggung tangannya ke kening anak itu.
"Saya anterin kamu ya" Ucap Sean karena dia tidak tega melihat wajah anak itu yang saat ini terlihat pucat.
"Maaf merepotkan om" Ucap Rio dengan lesu.
"Tidak kok" Balas Sean menggeleng sambil membantu Rio memasangkan seatbelt, sedangkan Rio hanya diam karena dia seperti tidak ada tenaga untuk bergerak ataupun membalas ucapan Sean.
Setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh akhirnya mereka tiba disebuah rumah sakit, dan saat Sean menolehkan kepalanya dia melihat Rio yang masih tertidur karena tadi anak itu sempat mengeluh jika kepalanya pusing, jadi Sean menyuruh anak itu untuk tidur dan akan membangunkannya ketika mereka sudah sampai dirumah sakit. Namun Sean merasa tidak tega untuk membangunkan anak itu, jadinya dia memilih menggendong Rio ala koala untuk masuk kedalam UGD.
Setelah dokter memeriksa keadaan Rio ternyata anak itu hanya kelelahan, dan dokter juga berkata jika tubuh Rio mempunyai imun yang sedikit lemah jadinya anak itu harus mendapatkan istirahat yang cukup, dan dokter akan mengizinkannya Rio untuk pulang setelah anak itu menghabiskan satu botol infus.
Rio masih terlelap tanpa terganggu sedikit pun, bahkan saat perawat sedang memasangkan anak itu infus ditangannya dia pun tidak terganggu samasekali.
"Eughh" Lenguhan itu terdengar dan menarik perhatian Sean yang sedang sibuk memeriksa berkas di handphone miliknya.
"Ada yang sakit?" Tanya Sean ketika melihat Rio mengerjapkan matanya.
"Air" Sean yang mendengar itu segera membantu Rio dan memberikan anak itu air, setelah selesai Sean kembali merebahkan tubuh Rio secara perlahan.
"Kenapa tangan Rio di tusuk om?" Tanya Rio dengan polos ketika menyadari jika tangan kirinya terasa nyeri.
"Kamu kecapean Rio, jadinya harus diinfus. Mangkannya kamu jangan terlalu lelah ya" Ucap Sean pelan untuk memperingati anak itu.
"Tapi Rio harus kerja, dan harus sekolah juga" Balas Rio pelan karena dia merasa suaranya tertahan, "Dan kalo Rio gak kerja nanti Rio gak bisa makan dan gak punya tempat tinggal om" Lanjut anak itu sambil tersenyum yang terlihat dimata Sean seperti senyuman kesedihan.
Sean terdiam mendengar itu dan mengelus lembut kepala Rio, "Apa orangtua kamu tidak melarang kamu untuk bekerja?" Tanya Sean, dan Rio yang mendengar itu langsung menatap sang empu dengan tatapan sendu.
Rio menggeleng pelan dan entah kenapa matanya mulai berkaca-kaca "Orangtua Rio udah gak ada om" Ucap Rio pelan dan tersirat penuh kerinduan sambil menatap Sean dengan senyum yang dipaksakan.
Sean sendiri yang mendengar itu langsung kaget dan mematung, bahkan tangannya yang sedang mengelus anak itu juga langsung berhenti, "Maaf, om tidak bermaksud" Sesalnya sambil membawa tubuh anak itu kedalam dekapannya.
Rio menggeleng dipelukan Sean "Om gak salah kok, jadi jangan minta maaf ya" Balas Rio pelan dengan suara yang terpendam karena pelukan itu.
'Kenapa rasanya nyaman banget diperlakukan seperti ini' Batin Rio sambil membalas pelukan Sean.
Cukup lama mereka berpelukan hingga tiba-tiba terdengar suara dengkuran yang membuat Sean menundukkan kepalanya, lalu dia tersenyum ketika melihat Rio yang ternyata sudah terlelap dipelukannya. Dengan perlahan Sean meletakkan tubuh Rio, membenarkan selimut dan mencium kening anak itu.
"Cepat sembuh ya, Rio" Ucap Sean pelan sambil mengusap sayang pipi Rio yang sedikit berisi.
----------
Terima kasih yang sudah menyempatkan waktunya untuk membaca dan sampai jumpa dipart selanjutnya😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
RIO ADHLINO (Pindah)
RandomHidup sebatang kara bukanlah hal yang mudah untuk dijalankan, begitu banyak rintangan dan cobaan karena harus terbiasa mandiri. Rio di umur 13 tahun sudah harus merasakan pahitnya kehidupan, dia dituntut untuk hidup mandiri dan bekerja walaupun usia...