Prolog

157 24 0
                                    

Abad ke-10

Sekumpulan lelaki bertubuh besar memukul cambuk pada seorang wanita yang tengah terikat. Ada sosok wanita lain di sana, tapi dia tidak melakukan apapun bahkan cenderung menikmatinya.

Bercak merah semakin lama semakin terlihat jelas di punggung tertutup kain lusuh si wanita yang tengah terikat. Nyaring bunyi ayunan rotan tipis terdengar saling menyahut.

Dia sudah terikat sejak matahari terbit, gubuk tuanya didobrak paksa dan orang-orang itu menyeretnya hingga ke halaman rumah seorang bangsawan.

"Asami!!" Wanita yang sejak tadi menonton kini mengalihkan perhatiannya pada lelaki yang baru saja meneriakkan nama wanita naas di hadapannya.

Seorang laki-laki datang tergesa-gesa. Dia belum sempat melepaskan baju zirah yang dikenakan seusai berlatih di istana. Perasaannya gusar sejak tahu bahwa wanita yang tak sengaja ia sukai tengah menjalani siksaan dari adiknya sendiri.

"Kakak jangan mendekati pelacur itu!" Sergah si wanita. Tatapan jelas penuh penolakan tentang apa yang dilakukan oleh sang kakak tidak lagi Jaehwa sembunyikan.

Jaehwa sudah muak mendengar kakaknya bercerita tentang si wanita kepada kasim dan pelayan rumah. Kasta wanita itu rendah, bahkan tidak berharga. Tapi sang kakak malah menyukainya.

"Jaehwa, dia tidak salah apapun. Aku yang mendekatinya" Lelaki tersebut menatap sang adik dengan tatapan memohon. Memohon agar adiknya melepaskan si wanita.

"Seharusnya dia tahu diri, kakak. Kamu bangsawan, anak kepala menteri. Budak dari negeri antah berantah seperti dia tidak akan pantas bersanding denganmu" Jaehwa membalas dingin permintaan kakak satu-satunya itu.

"Jaehwa, tolong jangan menyakitinya seperti itu" Si lelaki masih terus memohon, menurunkan harga dirinya di hadapan sang adik.

"Kakak, kamu sudah dipengaruhi oleh sikap rendahan si pelacur itu. Dia sudah memberikan pengaruh buruk untukmu, kakak. Penggal kepalanya!" Jaehwa memerintah sekelompok laki-laki yang mencambuk Asami.

"Hentikan!" Suara kakak satu-satunya Jaehwa meninggi. Menghentikan ayunan kapak penjagal.

"Lanjutkan! Penggal si pelacur itu!" Suara Jaehwa tidak kalah tinggi. Ayunan kapak selanjutnya berhasil mengenai pangkal leher Asami. Kepala Asami menggelinding ke arah Jaehwa dan kakaknya. Matanya terbuka lebar menatap kosong ke arah keduanya. Tangan si lelaki terulur untuk menyentuh kepala Asami.

"Bahkan sudah mati pun masih mencoba untuk dapat perhatian kakakku. Dasar rendahan" Jaehwa menendang kepala itu menjauh.

Perpisahan anak bangsawan dengan pujaan hatinya tidak berakhir baik.

---

Abad ke-15

Seorang perempuan diarak keliling wilayah oleh warga di sekitar dengan tidak manusiawi. Kedua tangan terikat menyatu, rambut panjang yang disambungkan pada tali di belakang delman.

Bajunya yang dari awal sudah lusuh kini semakin tak terbentuk. Kotor tanah, robekan akibat batu kerikil, darah mengering menghiasi gaun usang itu.

Perebut suami orang katanya.

"Hentikan semua ini" Lelaki dengan setelan rapi menatap memohon pada wanita di sebelahnya. Keduanya tengah melihat kerumunan warga dari salah satu bangunan tinggi di sana.

"Bisa-bisanya kamu membela wanita murahan itu. Aku istrimu!" Suara wanita itu meninggi. Namun belum cukup untuk mengalihkan perhatian kerumunan warga.

"Dia bahkan tidak tahu siapa aku. Ku mohon jangan begini" Pria ini masih pada pendiriannya.

The Last || JaesahiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang