Chapter 20 - Behind Closed Door

5.9K 239 10
                                    

Sean terbangun karena cahaya matahari menyapa matanya, membuatnya silau dan pada akhirnya mulai terjaga. Netranya mengerjap saat menatap dua bola mata cokelat menatap kearahnya penuh afeksi, seakan ia adalah hal terindah yang pernah ada di bumi. Mata itu milik Ales, yang tengah menopang kepalanya dengan sebelah tangan, berbaring miring disebelahnya.

"Oh, god. You've been watching me asleep?". Tanya Sean.

Ales tersenyum, entah apa Sean salah, tapi rasanya ini pertama kalinya ia melihat lelaki itu tersenyum. "Morning".

Sean menggeliat di kasur. "Jam berapa sekarang?".

"Delapan". Jawab Ales singkat.

Sean langsung terlonjak dari kasur. "Shit, jam 9 kan ada pemotretan".

Ales menatap heran, memandangi bagaimana Sean segera turun dari kasur dan bergegas mengenakan robe hitamnya semalam yang tergeletak di lantai. "Duh, pasti El udah nelfonin deh. Mana gak bawa hp".

Ales terkekeh. "Semalem buru-buru banget kesininya?".

"Berisik". Tukas Sean.

Sean langsung hendak bergegas menuju ke pintu kamar Ales segera, namun lelaki yang masih setia bergelung di kasur itu memanggil. "Oceana".

Sean otomatis berhenti dan menoleh. Sial, penampakan erotis macam apa itu, melihat lelaki dengan paras bagai penghuni surga sedang bersandar santai di kasur sepagi ini.

"Sini dulu". Panggil Ales, mengisyaratkan dengan jarinya agar Sean mendekat.

"Gue udah terlambat". Tukas Sean.

Sean sudah kembali seperti biasanya, galak dan acuh. Bukan lagi Sean yang semalam bermanjaan dengannya. Lucu bagaimana perilaku seseorang bisa berubah-ubah secepat itu. Ales kembali mengisyaratkan Sean untuk mendekat. "Sebentar aja".

Sean pada akhirnya menuruti, Ales memang kerap kali memiliki sisi magis yang sulit ia lawan. Gadis itu mendekat dan berdiri di sisi kasur Ales. "Kenapa?".

Ales menarik lengan Sean dan memposisikan gadis itu hingga jatuh terduduk diatas pangkuannya.

Sean mengerutkan keningnya. Tidak mungkin Ales meminta lagi kan? Bagian bawahnya saja masih nyeri akibat pergempuran semalam.

Ales mengeratkan pelukan tangannya di pinggang Sean dan mengecup bibir merahnya singkat. "Semangat kerjanya".

Apa-apaan ini. Kenapa lelaki ini otomatis jadi manis setiap habis bercinta?

Wajah Sean mau tak mau memerah, menunjukkan rona yang makin membuatnya terlihat cantik. "Apaan sih? Udah kayak pacar gue aja".

"Doesn't matter, just want to give you energy after draining it out last night". Ucap Ales sembari kembali mengecup bibir Sean.

Sean menutup mulut itu. "Diem, gak usah bahas yang semalem".

Ales tersenyum, ujung mata indahnya itu sampai ikut tertarik. Ia kemudian mengambil tangan mungil itu dan mengecupnya. "Udah sana, kalo kamu diatas saya terus nanti bisa-bisa kamu gak jadi kerja".

Sean memutuskan untuk menuruti, beranjak dari pangkuan Ales yang ia yakini masih bertelanjang bulat dan pergi menuju keluar pintu kamar lelaki itu.

Beruntunglah area lantai ini dan lantai tempat kamarnya sudah clear, jadi tidak akan ada yang melihat Sean keluar dari kamar Ales sepagi ini. Gadis itu langsung melesat menuju kamarnya dan mengunci pintunya.

Puluhan missed calls dari El sudah membombardir ponselnya, dengan tergesa ia segera memasuki kamar mandi dan membersihkan diri dengan singkat. Sean bahkan tak sempat lagi merias dirinya, membiarkan dirinya keluar tanpa polesan make up.

Sesampainya di lobby, El sudah memegangi kepalanya, pusing menghadapi perilaku artis naungannya yang semakin hari semakin tak jelas. Sean berjalan mendekat kearah lelaki itu. "El.. Sori.. Telat bangun".

El langsung mengadah dan menemukan Sean disana. "Ah, akhirnya! Gila lo ya gue daritadi nelfonin, gedor kamar lo, gak bangun-bangun".

Sean hanya mengeluarkan cengirannya. "Sowwyy".

El langsung menelfon driver guna membawa mereka ke lokasi pemotretan, namun matanya menangkap sesuatu yang segera memekakkan seisi kepala sang manager.

"Sean, lo yang bener aja. Lo semalem sama Galessano lagi?". Tembak Sean.

Sean yang tengah meneguk air mineralnya langsung tersedak. "Apaan sih? Nuduh yang nggak-nggak aja".

El memutar bola matanya. "Lo gak liat leher lo? Gak usah bilang digigit serangga, gue gak goblok".

Darah Sean rasanya luntur hingga ke kaki, ia memegangi leher tempat netra El bermuara.

Sial. Ia tidak sadar lelaki itu meninggalkan jejak.

———

Pemotretan itu berjalan cukup lancar, Sean pada akhirnya berhasil menutupi bekas jejak yang Ales tinggalkan dengan concealer. Gadis itu memang professional, rasa lelah dan kantuknya seketika ia kesampingkan. Dengan pose yang beragam, Sean memamerkan tubuh eloknya dengan balutan underwear milik brand yang bekerjasama dengannya.

Gadis itu terlihat begitu memikat, beberapa orang di lokasi bahkan sampai melongo menatapnya. Selesai mereview hasil photoshoot artisnya, El membawakan jaket tebal agar Sean bisa menutup tubuhnya kembali.

"Udah bagus, bisa balik habis ini". Info El.

"Thank god".

Belum selesai Sean mengganti baju, ponselnya sudah berdering. Sebuah panggilan video call dari Vier sang kekasih menyapanya. Gadis itu tersenyum simpul saat melihat wajah Vier yang tersenyum manis untuknya.

"Hai baby, cantik banget? Lagi kerja ya?". Suara merdu itu menyapa Sean, membuat rona kemerahan hinggap di wajahnya.

"Iya, habis pemotretan. Kamu udah pulang kerumah ya? Kok gelap?". Tanya Sean balik.

Vier mengangguk dan memainkan piercing di bibirnya. "Iya, dikamar. Aku bosen, jadi telfon kamu aja".

"Tumben kamu cepet shootingnya?". Tanya Sean balik.

Vier memanyunkan bibirnya gemas. "Aku kan lagi sakit, sayang. Jadi tadi gak shooting dulu".

Sean terlonjak dari sofa yang ia duduki. "Hah? Sakit apa?".

"Oh kamu belom baca chatku tadi pagi ya? Aku demam, tapi ini udah mendingan kok setelah liat kamu". Cengir Vier.

Hati Sean mencelos, pagi di tempat Vier itu berarti malam di tempatnya sekarang. Semalam, itu berarti saat ia tengah bersama Ales.

"Oh god, maaf sayang.. Aku.. Beneran gak tau". Ucap Sean, batinnya seakan ditusuk pasak.

Vier malah tertawa manis menunjukkan gigi kelincinya. "Kamu kok akhir-akhir ini sering minta maaf sih? Aku jadi gemes. Kan aku bilang gak apa-apa, we are in different places, different time too. It's okay, sayangku".

Vier memang bagai mimpi baginya, memiliki hubungan yang tertutup dari publik dan berjalan sudah cukup lama itu sebenarnya tidak mudah, tapi Vier selalu membuat seakan-akan semuanya bisa dijalani dengan indah. Tapi kini, mungkin semua tidak akan semudah itu lagi, apalagi dengan adanya Ales di hidupnya sekarang. Cobaan terberatnya, godaan duniawi yang tidak bisa Sean tahan.

"Anyway kamu pemotretan apa?". Tanya Vier lagi.

"Underwear, sayang". Jawab Sean singkat.

Vier bersiul dan kembali memainkan piercing di bibirnya dengan lidahnya. "Can you send me the result?".

"Buat apa hayo?". Ledek Sean gemas.

Lelaki itu terkekeh. "Buat aku yang lagi sakit dan needy karena pacarnya jauh".

———

ARRIVAL DATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang