crazystupidlove
"Kami berkencan."
Taehyung mengulang sekali lagi kalimat itu, saat ke enam member nya tidak menanggapi maupun menjawab. Mereka justru saling pandang dengan raut wajah yang lekat akan ketidak-percayaan. Bukan untuk menentang keputusan sembrono yang Taehyung pilih, mereka hanya bingung harus memberi reaksi seperti apa.
"Kau memaksa nya?" tanya Jimin tiba-tiba.
"Apa maksudnya?"
"Tidak mungkin kan semudah itu?" tanya nya lagi, "Kalian baru bertemu kemarin. Apa iya Jennie bisa menerima perasaan mu begitu saja?"
"Kalian terlalu tergesa-gesa." Celetuk Yoon-gi.
"Tidak juga. rasa suka ku sudah ada sejak tiga tahun lalu. Aku hanya terlalu fokus pada karier hingga tidak punya waktu menumbuhkan nya menjadi sesuatu yang lebih."
"Tiga tahun lalu?" tanya Jimin lagi. "Kami juga tahu tentang nya tiga tahun lalu. Siapa yang tidak kenal Jennie? Dia tampil di samping Gdragon tanpa status debut yang jelas."
"Kalian hanya tahu, sedang aku mengenalnya. Dia tidak menganggapku sebagai orang asing."
Jennie bukan idol rookie bagi mereka, ya benar Blackpink baru ada sejak tiga bulan lalu—tapi ada sedikit pengecualian untuk nya. Eksistensi Jennie sudah mereka tahu sejak awal karier mereka berjalan. Taehyung ingat banyak sekali orang yang penasaran dengan Jennie saat itu. Mereka semua melihat penampilan nya di layar Tv yang ada di ruang tunggu. Ada yang memuji nya, tapi banyak juga yang mencela.
Rumor yang beredar tentang Jennie tidak selalu baik. Mulai dari pelaku perundungan, pengusaha tua yang memberikan nya sponsor, atau bahkan—kabar tentang dirinya yang rela tidur dengan produser, hanya untuk mendapatkan sebuah lagu.
Taehyung tidak terlalu peduli saat itu. Dia hanya mendengarkan. Tidak ada rasa ingin menghakimi, maupun mengasihani. Bukan karena sok suci atau tidak punya empati—hanya saja, Taehyung tak punya waktu untuk melakukan nya. Pikiran nya kalut begitu saja saat orang-orang mencela debut mereka yang gagal. Taehyung takut mengecewakan orang tua serta nenek nya.
"Dia tegar sekali saat itu, setelah mengingatnya sekarang—hatiku jadi makin sakit."
"Kau bicara apa?"
Potongan-potongan masa lalu merangkak hadir dalam kepala nya. Bagaimana gadis berumur enam belas tahun itu tetap mumbungkuk memberi salam dengan sapaan penuh semangat, walau banyak orang juga membalas nya dengan acuh. Taehyung mengira dia akan menyerah, tapi ternyata tidak. Satu persatu, dia membungkuk bahkan pada crew dan staff idol group lain.
Aku baru percaya kalau sudah melihat nya dengan mata kepala ku sendiri, Taehyung itu penilai yang pintar. Dia rasional. Gambaran Jennie saat itu, tentang perilaku—senyuman serta tutur kata nya yang sopan dan ramah, sama sekali tidak menggambarkan seorang gadis urakan. Taehyung justru menilai bahwa Jennie tidak hanya cantik, tapi juga pintar. Otak nya tidak kosong seperti kebanyakan gadis-gadis yang hanya mementingkan penampilan.
Perjuangan dan semangat juga tergambar jelas pada Jennie. Dan mengingatnya sekarang, membuat Taehyung sadar kalau mereka mirip.
Taehyung mengeluarkan sapu tangan yang dia simpan di dalam saku jas nya. Sejak kemarin, dia selalu membawa nya kemanapun—tidak jarang dia tersenyum hanya dengan melihat inisial RJ yang di Jahit rapi di pojok kain nya.
"Oh? Bukankah kau pernah hampir gila mencari sapu tangan itu, hyung?" tanya Jungkook saat Taehyung mengeluarkan sapu tangan yang ia simpan di saku celana. "Ketemu dimana?"
"Ini milik Jennie." balasnya,
"Bagaimana ceritanya? Bukankah sapu tangan itu sudah kau miliki sejak dulu? Kau juga selalu membawa nya kemanapun." tanya Namjoon.