9. Jalan?

1.6K 294 20
                                    

Jeno sedang berada di ruang kerjanya, banyak pekerjaan datang tiba-tiba membuatnya lebih sering berdiam diri di ruang kerjanya sendiri. Kali ini ia ditemani Snow yang sedang tertidur dengan posisi loaf, sepeti duduk dan kedua kaki depannya ditekuk. Sangat nyaman dan aman di dekat sang raja.



"Hei, Snow. Kapan kau memiliki istri jika kau kerjamu hanya tidur dan mengikuti Jisung."


Kucing putih itu tidak bergeming saat Jeno mengajaknya berbicara, masih melanjutkan tidur. Merasa sangat lelah karena kemarin seharian mengikuti Jisung yang berjalan kesana kemari dan berakhir bersama seorang bernama Renjun yang entah kenapa di mata Snow, Jisung selalu menguntitnya.



"Nah karena hanya ada kau disini, kau harus membantuku. Akan kuberikan hadiah ikan tuna kalau kau mendengarkanku bercerita."






















"Ini buku yang anda, inginkan Yang Mulia." Chenle menyerahkan buku yang diminta Renjun kemarin.





"Terima kasih, Chenle." Renjun tersenyum manis menatap buku dan Chenle secara bergantian. Ah, dirinya juga harus berterima kasih juga untuk hal yang lain.




"Dan terima kasih juga telah menjaga Jisung."



"Itu memang kewajiban hamba, Yang Mulia."



"Tidak-tidak."



Chenle mengangkat alisnya heran, "lalu untuk apa, Yang Mulia?"



"Bisakah berhenti memanggilku Yang Mulia, aku bukan ratu Chenle."



"Mohon maaf, tapi kami hanya menjalankan perintah dari Raja."


Ah hilang sudah mood Renjun saat ini, tapi ia kembali teringat anak dihadapannya ini akan menjadi salah satu dari keluarga Jisung.




"Terima kasih sudah menjaga matemu dengan baik."



Chenle terdiam sejenak, apakah sejelas itu?



"Ratu.." Apa Chenle terlalu terlihat protektif kepada Jisung sampai sang ratu saja tau.



"Kalau kau bisa melihat tanda mate Jisung maka aku bisa melihat tanda mate kalian berdua, dan ya sikapmu terlalu terlihat jelas." Ucap Renjun seolah menjawab pertanyaan yang dipendam oleh Chenle.




Chenle hanya menduduk, pipinya memanas membayangkan berbagai perlakuannya untuk Jisung yang ia anggap sangat pelan dan tidak ada yang melihat ternyata langsung diketahui oleh orang tua mate nya sendiri.



Renjun terkekeh, rasa-rasanya masih seperti menemani teman yang sedang jatuh cinta. Kalau dulu dirinya dengan Jeno..



Bodoh,



Pikiran macam apa itu.



Tamparan imajiner yang Renjun buat membawanya kembali ke dunia nyata, dihadapkan pada Chenle yang ternyata sedang berbincang dengan putra mahkota.




"Jisung, kemarilah."




"Ya, Papa? Ada yang perlu dibantu?"



Renjun menyerahkan buku yang tadi diberikan oleh Chenle. Anak lima belas tahun dihadapan Renjun berbinar menatap buku tersebut,



"Untukku?"  ucapnya sambil menunjuk dirinya sendiri.




"Tentu, itu untukmu."




WUDARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang