-s m u t-
Mereka berdua duduk di sebuah kursi di bawah pohon rindang yang terletak di pinggiran danau. Setelah lelah berdebat untuk memutuskan mau melakukan 'itu' kapan, akhirnya Taehyung menyerah—menurutlah dia pada kemauan Jennie yang saat ini ingin bermain kembang api. Sambil menunggu penjaga penginapan membelikan benda itu, mereka mengobrol sambil menikmati secangkir minuman hangat di pinggir danau yang beku.
Sebenarnya tidak benar-benar mengobrol, karena Taehyung tidak banyak bicara. Dia hanya sesekali merespon dan mendengarkan celoteh Jennie tentang ini dan itu. Menyenangkan bagaimana mendengar intonasi suaranya yang berubah-ubah setiap menggambarkan tentang suatu keadaan ataupun sifat orang.
Jennie nya adalah sosok cerewet, tapi juga pendiam. Bagaimana menggambarkan nya? Taehyung sendiri bingung. Yang jelas dia beruntung. Bajingan beruntung. Semua kepribadian, sifat, bahkan penampilan dan bentuk tubuh yang dia inginkan pada wanita—semuanya ada pada dia. Wajah nya yang menggemaskan dengan mata nya yang sexy itu, adalah dua kombinasi hebat yang membuat Taehyung semakin tergila-gila padanya. Tubuh nya..
Dia menjilat bibir, membasahi nya dengan saliva—ketika tiba-tiba saja darah nya berdesir hanya karena sekelebat ingatan tentang bagaimana menabjubkan nya malam ketika mereka meleburkan hasrat kemarin.
"Kenapa tiba-tiba berhenti cerita?"
Taehyung bertanya saat netra cantik itu tiba-tiba mendelik menatapnya tajam. Bibir nya pun terkunci rapat tanpa menyelesaikan cerita yang sudah dia mulai.
"Aku benci."
"Benci kenapa lagi, Jane?"
"Hanya aku yang bicara, kau tidak merespon sama sekali. Membuatku seperti radio rusak."
Pemuda itu tertawa, sebentar saja sebelum menggeser tempat duduknya untuk memangkas ruang diantara mereka. Lembut tangan itu meraih jari-jari mungil yang memerah karena suhu dingin.
"Aku hanya tidak ingin mengganggu antusiasme mu untuk cerita." Ungkapnya pada sang kekasih, "Ini adalah kali pertama aku merasa kau sudah benar-benar nyaman bersama ku, Jane."
"Kenapa begitu?"
Taehyung membelai rambut nya lembut, "Kali pertama aku mendengarmu tidak menyukai beberapa orang. Kali pertama juga kau terbuka padaku tentang hal-hal yang membuatmu tidak nyaman."
"Benarkah ini kali pertama?" Taehyung mengangguk, "Tapi itu bukan karena aku tidak nyaman bersama mu, Taehyung. Hanya saja, aku tidak terbiasa menceritakan hal-hal seperti itu."
"Aku tahu," ungkapnya sambil mengangguk. "Apa aku boleh bertanya?"
"Apa?"
"Tentang ketakutan mu di tempat ramai, apa kau punya rencana untuk menyembuhkan nya?"
"Kapan aku bilang kalau aku takut tempat ramai?" tanya nya heran.
"Tidak?"
"Bukan suasana nya yang ku takutkan. Tapi orang." Wajah nya berubah sendu. "Kadang-kadang aku takut saat ada banyak orang menatapku. Itu membuatku sesak napas, dan.. dan, seperti di cekik."
"Mau ku temani ke psikeater? Aku kenal dokter yang bagus." Usul Taehyung padanya, "Tidak perlu ke rumah sakit untuk konseling. Kita bisa melakukan nya di apartement."
"Apartement? Dorm mu?"
Taehyung menggeleng, "Aku beli apartement untuk kita."
"Ki..kita?"
Jennie mengerjab saat ibu jari itu meraih dagu nya, membuat wajah nya mendongak. Deru nafas Taehyung yang hangat itu membelai kulit epidermis Jennie, membuat degup nya berdesir hebat. Kecupan singkat akhirnya mendarat disana, pada bibir ranum yang terasa beku.