Sean Abimanyu, duda beranak 3. Bekerja dibidang ritel dan batu bara, punya beberapa cabang perusahan yang salah satunya dipegang oleh anak sulungnya. Sean tidak pernah akrab dengan anak-anaknya layaknya orangtua yang lainnya, semua itu berubah ketika dia ditinggal pergi oleh mendiang istrinya. Sean jarang pulang kerumah dan selalu menghabiskan waktunya diluar rumah, berkumpul dengan teman-teman sebayanya, pergi ke Bar dan selalu minum-minum. Itu semua dia lakukan untuk melupakan semua kenangan dengan istrinya dirumah, karena jika dia berada dirumah maka ingatan kebersamaan dengan istrinya selalu teringat dan itu membuatnya selalu sedih.
Sean sampai dirumahnya sekitar pukul 2 pagi setelah tadi menghabiskan waktunya di Bar, memarkirkan mobilnya digarasi dan beranjak masuk ke dalam rumah.
"Abis dari mana?" Tanya seseorang ketika dirinya baru saja masuk dan menutup pintu.
"Biasa" Balasnya acuh dan berlalu pergi menuju tangga.
"Papa selalu kaya gini!, setidaknya cari istri gih biar ada yang ngurusin kehidupan papa" Kesal orang itu yang ternyata adalah anaknya, anak sulungnya yang bernama Giovano Lyman Abimanyu.
"Gio, kalo Papa angkat 1 anak lagi apa kamu setuju?" Tanya Sean menatap serius anaknya yang saat ini sedang menatapnya dengan tatapan heran.
"Ngurus diri sendiri aja gak becus malah sok-sokan ngangkat anak, lagian urus dulu sana bungsu Papa yang kerjaanya cuma ngerem didalem kamar" Jawab Gio sedikit kesal dan beranjak pergi ke tujuan utamanya yaitu dapur.
Sean yang mendengar itu mengedikkan bahunya tidak peduli, "Tapi Papa tetap akan bawa anak itu kesini" Teriaknya dan beranjak pergi menaiki tangga menuju kamarnya.
"Terserah!" Balasan itu masih didengar oleh Sean yang membuatnya tersenyum.
----
"Sip udah rapih, kalo diliat-liat kok gua ganteng juga ya haha" Ucap Rio dengan percaya diri saat sedang bercermin membanggakan wajahnya yang menurutnya rupawan sambil menyugar rambutnya kebelakang.
Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal akhirnya Rio keluar dari kamar, mengunci pintu kostnya, dan berlalu menuju gang depan untuk menunggu angkot yang akan dia gunakan untuk berangkat sekolah.
Rio sudah sampai disekolah dan berjalan santai menyusuri lorong sekolah, lalu dia tersenyum ketika melihat sosok yang kemarin dia kenal, berjalan dengan cepat dan menepuk pundak orang tersebut, "Yo~ pagi bang" Sapanya pelan.
"Pagi juga" Balas orang tersebut yang ternyata adalah Bian, merangkul pundak yang lebih kecil dan berjalan beriringan menuju kelas mereka.
"Udah sarapan?" Tanya Bian dan hanya dibalas anggukan oleh Rio.
Mereka pun sampai dikelas, duduk dibangku masing-masing, lalu mengeluarkan alat tulis untuk pelajaran pertama karena bel masuk sebentar lagi akan berbunyi.
"Woi gua mau ngumumin kalo hari ini bu Tia gak masuk karena sakit" Teriakan ketua kelas didepan kelas langsung mengambil alih atensi semua murid yang sudah berada dikelas. Bu Tia adalah guru yang mengajar mata pelajaran sejarah.
"Tapi bu Tia ngasih tugas kelompok, anggotanya minimal 2 orang. Dan tugasnya itu berkunjung ke Museum dan ngerangkum sejarah museum itu, museumnya boleh sama, asalkan nanti pas ngerangkum harus beda" Lanjut ketua kelas menjelaskan tugas yang diberikan oleh bu Tia.
Helaan napas terdengar dari beberapa murid ketika mendengar tugas yang diberikan oleh bu Tia, tapi detik berikutnya kelas menjadi ribut karena semua murid saling berkumpul dan teriak untuk membentuk kelompoknya masing-masing.
"Lu mau ke Museum apa?" Tanya Bian to the point dan menoleh manatap Rio yang duduk disebelahnya, dan Rio sendiri yang tadinya sedang sibuk memperhatikan teman-temannya dan ingin mencari teman sekelompoknya langsung menoleh ketika mendengar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RIO ADHLINO (Pindah)
RandomHidup sebatang kara bukanlah hal yang mudah untuk dijalankan, begitu banyak rintangan dan cobaan karena harus terbiasa mandiri. Rio di umur 13 tahun sudah harus merasakan pahitnya kehidupan, dia dituntut untuk hidup mandiri dan bekerja walaupun usia...