5. Sebuah Imbalan

1.6K 319 14
                                    

Pagi yang cerah untuk Jisung, ia menikmati sarapannya dengan tenang sesekali mengambil menu soup kesukaannya. Snow, kucing putih kesayangan Jisung berada di sebelahnya duduk tenang di kursi sambil menunggu tuannya melahap makan pagi. Jatah makan Snow telah diberikan pagi tadi saat ia membangunkan sang tuan.

"Menyukai sarapanmu pagi ini, Pangeran?" Ucap Jeno yang sedari memperhatikan aura cerah dari sang anak

Jisung menatap Ayahnya sejenak. Ia sangat senang, bahkan semalam setelah melihat bintang lalu tidur, ia merasa itu tidur terbaiknya selama ini.

"Tentu aku senang, ayah. Cuaca cerah, angin semilir dan matahari tidak terlalu terik. Sangat menyenangkan jika bisa berjalan-jalan setelah menyelesaikan tugas dari guru-guru yang ayah kirim."

Jeno tersenyum kecil menatap anaknya yang sedang menginjak masa pubernya. Ah bahkan beberapa tahun lagi anaknya kalau mau bisa menggantikannya duduk di singgasana.

"Bisakah aku berjalan-jalan bersama papa, Ayah?"


Jeno menghetikan suapannya. Papa? Seingatnya, ia belum pernah memperkenalkan Jisung langsung kepada Renjun. Atau.. kemarin malam selepas ia dari tempat Renjun, ia melihat Snow yang berjalan sendiri, padahal biasanya si putih satu itu paling enggan berjalan.


"Melupakan perintah ayah untuk tidak ke area sayap kanan?"

Jisung menggaruk kepala bagian belakang walaupun tidak terasa gatal, "Sebenarnya aku tidak ada rencana kesana ayah, hanya saja Snow berlari-lari setelah melihat ketakutan melihat kuda yang aku rawat."


Tidak ada percakapan setelah itu, Jisung tau ayahnya tidak marah, mungkin sedikit memikirkan terlalu cepat untuk Jisung tau apa yang terjadi.



" Jadi, bolehkah aku mengajak papa unuk berjalan-jalan?"


"Kau bisa melakukannya asal ada jaminan papahmu tidak akan kabur."


"Bagaimana dengan aku melakukan sekolah tambahan?"


"Itu kewajibanmu Jisung,"



Anak laki-laki itu mendengus kecil, kepalanya memikirkan jaminan apa yang membuat ayahnya akan melepaskannya melakukan apapun bersama papanya.


"Bagaimana jika aku menerima tawaran ayah untuk bermain bersama tuan putri kerajaan tetangga,"


terjeda sejenak namun segera Jisung lanjutkan karena ayahnya hampir menyela.


"tapi hanya beberapa hari, aku janji akan mendapatkan persetujuan pengelolaan mata air di wilayah selatan ayah."





























































Jisung tidak sabar, ia sudah menantikan moment ini bertahun-tahun dan akhirnya menjadi kenyataan. Bertemu dengan orang yang melahirkannya.


Ia sudah mengantisipasi banyak kemungkinan respon yang ia hadapakan mengingat dirinya bukanlah anak yang diharapkan oleh papanya itu tapi Jisung siap menerima apapun tanggapan papanya.


"Selamat siang Tuan Renjun, hari ini anda mendapat keringanan khusus dari Pangeran Jisung untuk melangkahkan beberapa kaki menyusuri istana."

Pelayanan istana lalu undur diri menyisakan Renjun menatap Jisung dengan tatapan memuja. Memuja betapa gagahnya anak Jeno itu, bagaimana sehatnya anak itu walaupun tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tua yang lengkap, bagaimana anak itu sekarang bersujud dihadapannya dan memberikan penghormatan yang biasa ia terima dulu ketika memerankan diri sebagai putra Dewi Bulan.


WUDARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang