13. Care

258 38 2
                                    

Saat ini Eri tengah bersama Yuga yang baru saja tiba dari kantor. Pria itu sengaja pulang lebih awal karena ingin menemani Chelo yang sakit. saat tiba tadi, anak bungsunya itu tengah terlelap setelah makan dan minum obat.

Yuga kini meneguk kopi bersama Eri di ruang tengah. Sejak tiba tadi tak ada obrolan di antara keduanya. Yuga tengah sibuk dengan pikirannya sendiri untuk mengembangkan taman bermain miliknya. Ya, tentu saja harus ada terobosan baru yang ia lakukan agar bisa mengembangkan bisnisnya menjadi lebih besar lagi dan berkembang. Dan Yuga adalah orang yang menyukai perubahan dan inovasi baru.

Eri melirik ke arah pria berkulit putih itu. "Aku baru tau kalau tipe ideal kamu berubah."

Yuga menoleh mendengar perkataan Eri yang membuat dia bingung. "Maksud kamu?"

'Kamu suka perempuan yang lebih berisi sekarang? Kaget juga sih aku." Eri mengatakan tanpa menatap pada Yuga ia meneguk kopi miliknya.

Tentu saja apa yang dikatakan oleh Eri benar-benar membuat Yuga bingung karena sama sekali tak mengerti maksudnya. Dan pria itu bisa dengan jelas melihat kecemburuan yang ditunjukan oleh Eri.

"Kamu cemburu?" Yuga bertanya.

Eri hanya hela napas, sejujurnya ia tak ingin terlalu mengakui sisi posesif dirinya. "Aku cuma tanya aja."

Yuga sedikit tersenyum, kemudian kembali menatap ada latar televisi. "Aku enggak dekat sama perempuan manapun."

Jawaban dari Yuga membuat eri menoleh dan menatap. Berusaha menilai apalah Yuga berbohong atau tidak, Dan eri jelas merasa kalau Yuga jujur.

"Siapa perempuan yang dipanggil Chelo mami?" tanya Eri.

"Ah, itu. Itu salah sat pekerja di taman bermain dan aku enggak tau gimana awalnya dan kenapa Chelo mendadak panggil dia mami." Yuga menjawab sambil menatap Eri. ia tak ingin membuat wanita itu menilainya berbohong.

Ya, jika di pikirkan memang seharusnya Eri sama sekali tak memiliki hak untu cemburu. Apalagi dengan hubungan mereka yang hanya sebagai FWB dan Eri juga tak berhak menuntut YUga untuk tetap setia. karena pada dasarnya tak ada komitmen diantara mereka berdua.

"Seharusnya kamu akui aja kalau ada perasaan sama aku. Aku udah bilang kan, kalau kamu bisa aja cerai dan aku siap jadi suami kamu."

Eri memutar bola matanya, kesal dengan apa yang dikatakan oleh Yuga. "Kamu tau kan aku sayang banget sama Bisma. Ak--"

Yuga memotong perkataan Eri, "Ya udah itu hak kamu dan aku juga enggak mau dengar alasannya kenapa kamu enggak mau nerima aku."

Seperti biasa pembicaraan ini berakhir dengan sia-sia. Karena tak pernah sampai pada kata sepakat. Eri merasa kalau perasaannya begitu dalam pada sang suami dan tak bisa tergantikan. Lalu hubungannya dengan Yuga hanyalah semata-mata untuk memuaskan kebutuhan seksualnya.

***

Vhi siang ini berada di kantor Kuki. Tak ada yang ia lakukan selain duduk di sofa dan asih makan snack. Sementara Kuki kini tengah sibuk membaca dokumen laporan perusahaan. Tak masalah memang bagi Kuki karena setidaknya ia tak terlalu merasa kesepian.

Ponsel Vhi berdering, dengan segera ia menerima panggilan dari Iva. Tentu saja dengan segera ia menerima panggilan itu.

"Ya sayang?"

"Sayang, aku mau kasih tau kamu. Rei putus sama Satya."

Vhi berdecak dalam hati ia begitu senang. "Bagus dong kalau Rei putus sama itu cilok."

Mendengar nama Rei menarik atensi Kuki. Kemudian tentu saja Kuki menatap pada Vhi yang sepertinya tak tau kalau diperhatikan.

"Alasannya kamu mau tau enggak?"

"Ngapain, kan yang penting putus." Vhi menyahut asal.

"Dodol lu! Kesel banget gue dah!" Iva jadi kesal sendiri karena Vhi malah sama sekali tak kesal atau bertanya alasan Rei putus.

"Ya kan yang penting mereka putus." Bagi Vhi yang terpenting adalah keduanya putus. Ia belum tau saja alasan dibalik putusnya Rei dan Satya.

"Rei mergokin Satya tidur sama cewek. Mereka wik iwik. Padahal Rei ke kost pagi gitu."

"Tidur? Tidur Gimana?"

"Nganu! Bikin baby! Ih dodol banget. Kesel banget gue punya pacar dodol kaya Lo!" Iva gak bisa bicara blak-blakan karena ada Jeno di dekatnya.

"Aaah?!!! Tidur bareng?!" Vhi terkejut setelah dijelaskan untuk ketiga kalinya.

"Dah lah males gue, udah Babay. Gue mau kerja." Iva kesal lalu mematikan panggilannya.

"Yank?! Yah dimatiin." Vhi mencoba untuk menghubungi kekasihnya, tapi Iva masih terlalu kesal dan memilih untuk tak membalas pesan.

"Siapa yang tidur bareng?" tanya Kuki.

Vhi terdiam, mengatur napasnya berusaha meredam emosinya yang membuncah. Ia benar-benar tak habis pikir dengan apa yang dilakukan Satya. Bukan hanya jelek wajah tapi juga hatinya.

"Pacarnya Rei, dan dia mergokin sendiri kemarin." Vhi menjawab dengan nada kesal.

Kuki menghela napasnya. Ia marah meskipun baru pertama kali bertemu dengan Rei, tapi pertemuan pertama keduanya benar-benar memberikan kesan yang berarti bagi Kuki.

"Gue cabut dulu deh ya," ucap Vhi meminta izin.

"Lo mau ke mana?" tanya Kuki.

"Mau ke tempat Rei kerja."

"Gue ikut," Kuki menyahut sambil menutup dokumen yang sedang ia baca. Kemudian Ia mengambil jas miliknya yang tersampir di kursi kerja.

Vhi sedikit terkejut karena baru kali ini ia melihat sahabatnya begitu ingin iku. Padahal biasanya ia malas jika harus berurusan dengan masalah orang lain.

Kuki kemudian berjalan bersama Vhi. Keduanya kemudian berjalan menuju parkiran mobil dan menaiki mobil masing-masing untuk segera menuju Taman bermain Edelweis.

Perjalanan tak terlalu lama dari kantor Kuki, Meski jaraknya memang jauh sekali dari rumah Rei. Setelah sampai di sana siang ini memang cukup ramai meskipun bukan hari libur. Tama bermain Edelweis tak pernah sepi. Kuki berjalan menghampiri Vhi yang kini tengah sibuk menghubungi Rei. Tak ada jawaban, berarti saat ini ia sedang sibuk menjadi Kolong Wewe.

"Dia lagi kerja," ucap Vhi.

"Terus kita nunggu?" tanya Kuki.

"Iya, kita lewat pintu belakang aja. Ada Pak Bram di sana."

Kuki kemudian berjalan mengikuti Vhi melangkahkan kakinya masuk melewati pintu belakang sehingga mere tak perlu sibuk mengantri masuk ke dalam taman bermain, Keduanya berjalan menuju rumah hantu. Vhi berjalan masuk ke bagian belakang dari rumah hantu. Benar saja di sana ada Pak Bram yang duduk sambil menunggu pada krunya yang kini tengah bekerja.

"Loh Vhi?" sapa Pak Bram.

Yang di sapa tersenyum lalu berjalan dan duduk di samping Bram.

Kuki juga mengikuti Vhi, ia menjabat tangan Bram sebelum masuk.

"Siapa ini?" tanya Bram.

"Saya Kuki Pak, temannya Rei."

"Wah, Rei temannya ganteng-ganteng ya." Bram kemudian terkekeh.

Kuki jadi canggung ketika dipuji. ia anya tersenyum sebagai jawaban.

"Rei belum selesai Pak?" tanya Vhi.

Bram menatap jam di tangannya. "Sebentar lagi. Saya enggak minta dia lama-lama karena dari kemarin kelihatan enggak enak badan."

Mendengar apa yang dikatakan oleh Bram membuat Vhi sedih dan sekaligus kesal. Bram bisa menangkap jika Vhi tau kalau ada sesuatu tentang Rei.

"Ada apa emangnya Vhi?" tanya Bram.

"Biasa Pak masalah hati." Vhi menjawab. Sengaja tak menjabarkan dengan detil. ia ingin menghargai privasi Rei yang memang biasanya tak ingin orang lain tau masalah yang ia alami.

"Loh Vhi?" suara Rei terdengar dan ia sudah melepas bagian guling yang menggantung di dadanya. Kemudian meletakan di dalam box. "Gue ganti dulu ya."

Kuki memerhatikan Rei, ia ingat pertama kali bertemu dengan Rei. Gadis itu mengenakan kostum Kolong wewe itu.

Maju Duda Mundur Jejaka (MYG//JK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang