7. Maafkan Aku, Pergi

1.9K 324 21
                                        

Sebagai keturunan Dewi Bulan, ini adalah tugasnya, melindungi kerajaan tempat matenya berada. Kekuatan yang selalu ia simpan dalam dirinya dan tak pernah dikeluarkan barang sekecilpun dikarenakan semua untuk hal seperti ini.

Pertempuran terjadi begitu cepat, Renjun dengan kelebihannya menghentikan pasukan musuh yang berjalan serentak. Menghentakkan kakinya yang membuat jurang besar memisahkan dirinya dan musuh. Pasukan musuh yang tidak siap akan munculnya jurang juga membuat mereka terjatuh bersama kuda yg mereka naiki. Membuat lima puluh persen prajurit musuh sudah berkurang.

Untuk lima puluh persen yang lain Renjun meminta bantuan kepada pohon dan akar mereka untuk menarik mereka ke tanah. Tapi ternyata tidak semudah yang Renjun pikir, jendral perang pasukan musuh berhasil melewati semua itu, melompat tinggi melewati jurang walau hanya dirinya yg selamat ditepi tidak dengan kudanya.


"Inikah keturunan Dewi Bulan yang hebat itu? Huang Renjun."

Renjun beralih ke arah lain untuk memandang apakah ada prajurit lain yang mencoba melompat lagi.


"Aku ingin kita berunding, Renjun atau aku harus menyebutmu Ratu Lee Renjun?"


Renjun mengabaikan lelaki dengan baju zirah lengkap itu. Membuat geram jendral muda yang berada di hadapan Renjun.

"Apa kau bisu?"


"Aku tidak menerima perintah dari siapapun, Jendral."


Amarah sudah sampai pada puncak, Jendral musuh itu akhirnya menghajar Renjun, bukan Renjun tak bisa menghindar, kekuatannya sudah berkurang banyak untuk membuat jurang dan menggelamkan prajurit musuh ke dalam tanah. Jadi sebisa mungkin ia menghindar, hanya sebisanya karena sisanya ia terkena pukulan keras tepat di wajahnya.


Tepat ketika Jendral itu berhasil menggoreskan pisau di pipi, Renjun berhasil memperangkap kaki Jendral, terserap kedalam tanah.



"Hentikan pemberontakan bodoh ini..".



Jendral perpangkat itu menggeleng



"Kalau begitu, selamat tinggal." Hentakan kaki sekali lagi Renjun lakukan untuk menutup jurang.



Selesailah tugas Renjun, ketika sang jendral tenggelam sempurna.




"Bukankah aku meringankan tugas untun menguburkan mereka, bukan begitu Theor?"


Kuda milik Renjun itu menghampiri pemiliknya. Mendudukan dirinya bermaksud menyamai pemilik yang saat itu tertidur terlentang kehabisan tenaga. Wajahnya tidak bersih sempurna, lebam dan goresan pisau yang diberikan jendral tadi cukup untuk membuat kebiruan muncul bahkan darah terus menetes.


"Aku juga berharap tugasku selesai disini." ujarnya pelan sebelum kesadarannya terenggut.
































































Mata Jisung menyipit ketika melihat gerompolan prajurit ayahnya kembali. Ia bertugas untuk menjaga kastil ketika sang ayah pergi ke medan peperangan.


"Bagaimana keadaan Papa, Ayah?"



Jeno menidurkan Renjun di ranjang kamar miliknya, membenarkan selimut lalu menggiring Jisung untuk keluar ruangan agar Renjun dapat beristirahat dengan nyaman.


"Hanya lebam dan goresan pisau, kau bisa tenang pangeran."




Mendengar ucapan ayahnya Jisung bernapas lega, walau kembali dalam keadaan tidak sadar papanya tidak kenapa-napa.



WUDARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang