Hari ini seperti biasanya setelah pulang sekolah Chelo bermain di Edelweis. Hari libur kemarin ia gagal untuk datang dan hari ini Yuga menepati janjinya. Anak itu berada di ruang kerja sang ayah yang tengah menatap perkembangan laba dari beberapa bulan belakangan. Neraca laba dibuat per-pos berdasarkan arena bermain. Sementara itu di saat Yuga tengah sibuk memerhatikan laptop miliknya sang asisten Dina berdiri di samping sang atasan.
"Wahana rumah hantu belakangan pesat labanya?" tanya yuga.
"Iya Pak, banyak yang minta di hari libur wahana itu buka sampai malam. Tapi, Pak Bram bilang kalau anak buahnya sampai saat ini masih terbatas. mereka juga sudah di gilir setiap hari. Dan alasan lain."
"Kalau gitu suruh ganti hari libur, libur di hari kerja dan masuk di hari libur. Pelanggan itu adalah raja."
"Tapi, bukannya memang bapak sendiri yang waktu itu minta wahana hantu enggak buka sampai libur?"
Yuga menatap Dina dengan tatapan kesal. Sejujurnya ia tak merasa memberikan ide ini meskipun benar sang atasan yang memberikan perintah itu dulu sebelum tim diganti dengan tim dari Pak Bram.
"Maaf kalau saya salah Pak," ucap Dina.
Yuga tak banyak bicara hanya saja raut wajahnya menunjukan kalau ia tak suka dengan apa yang dikatakan oleh Dina barusan. Ia lalu menghubungi salah satu stafnya.
"Ron, kamu tolong minta pak Bram dari wahana rumah angker temui saya," titah Yuga lalu menutup panggilan.
"Maaf Pak ada rapat singkat dengan bagian kreatif kemarin bapak minta dijadwalkan," kata Dina mengingatkan.
Yuga baru teringan ia kemudian merapikan jas yang ia kenakan. "kamu di sini dulu tolong temani Chelo saya akan temui bagian kreatif."
"Baik Pak," ucapnya lalu berjalan mendekati Chelo.
Yuga berjalan dari kursinya menuju sofa di mana buah hatinya duduk menunggu sejak tadi. "Papi keluar sebentar ya. Chelo sama tante Dina sebentar oke?"
"Kapan Chelo mainnya Pi?" tanya Chelo.
"Tunggu papi. kalau kamu enggak nurut, papi enggak akan bawa kamu ke sini lagi."
"Oke papi," sahut anak itu.
Yuga kemudian berjalan ke luar. Chelo memperhatikan sang ayah yang menghilang dari pandangan.
Sementara di wahana rumah angker Edelweis saat ini para anggota tim tengah sibuk menyantap roti yang dibawakan Rei sebagai pengganjal makan siang sebelum wahana itu dibuka kembali. Mereka tak banyak mempunyai waktu beristirahat kecuali saat ada pergantian penjaga selama kurang lebih lima belas sampai dengan tiga puluh menit di saat makan siang.
Hari ini tak ada pak Bram karena harus menemani sang istri melakukan cuci darah. Tentu saja pria paruh baya itu selama ini bekerja keras untuk pengobatan sang istri. Ia harus membagi waktu dengan baik untuk bekerja dan merawat istrinya yang sudah lama menderita sakit ginjal dan harus melakukan cuci darah secara rutin.
"Permisi," sapa seseorang, dan itu adalah Roni yang tadi diperintahkan untuk menjemput Pak Bram.
Semua menoleh, hari in Rei tak menggunakan kostum karena membantu merias dan juga menata aneka properti yang setiap bulannya berubah. Gadis itu mengenakan celana jeans panjang t-shirt hitam dan mengepang dua rambutnya.
"Ya Pak?" tanya Rei sambil berjalan mendekat,
"Pak Bram ada? Pak Yuga minta untuk bicara." Roni menjelaskan maksud kedatangannya.
"Maaf pak, tapi hari ini pak Bram enggak bisa datang. Ada apa ya pak?" Rei bertanya sopan.
"Tunggu sebentar ya Mbak." Roni kemudian berjalan keluar ia segera menghubungi Yuga untuk memberitahu perihal Pak Bram.
Sementara Rei menoleh menatap teman-temannya. "Siapa yang mau temuin Pak Yuga?" taya gadis itu.
"Lo aja, lagian lo kan paling senior di sini." Teguh yang kini menggunakan kostum pocong buka suara diikuti anggukan yang lain.
"Kok gue?" tanya Rei bingung.
"Iya lo aja sih Rei, lagian kita udah full kostum kebetulan juga kan lo emang enggak ada jadwal minggu ini. Masa kita begini ketemu atasan. Lagian Teguh bener lo yang paling senior," Adit menimpali hari ini ia didandani seperti hulk lok alias buto ijo.
Tentu saja apa yang dikatakan Teguh dan Adit tadi disetujui juga oleh yang lain. Apalagi saat ini hanya Rei yang tak memakai kostum lagipula Gadis itu adalah anggota tim yang paling lama berada di sana. Karena tak mungkin mereka menemui atasan dengan pakaian seperti kostum hantu yang dikenakan hari ini. Tak lama Roni berjalan masuk Iya kembali berdiri di hadapan Rei.
"Pak Yuga minta kalau salah satu dari kalian menemui di ruangannya." Roni mengatakan itu sebagai pesan yang ia dapatkan tadi dari atasannya.
"Baik kalau gitu Pak saya yang akan menemui Pak Yuga."
Roni mengangguk kemudian mengajak Rei untuk berjalan keluar. Di depan pintu sudah ada mobil golf yang biasa digunakan oleh Yuga untuk mengelilingi edelweis. Kali ini Rei naik di atasnya dia duduk di belakang Roni.
Gadis itu terlihat senang sekali hari ini bisa berkeliling taman hiburan dengan menggunakan mobil golf. Ia bahkan mengabadikan itu di ponselnya dan akan menunjukkan kepada Iva dan Jeno nanti.Perjalanan menjadi semakin singkat dari taman hiburan menuju kantor yang jaraknya bisa dibilang lumayan jauh. Roni menemani Rei hingga ia tiba di depan pintu ruangan Yuga. Pria itu melirik ke arah meja sekretaris, biasanya ada Dina yang duduk di sana dan menunggu. Hanya saja kali ini ia tak menemukan Dina hingga memutuskan untuk segera mengetuk pintu ruangan. Pintu terbuka menunjukkan sosok Dina yang kini mempersilahkan Rei untuk masuk ke dalamnya.
"Silahkan menunggu ya mbak bapak lagi ada pertemuan enggak lama. Dan sebentar lagi kembali ke ruangan." Dina mempersilahkan masuk kemudian ia berjalan keluar sebentar untuk mengambilkan air mineral untuk Rei.
Sementara itu Rei berjalan menuju sofa ia duduk di sebelah Chelo. Rei tentu ingat bahwa anak laki-laki itu adalah anak yang ia temui saat bersembunyi bersama Vhi tempo hari.
"Hai," sapa Rei pada anak laki-laki di sampingnya.
Chelo menoleh, namun kemudian ia kembali memalingkan wajahnya. Sepertinya sedikit banyak sifat sombong Yuga menurun pada anak itu.
"Kamu ingat nggak kemarin kita ketemu loh?" Hari bertanya pada Selo sambil tersenyum. Gadis itu memang sangat menyukai anak-anak apalagi anak kecil di sampingnya ini terlihat begitu menggemaskan dengan kulit putih yang menyebabkan pipinya nampak sama dengan Rei yang kemerahan tanpa harus diberikan blush on.
"Kapan?" Tanya Chelo.
Mendapat respon dari anak kecil di sampingnya membuat dia begitu senang ia tersenyum dan bahkan nyaris mencubit pipi chelo. "Waktu itu aku lagi pakai baju serem baju hantu kamu inget nggak?"
Mendengar apa yang dikatakan oleh Rei membuat anak itu terdiam sebentar, mencoba mengingat apa yang dikatakan oleh Rei barusan. Chelo kemudian mengangguk ia ingat kejadian di mana bertemu dengan Rei dan Vhi.
Rei mengusap kepala Chelo. "Kok kamu mainnya jauh-jauh sih? Dari ruangan ini ke toko depan itu jauh banget loh. Jangan main jauh-jauh nanti kalau main jauh-jauh ibu kamu sedih."
Chelo diam sejenak ia mengingat kata-kata yang diucapkan Sepertinya begitu familiar di telinganya. "Tapi Chelo enggak ibu."
"Chelo ya namanya? Chelo manggilnya apa?" Tanya Rei yang mengira bahwa anak itu tak menyebut ibu kandungnya dengan sebutan ibu.
"Mami," Jawab Chelo.
"Ah Mami, berarti Chelo nggak boleh main jauh-jauh kalau kamu main jauh-jauh nanti mami sedih loh."
Chelo menatap Rei, "Mami Chelo ada di surga."
Rei merasa bersalah, Gadis itu kemudian terdiam. Ia juga membayangkan Bagaimana rasanya dulu saat ditinggalkan kedua orang tuanya.
"Kalau begitu Selo nggak boleh main jauh-jauh nanti Papi sedih oke?"
"Tante mami Chelo ya?"
"Hmm?" Rei menatap pada bocah kecil di hadapannya yang kini binar matanya seolah berkelip dan berharap banyak padanya.
"Karena tadi tante ngomongnya sama kayak Mami Chelo."
***
Haiyaaah Chelo 🤭🤭

KAMU SEDANG MEMBACA
Maju Duda Mundur Jejaka (MYG//JK)
RomancePerempuan gemuk sering dipandang sebelah mata, dibully sepertinya sudah jadi makanan mereka sehari-hari. Tapi bagaimana jadinya, jika si gendut cantik ini diperebutkan pria-pria tampan? Reisya Clemira Prameswari Raharjo, kehidupannya begitu rumit...