-crazystupidlove-
Ini akan menghancurkan hati nya, kalau pada akhirnya Taehyung tidak bisa melindungi Jennie dengan benar. Apa yang dia lihat malam ini adalah sesuatu yang tidak pernah Taehyung bayangkan. Seberapa jauh orang-orang itu telah mengobrak-abrik mental nya? Seberapa banyak orang tahu kalau gadis ini jauh—sangat jauh dari kata baik-baik saja? Seberapa kuat dinding yang dia bangun, hingga dia bisa menyembunyikan kesengsaraan ini dan menikmatinya seorang diri?
Masih menangis dalam pelukan nya yang erat. Taehyung larut dalam pikiran nya sendiri. Sesekali dia melirik tangan mungil yang mengcengkram kuat lengan jaket nya. Jari jemari nya memerah saking kuat nya cengkraman itu. 'Aku takut, Taehyung' di ulang beberapa kali dalam sela-sela tangisan nya yang belum berhenti.
Taehyung tidak memberikan penenang apapun. Yang dia lakukan hanya memeluknya, dan memberikan kehangatan, juga keyakinan bahwa di masa depan Jennie tidak akan sendirian lagi. Bahwa Taehyung akan selalu disamping nya, mencintai—melindungi, membersamai semua kesedihan, luka, cemas, atau semua perasaan tidak enak yang pasti akan datang silih berganti dalam kehidupan.
Dan tentang mental nya yang sakit, Taehyung juga punya rencana untuk membuatnya menjadi lebih baik.
"Sudah puas menangisnya?"
"Bukankah aku payah?" tanya nya sesaat setelah tangis nya reda, "Aku menangis terlalu banyak sampai jaket mu basah."
"Kau tahu, menurutku menangis bukan tanda orang itu lemah atau payah."
"Lalu apa?"
"Itu adalah tanda bahwa orang itu sudah terlalu lama mencoba kuat." Balas nya, sambil menghapus air mata itu lagi. "Tentu tidak apa-apa untuk menangis. Karena lebih sulit kalau kita tidak bisa membuat diri kita menangis, tidak bisa melepaskan apa yang melukai hati. Menahan seperti itu, hanya akan membuatmu lebih sakit."
"Apakah menurutmu aku benar-benar kuat?"
Taehyung mengangguk, "Kau tidak tahu betapa aku mengagumi mu saat itu. Bahkan sekarang.. jika aku yang berumur enam belas tahun berada di posisi mu—aku tidak yakin bisa mencapai semua pencapaian yang kau miliki sekarang."
"Lalu, apakah keputusan kita sudah benar?" Jennie menatap nya, dengan netra yang sarat akan ketidakyakinan. "Bagaimana kalau keputusan ini akan melukai kita?"
"Aku tidak peduli kalau aku terluka, tapi aku akan berusaha melindungi mu untuk tidak terluka." Tegas nya pada Jennie. "Masa depan, tentu kita perlu memikirkan nya dengan hati-hati. Tapi menurutku, tidak ada gunanya untuk takut. Cinta kita tidak salah, dan aku tidak berpikir untuk melarang perasaan ini bertumbuh hanya karena ketakutan yang belum tentu akan terjadi."
Bohong sekali kalau Taehyung tidak memikirkan karier nya akan jadi seperti apa di masa depan, dia juga khawatir. Tapi rasa khawatir itu tidak lebih besar dari rasa takut nya tentang bagaimana kalau Jennie tidak ada di masa depan nya nanti. Karena itu, Taehyung akan berusaha. Dia akan mengusahakan semuanya, agar keduanya bisa seimbang.
"Tentu tidak akan mudah, pasti akan ada banyak sekali rintangan yang akan menghadang kita di masa depan. Tapi satu hal, kau harus tahu.." Taehyung membelai pipi nya, sejenak dia memperhatikan bibir Jennie yang terlihat kering. "..aku benar-benar menginginkanmu untuk jadi masa depan ku."
"Masa.. depan?"
"Pernikahan." Hidung mereka kembali bersentuhan, napas memburu bersama sunyi. "Kau sudah memenjarakan semua perasaanku, dan membuatku tidak mungkin untuk mencari cinta baru."
Jennie menahan napas nya, saat jari-jemari dingin milik Taehyung membelai tulang selangka nya lagi. Mereka turun, untuk kembali meraih kancing piyama nya dan melepaskan satu persatu. Kulit Jennie lembut dalam sentuhan Taehyung. Begitu halus, begitu lembab, begitu feminim.