⸙ 1O ! Hari Hukuman

61 8 0
                                    

Hera meringis. "Aku justru mengira targetnya adalah kamu."

Agave melebarkan netranya. "Kenapa aku?"

Hera menghembuskan nafasnya berat. "Mungkin seseorang sudah mengetahui tentang hal ini."

Kini Hera kembali menatap Agave. "Apa kau memiliki seorang musuh?"

Agave mengernyit sebentar. "Musuh?" Ia menggelengkan kepalanya. "Tidak. Bahkan teman pun aku tidak punya."

Hera tersenyum miris mendengarnya. "Berarti itu musuhku."

"Lalu apa tujuannya mengincarku?" Agave bertanya cepat.

"Aku juga tidak tahu, Agave. Lagipula, musuhku yang mana yang kali ini sedang mengincarmu? Aku tidak bisa mengingat semua musuhku."

Berbanding dengan Agave yang tidak memiliki musuh, Hera justru memiliki terlalu banyak musuh sehingga ia kerepotan mengingatnya.

Namun, dari sekian banyaknya musuh yang dia miliki. Tidak pernah ada satupun yang berani bertindak menyakitinya bahkan menyentuhnya. Apalagi sampai sejauh ini. Bahkan jika musuhnya itu adalah dewa sekalipun, dia tidak akan berani melukai Hera.

Tapi kali ini, musuh itu sudah berani bertindak sangat jauh. Fakta bahwa tombak yang melukai Hera saat itu bukanlah senjata biasa juga menambah kecurigaan Hera bahwa mungkin saja, salah seorang yang justru dekat dengannya lah yang sedang mengincar Agave.

Memiliki senjata dewa, itu sangat memungkinkan bahwa dia juga dewa. Firasat Hera mengatakan jika sosok ini juga menjadi satu-satunya saksi yang mengetahui tentang pertukaran jiwa yang mereka lakukan.

"Dewi." Agave tiba-tiba memanggil membuat Hera langsung menatapnya.

"Dewa Hermes mengatakannya padaku. Ada seseorang yang mengetahui tentang hal ini. Dewa Hermes tahu semuanya. Dan seseorang yang mengetahui tentang hal ini, memberitahukan hal itu kepada Dewa Hermes." Agave menjelaskan singkat.

Hera mengernyit. "Hermes?"

Agave ikut berpikir sebelum netranya melebar tiba-tiba. "Tapi dewi, bagaimana jika orang yang kau maksud adalah Dewa Hermes sendiri?!" Dia berseru heboh.

"Dewa Hermes adalah dewa, dia juga tahu tentang kita. Bagaimana jika memang dia pelakunya?"

Hera menghembuskan nafasnya. "Itu tidak mungkin dia, Agave."

"Kenapa tidak?"

"Karena Hermes tidak memiliki keberanian untuk melawanku." Hera menjawab santai.

Agave menghela nafas kecewa. "Jika dia adalah musuhmu, kemudian dia mengincarku, dan dia tahu tentang pertukaran jiwa yang kita lakukan. Apakah dia juga tau tujuanku untuk memperbaiki kehidupanmu?"

Hera tidak menjawab apapun. Dia sendiri juga tidak tahu.

"Jika memang dia tahu, dia pasti sangat membencimu, dewi. Sampai-sampai dia tidak rela hidupmu menjadi lebih baik dan ingin kau selalu hancur seperti sebelumnya."

"Aku memiliki terlalu banyak musuh untuk dipusingkan, Agave. Tapi, sejak kemunculan para serigala yang menyerangmu saja, itu sudah tidak masuk akal. Di hutan itu tidak pernah ada serigala. Ada seseorang yang membawanya ke sana." Hera menjelaskan.

Mendengar itu, Agave jadi teringat akan kalung yang melingkar di leher salah satu serigala itu. Kalung yang familiar baginya.

Namun sebelum dia memikirkan hal itu lebih lanjut, pikiran Agave lebih dulu teralihkan tentang hal lain.

"Tapi, dewi. Bagaimana kau bisa mengetahui situasiku? Bagaimana kau bisa tau keberadaanku?"

Hera menatapnya sebentar. "Kau tidak tahu?"

Agave you a chanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang