Rio menggerjapkan mata setelah beberapa jam dia tertidur, dan dengan perlahan matanya terbuka sambil menyesuaikan cahaya yang masuk, lalu melihat sekeliling ruangan yang sedang dia tempati saat ini namun tidak menemukan satu orang pun yang berada disisinya.
"Ternyata ino sendiri, mungkin om tadi udah pulang" Gumam Rio pelan sambil berusaha untuk duduk, lalu menyenderkan kepalanya di headboard Brankar. 'Ino itu nama panggilan orangtuanya dan dirinya sendiri saat dia sedang merasa sedih'.
Ceklek
Rio terkejut ketika ada seseorang yang membuka pintu kamarnya dan dia dapat melihat laki-laki gagah yang dia kenal sedang tersenyum kearahnya.
"Om Sean" Batin Rio tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
"Kamu udah bangun?" Tanya Sean ketika sudah sampai didekat Brankar sambil mengelus pucuk rambut Rio, "Apa ada yang sakit?" Lanjutnya sambil menatap heran Rio yang sedari tadi hanya diam.
"Rio pikir om udah pulang" Ucap Rio, dan entah kenapa dia tersenyum ketika bersitatap dengan Sean, dan Sean sendiri yang melihat senyuman itu entah kenapa hatinya langsung menghangat.
"Masa iya om ninggalin kamu sendirian dalam kondisi kaya gini sih, kan gak mungkin" Balas Sean sambil meriksa suhu badan Rio dengan menempelkan jidatnya dan jidat anak itu, "Udah turun panasnya" Ucapnya setelah memastikan suhu badan anak itu sudah normal.
Rio yang diperlakukan seperti itu langsung tersenyum bahagia, karena dulu ayahnya juga sering melakukan hal yang sama jika dia sedang demam.
"Kamu makan ya, terus habis itu minum obat biar cepet sembuh" Ucap Sean penuh perhatian yang hanya diangguki oleh Rio, kalo boleh jujur dirinya saat ini juga sudah lapar.
Sean mengambil nampan yang berada diatas nakas dan membuka plastic yang menutupinya, tadi dia memang sengaja meminta kepada perawat untuk mengantarkan makanan keruangan Rio agar saat anak itu sudah sadar langsung segera makan dan meminum obat.
"Mau om suapin?" Tawar Sean saat mengambil piring yang berisi nasi.
"Rio bisa sendiri om" Ucapnya sambil mengambil piring tersebut yang dipegang oleh Sean.
"Yaudah, ini sayurnya juga dimakan" Sean mengambil mangkok berisi sayur dan menaruhnya dipiring nasi milik Rio.
Setelah selesai makan dan meminum obat, Rio meminta Sean untuk pulang dan langsung dituruti oleh sang empu, infus Rio juga sudah abis dan kondisi anak itu juga sudah baik-baik saja mangkannya Sean langsung menurutinya.
Mereka berdua pun keluar ruangan sambil bergandengan tangan menuju mobilnya Sean yang berada diparkiran.
"Kamu mau langsung pulang?" Sean bertanya sambil memasangkan seatbelt untuk Rio.
"Rio mau mampir dulu ke restoran tempat Rio kerja om"
"Tapi setelah itu kamu harus istirahat ya, jangan langsung kerja" Nasehat Sean sambil mengusap keringat sebiji jagung yang berada dipelipis Rio.
"Rio gak kerja kok om, cuma mau izin aja kalo hari ini gak masuk kerja" Balas Rio yang membuat Sean mengangguk paham.
"Kalo gitu biar saya anterin ya" Ucap Sean sambil melajukan mobilnya meninggalkan rumah sakit menuju restoran tempat anak itu bekerja.
Sean sesekali melirik Rio kemudian dia tersenyum karena anak itu terlihat menggemaskan dimatanya. Bagaimana tidak, pipi anak itu memerah entah karena apa dan mata bulatnya terlihat sayu yang menambah kesan imut. Tapi Sean juga merasa kasihan melihat wajah anak itu yang masih terlihat pucat.
Setelah menempuh perjalanan dengan keheningan akhirnya mobil yang mereka kendarai sampai juga didepan restoran tempat Rio bekerja.
"Mau saya temenin kamu buat ketemu bos kamu?" Tanya Sean menoleh ke samping menatap Rio yang saat ini juga sedang menatapnya.
"Rio sendiri aja om" Balas anak itu pelan, lalu Sean yang mendengar itu hanya mengangguk dan membantu Rio membuka seatbelt dan pintu agar memudahkan anak itu untuk keluar.
"Yaudah saya tunggu kamu disini ya" Ucap Sean dan hanya dibalas anggukan oleh Rio.
Setelah lama menunggu akhirnya Rio keluar dari restoran tersebut dengan raut wajah yang susah diartikan.
"Apa yang sudah terjadi dengan anak itu" Batin Sean yang bisa melihat jelas wajah Rio yang terlihat penuh kekhawatiran.
Rio membuka pintu mobil dan langsung duduk menatap muka Sean dengan sendu.
"Udah izinnya?" Tanya Sean dengan menaikkan satu alisnya, dan Rio pun hanya mengangguk kecil.
"Mau langsung pulang?" Tanya Sean lagi dan Rio yang mendengar itu kembali menjawab dengan anggukan kecil.
"Ada yang tidak beres, atau hanya perasaan saya saja?, ah mungkin dia hanya lelah dan butuh istirahat" Batin Sean berpikiran positif.
Setelah berkendara beberapa menit akhirnya mobil yang dikendarai Sean sampai didepan gang tempat Rio tinggal. Rio keluar dari mobil setelah berpamitan dengan Sean, dan tidak lupa dia juga mengucapkan terima kasih.
"Langsung istirahat ya, jangan lupa minum obatnya" Teriak Sean saat melihat Rio yang sudah berjalan menyusuri gang menuju tempat tinggalnya. Dan Rio yang mendengar itu hanya mengangguk sambil tersenyum.
Setelah memastikan Rio sudah berbelok masuk kedalam sebuah halaman rumah akhirnya Sean melajukan mobilnya meninggalkan area itu.
----
Setelah sampai dikamar kostnya Rio langsung merebahkan tubuhnya untuk segera istirahat.
"Hufft" Rio menghela nafas panjang sambil menatap langit-langit kamarnya.
"Sekarang apa yang harus gua lakuin, siapa sih yang udah fitnah gua?" Tanyanya entah pada siapa sambil menutup matanya dengan lengannya agar menahan airmata yang ingin keluar, lalu tak lama Rio pun mulai terlelap karena kondisi badannya yang masih terasa lemas.
Flashback on
"Permisi pak, boleh saya masuk" Ucap Rio setelah mengetuk pintu yang bertuliskan manager sambil menyembulkan kepalanya untuk mengintip ruangan itu.
"Eh Rio, kebetulan ada kamu disini. Sini masuk, ada yang ingin saya bicarakan dengan kamu" Ucap sang manager sambil mempersilahkan Rio untuk duduk dibangku yang tersedia di ruangannya.
"Ada apa ya pak?" Tanya Rio saat dia sudah duduk sambil menatap heran managernya.
"Rio, sebelumnya maafkan saya harus mengatakan ini, tapi saya tidak punya pilihan lain" Rio yang mendengar itu semakin heran, "Saya mendenger kamu hanya berleha-leha dan tidak melaksanakan tugas kamu selama kamu berkerja ya?" Rio hanya diam mendengarkan penuturan managernya itu.
"Dan saya juga mendengar keluhan dari customer saat kamu melayaninya dan berprilaku tidak sopan?"
"Jadi demi kenyamanan customer, saya memutuskan untuk memecat kamu karena kurangnya kinerja kamu di restoran ini. Dan hanya ini yang bisa saya berikan" Ucap manager panjang lebar sambil memberikan sebuah amplop kepada Rio, "Sekali lagi saya minta maaf ya" Lanjut sang manager sambil menatap Rio yang hanya diam sambil menatap nanar amplop yang ada dihadapannya saat ini.
Rio masih terdiam karena syok setelah mendengarkan penuturan bosnya itu, apa dia tidak salah dengar?,itu yang ada dipikirannya saat ini. Dia selalu melaksanakan setiap perintah yang diberikan oleh siapapun senior ditempatnya bekerja dan tidak melakukan semua yang diucapkan oleh sang manager, tapi apa yang barusan dia dengar itu. Apakah ada seseorang yang sedang berusaha memfitnahnya?, tapi siapa?, tidak mungkin kan abang dan kakaknya yang melakukan itu.
"Apa bapak yakin memecat saya?, tapi saya menjalankan tugas sesuai perintah dari senior-senior yang diberikan oleh mereka" Ucap Rio membela diri dan berharap manager itu berubah pikiran.
"Maafkan saya sekali lagi Rio, saya tidak bisa berbuat apapun, kepuasan customer adalah perioritas restoran kami" Tegas manager itu.
"Baik pak terimakasih atas semuanya, saya mohon maaf jika selama saya bekerja ditempat ini selalu menyusahkan bapak dan yang lainnya" Rio pun berlalu meninggalkan ruangan itu dengan tersenyum.
Flashback off
----------
KAMU SEDANG MEMBACA
RIO ADHLINO (Pindah)
RandomHidup sebatang kara bukanlah hal yang mudah untuk dijalankan, begitu banyak rintangan dan cobaan karena harus terbiasa mandiri. Rio di umur 13 tahun sudah harus merasakan pahitnya kehidupan, dia dituntut untuk hidup mandiri dan bekerja walaupun usia...