Ini semua salahku.
Aku yang telah membuat (Name) menangis sebegitu sedihnya, aku yang telah merusak kebahagiaannya, aku yang telah membunuh kakak laki-lakinya, satu-satunya keluarga yang tersisa.
Dari atas sini, aku melihat gadis itu memeluk tubuh sang Kakak yang telah tak bernyawa. Aku menggenggam erat pisau di tangan kananku. Sambil meringis, aku tak berhenti merutuki diri sendiri.
Aku benar-benar sudah kelewatan sampai berbuat sejauh ini.
⋇⋆✦⋆⋇
Aku sering memperhatikan (Name). Setelah kami berdua tak pernah membangun percakapan akibat kesalahpahaman yang aku buat.
Jika ditanya apakah aku masih mencintainya? Maka jawabannya adalah 'iya', sangat. Namun, aku sudah tidak punya keberanian untuk kembali mendekatinya.
Masih terbayang di kepalaku betapa sakit perasaan gadis itu ketika aku memutuskan hubungan kami berdua. Dia pasti sangat mencintaiku, dulu.
Aku tidak pernah merasa sebodoh ini sebelumnya. Aku tidak pernah merasakan cinta, dan ternyata cinta itu lebih rumit dari masalah apapun yang pernah aku hadapi.
Malam itu, aku tidak bisa tidur. Karena insomnia kembali kambuh, aku memutuskan untuk ke dapur dan membuat secangkir teh hangat untuk menenangkan diri.
Baru saja aku membuka pintu ruang kerjaku, aku melihat (Name) yang sedang berjalan melewati ruanganku. Gadis itu berhenti berjalan karena melihatku yang mungkin sedikit membuatnya terkejut.
Tapi tak lama, gadis itu hanya melenggang pergi tanpa mengatakan apapun. Dan aku pikir, dia pantas untuk tidak membangun percakapan bersamaku. Dia pantas untuk membatasi interaksi diantara kita berdua. Karena aku telah menyakiti perasaannya.
Dari belakang, aku memperhatikan (Name) dari ujung kepala sampai ujung kaki. Keningku berkerut ketika menyadari gadis itu bertelanjang kaki dengan telapak kaki yang dipenuhi lumpur.
Darimana dia? Apa yang terjadi dengannya?
***
Malam telah berganti pagi seperti yang seharusnya. Aku berjalan menuju lapangan untuk sekedar memantau para anggota yang tengah membereskan rumput-rumput liar.
Tanpa sadar, aku kembali memperhatikan (Name). Wajahnya terlihat sangat bahagia dengan senyum merekah. Sambil menggenggam bunga-bunga liar di tangan kirinya, ia tersenyum dan berbicara dengan Armin Arlert.
Ada rasa nyeri yang tersirat dalam dada. Mengingat bahwa aku tidak akan pernah bisa bercakap dengannya seperti itu lagi.
Segera, aku memalingkan wajah. Tatapanku menajam saat melihat seorang pria dengan pakaian serba hitam yang bersembunyi di balik semak-semak. Pria itu tersenyum menatap entah kemana.
Aku mengikuti arah pandangnya.
Sial, dia sedang memperhatikan (Name) diam-diam.
Selama dia memperhatikan (Name) yang sedang bekerja, selama itu juga aku terus memperhatikan si pria misterius itu.
"Kenapa lama sekali?" Gumamku kesal. Sudah petang hari, tapi pria itu tetap tidak beranjak dari tempatnya. Ia masih di posisi yang sama, memperhatikan (Name) sambil tersenyum sesekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVESTORY | Levi Ackerman
FanfictionKetika seorang Levi Ackerman mencintai (Name) Genieve. Tetapi, Levi harus mengingat janjinya kepada Ayah Petra. Janji sebagai prajurit yang harus ditepati. Story and cover by Lavendie Corinne. [Attack on Titan ©Hajime Isayama]