Semakin keadaan Renjun membaik semakin menyebalkan sikap yang Renjun tunjukan untuk semua orang bahkan untuk Jeno dan Jisung.
Kejadian di balkon di sore hari itu tidak merubah apapun, bahkan ketika Renjun pikir menangis bisa meluluhkan Jeno, nyatanya ayah dari Jisung sekarang menyuruh beberapa pengintai untuknya, walaupun sekarang dengan jarak yang agak jauh.
"Tidak ada gunanya, Renjun. Jangan melihat kesana kemari mencari pengintai itu. Mari terbiasa hidup dengan abai."
Siang ini dirinya menuju perpustakaan kastil, ada beberapa buku yang harus ia cari dan seingatnya hanya kerajaan yang memegang buku tersebut, buku yang termasuk langka.
Perpustakaan cukup sepi mengingat ada acara di pusat kota, semua orang berkumpul disana, hanya ada beberapa penjaga di luar perpustakaan. Hal tersebut membuat Renjun dengan leluasa mencari-cari di ruangan dengan 3 lantai di dalamnya.
"Dimana buku itu.. kenapa susah sekali dicari."
Renjun beralih ke rak disebelahnya, bahkan di katalog buku pun tidak ada tercatat buku yang ia maksudkan.
Lagi lagi sudah berganti rak bahkan Renjun sudah berada di lantai teratas ruangan ini dan masih belum menemukan.
Ketenangan perpustakaan yang sejak tadi Renjun rasakan selesai setelah suara pintu terbuka dan menunjukan anak yang sering bersama Jisung sedang mengembalikan buku ke rak asalnya.
Papa Jisung itu hanya memperhatikan dari tempatnya berdiri dengan tenang sembari sesekali tersenyum kecil ketika Chenle kesusahan karena rak yang masih tinggi walau sudah menggunakan tangga.
"Harusnya memang meminta bantuan Jisung," Hembusan napas lelah Chenle masih menemani sembari mengangkat buku ke tiga yang harus dikembalikan
"Butuh bantuan?"
BRAK!!!!
"AKH!!!"
"RATUUU!!!!"
Dua buku yang dipegang dengan satu tangan tiba-tiba lepas dari tangan Chenle, disaat yang sama Renjun menghampiri pemuda yang ia ketahui dekat dengan Jisung. Naasnya ujung buku yang tajam mengenai dahi Renjun dan punggung bukunya mengenai kaki yang baru sembuh beberapa hari yang lalu itu. Dan buku yang satu lagi tepat mengenai kepalanya.
"RATU, RATU MAAFKAN HAMBA, HAMBA MOHON AMPUN!!!"
Rasanya sangat komplit sekali, kepala pusing dahi berdarah dan kaki nyeri, kalau tidak kuat Renjun mungkin sudah pingsan sedari tadi, tapi dirinya masih berdiri dengan bertopang satu tangan dengan Chenle di hadapannya yang sedang bersujud.
"Bangunlah Chenle, aku tidak apa-apa"
"Mo-mohon ampuni saya Ratu Renjun, tolong hukum saya." Ucap Chenle masih bersujud dan merutuki kecerobohannya.
"Bangun kubila-"
"Hamba mohon ampuni kecerobohan saya Yang Mulia Renjun!!"
"Aku tidak akan mengampunimu jika kau tidak membantuku ke bagian medis sekarang. Ah!! Kenapa sekarang dirimu menjadi dua!?!?"
Chenle dengan bergegas membantu Renjun berjalan keluar perpustakaan, menuju ke pusat medis kastil. Saat keluar dari perpustakaan penjaga dikejutkan dengan ratu mereka yang marah marah kesakitan, sudah mau membantu tapi ditahan juga oleh Renjun. Sekarang minta digendong karena sekarang dihadapannya Chenle mejadi tiga.
Sungguh pemandangan baru, Renjun yang biasanya hanya diam sambil menatap malas semua orang menjadi banyak bicara dan memarahi semua orang, bukannya takut tapi semua orang merasa itu lucu, Ratu mereka yang lucu.
KAMU SEDANG MEMBACA
WUDAR
FanficRenjun hanya ingin mengunjungi makam orang tua angkatnya serta mengembalikan utusan raja yang selalu diminta mengekornya. Lalu kenapa sekarang dirinya terjebak di kastil ini.