02. Yang Lalu(?)

2.1K 347 19
                                    

Jeno teringat dimana ia pertama kali bertemu Renjun. Mereka masih belum sedewasa ini dan hari-hari mereka hanya diisi dengan bermain.

Di hari ini bisa menyusuri sungai, esoknya bisa balap kuda, esoknya bisa bermain perang-perangan.

Renjun dulunya tidak tau bahwa dirinya merupakan seorang putra mahkota, hanya tau bahwa ia anak dari kasta ningrat yang kaya raya. Tidak jarang Jeno membawakan makanan mahal kerajaan untuk Renjun. Walaupun Renjun bukan dari keluarga yang kekurangan tapi dirinya tidak setiap juga dapat merasakan makanan enak.

Sampai akhirnya hari itupun tiba, mereka berumur sembilas belas tahun. Dan akhirnya Dewi Bulan menunjukan takdirnya. Takdir yang nantinya akan menentukan pasangan sehidup sematinya. Pasangan hidupnya yang memiliki keturunan Dewi Bulan.

Betapa terkejutnya Renjun ketika dirinya diseret paksa menuju kastil. Ia sudah menolak keras, ia tau bahwa dirinya adalah seorang dengan keturunan Dewi Bulan dan kelak dirinya akan menjadi pasangan salah satu putra dengan gelar tinggi di kerajaan. Tapi apa yang dilakukan petinggi kerajaan pada orang tuanya membuatnya menolak. Seluruh keluarganya dibunuh habis dikarenakan perebutan kekuasaan dua kerajaan. Menyaksikan dengan mata telanjang pembantaian yang dilakukan terhadap keluarganya, membuat dirinya bersumpah bahwa ia tak akan berurusan dengan keluarga kerajaan lagi.

Semakin kecewa terhadap Jeno yang duduk di samping sang raja. Bahkan seorang yang ia kira kawan juga merupakan musuh. Ia merasa sangat dikhianati.


"Aku tidak akan menikah dengannya." Ucapan Renjun membuat semua orang di dalam ruangan terdiam.

"Aku tidak akan menikah dengan orang yang membunuh keluargaku. Apapun alasannya. Aku bahkan lebih memilih mendapatkan hukuman mati daripada menjadi bagian dari keluarga pembunuh ini."


Raja memandang lekat anak lelaki yang ditakdirkan menjadi istri dari anaknya ini. Batinnya berargumentasi bahwa perjalanan anaknya tidak akan mudah. Dalam batinnya juga memohon maaf kepada Jeno, karena kedepannya sang anak akan kesulitan.

"Bisakah nak Renjun memberikan kelonggaran, karena putra mahkota hanya akan menikah dengan keturunan Dewi Bulan. Kalian ditakdirkan bersama sejak kalian diberikan nyawa,"

"Kalau raja bisa menghidupkan seluruh keluargaku lagi, aku akan dengan sukarela menikah dengan anakmu itu."


Raja kembali menghela napas. Jeno yang sedari tadi diam, dirinya bahkan tidak memiliki keberanian untuk menatap Renjun. Rasanya ingin sekali Jeno mengucapkan maaf berkali-kali atas perbuatan ayahnya.


"Yang artinya, aku tidak akan pernah menikahi putramu itu. Permisi."


"Aku membutuhkanmu untuk meneruskan keturunanku!!"




Ucapan Jeno menghentikan langkah Renjun. Perasaannya seperti semakin diremas. Menikah bukan hanya soal memiliki anak, tapi menikah juga soal hubungan antara dua manusia. Dewi Bulan sangat kejam menjodohkan dirinya dengan orang yang membunuh keluarganya. Bagaimana bisa ia hidup dengan bayang-bayang keluarganya yang meninggal tidak dengan tenang. Bagaimana bisa seorang yang ia anggap teman selama ini hanya memikirkan anak guna melanjutkan keturunan mereka. Apa mereka akan membunuh dirinya jika ia sudah memiliki seorang anak? Apa benar seperti itu Jeno? Ah Renjun tidak dapat berkata-kata lagi. Rasanya semakin sesak ketika Jeno sekali lagi menegaskan bahwa ia hanya membutuhkan dirinya untuk menghasilkan keturunan bagi kerajaan setelah itu dirinya bebas melakukan apapun yang ia mau.



Bagaimana bisa Jeno? Apakah sekarang aku seperti bagian dari peternakan? Yang hanya beranak tanpa diberikan rasa kasih sayang?




Ah berharap apa dirinya dari seorang anak pembunuh.




"Kalau aku melahirkan anakmu, aku ingin lepas dari kerajaan ini apa kau bisa mengabulkannya?"




Dengan cepat Jeno mengangguk. Menyetujui apa yang Renjun inginkan. Disetujui pula oleh petinggi kerajaan yang lain. Untuk pengisi singgasana ratu Jeno akan memikirkannya nanti. Yang terpenting sekarang bagaimana ia bisa memenangkan Renjun untuk saat ini.















































Dan saat ini ia masih mencoba memenangkan Renjun. Mengabaikan rasa bersalah yang selama ini ia pendam. Mengubur semua keinginan untuk meminta maaf atas segala kebohongan yang ia buat sejak pertama kali mereka bertemu. Mengubur penyesalan karena menjadi lelaki berengsek yang hanya memanfaatkan Renjun.


Jeno mengusap kasar wajahnya. Rasanya seperti beban pekerjaannya bertambah sepuluh kali lipat hanya karena Renjun di ruang sandera.



Jeno tidak bisa membiarkan Renjun pergi keluar tanpa orangnya. Dia tidak ingin kehilangan jejak Renjun. Ia juga tidak mau lagi berbohong ke Renjun dan mengirim mata-mata untuk membututinya. Renjun tidak akan menyukainya.



Maka ketika Renjun mengembalikan Shotaro dan berkata tidak ingin berhungan apapun dengan Kerajaan, ketakutan akan kehilangan tiba-tiba menguasainya. Rasa takut yang memicu emosi tidak terkontrol yang membuat dirinya menyakiti seseorang yang sejak dulu ia kasihi.


Sejak pertama mereka bertemu, Jeno sudah tau bahwa Renjun akan menjadi pendampingnya. Seorang mate memiliki tanda yang hanya dapat dilihat oleh mate mereka sendiri. Renjun dan bunga mawar di pelipis kirinya berwarna biru keperakan yang indah. Yang membawanya diam-diam selalu mengecup pelipis si kecil ketika tidak sengaja tertidur ketika mereka bermain.




Ah rasanya Jeno ingin menghentikan waktu dan tidak mengeluarkan perkataan bodohnya yang menganggap Renjun hanya mesin ternak.













































"Siapa yang ayah sandera sampai sayap kanan kastil yang gelap gulita menjadi terang seperti ini?" Remaja berusia lima belas tahun itu berjalan tenang sambil memperhatikan lilin-lilin yang menyala, sesekali ia mengelus kucing gendut berbulu putih bersih yang berada di gendongannya.


"Menurutmu siapa Snow?"



Miaw, apa yang bisa diharapkan dari kucing? Hanya rasa gemas yang muncul ketika Snow mencoba membalas pertanyaan tuannya sambil menahan kantuk karena elusan tuannya yang semakin membuatnya mengarungi dunia mimpi.


Langkah kakinya berhenti di pintu terakhir di ujung area sayap kanan ini. Matanya mengerjap dari celah pintu ia menemukan seorang pria sedang terduduk sedang menatap bulan yang saat ini bersinar terang. Memperlihatkan wajah cantik yang belum pernah ia lihat sebelumnya.





"Apa kita pernah bertemu sebelumnya, tuan sandera?"

WUDARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang