crazystupidlove
Beberapa hari ini Yoongi memang merasa kesedihan berlomba-lomba menghantam nya. Bukan, bukan kesedihan seperti patah hati atau semacamnya—tapi lebih seperti gelombang kesepian dan kekosongan yang luar biasa. Rasanya seperti dia ingin berteriak dan menangis tapi dia tidak bisa melakukan nya. Dan yang bisa dia lakukan hanya tidak melakukan apapun atas rasa itu. Aneh memang. Dia sendiri bingung pada keadaan nya.
"Ini hari yang panjang."
Malam ini dia memutuskan untuk berkelana sendirian membersamai malam. Mencontek gaya hidup Taehyung saat itu, hanya saja dia memilih kedai kecil sepi daripada bar yang ramai. Sejujurnya Yoongi tidak suka minum, walaupun dia punya toleransi alkohol yang lebih tinggi daripada teman-teman nya yang lain. Sudah ada dua botol soju kosong di atas meja, tapi sialnya mereka tidak berpengaruh apa-apa pada tubuh nya. Kedai yang di pilih adalah kedai langganan yang letaknya tidak begitu jauh dari dorm tempat dia tinggal. Lima belas menit dia habiskan dengan berjalan untuk bisa sampai kesana.
"Nanti perutmu bisa sakit kalau hanya minum tanpa makan apapun."
Yoongi menggaruk kepala nya yang tidak gatal, dia tersenyum canggung saat nenek pemilik kedai memberinya sepiring omlette panas dengan racikan saos kesukaan nya.
"Aku tidak pesan makanan karena memang tidak terlalu lapar, nek. Terima kasih, aku akan menikmatinya."
"Meskipun tidak lapar, mana enak minum soju tanpa makan apapun?" balas nya, "Habiskan ya. Nenek tidak ingin melihat sisa. Kau terlihat lebih kurus dari terakhir kita bertemu. Makan yang banyak."
"Benarkah? Baik, akan ku habiskan. Terima kasih nek."
Sepi mengelilingi nya lagi. Tidak, tidak.. sebenarnya keadaan di sekitarnya memang ramai, dia saja yang merasa sepi. Yang merasa kosong. Lalu-lalang mesin mobil terdengar bising pada pendengaran, tapi ya.. kosong itu masih dia rasa—masih menyiksa nya.
Dengan tatapan kosong itu dia terus-menerus meneguk soju. Tidak ada niat untuk menjeda, padahal dia sudah hampir menghabiskan botol ketiga. Sekarang dada nya terasa sesak, setiap napas yang ia hela justru menyakitkan seolah-olah ada seratus bola besi di ikatkan ke dada nya. Menimang-nimang apakah harus berhenti minum, karena itu memang tidak ada gunanya. Jam menunjukkan pukul 8 malam, saat dia melihat layar ponsel nya sekilas—sebelum mengumpat keras. Banyak pesan yang di terima, tapi tak satupun dia baca apalagi di balas.
Kecewa nya terasa besar sekali, mengumpatlah dia pada diri sendiri; kenapa ini harus terjadi padaku? Kebimbangan memaksanya duduk berserah tanpa sanggup melakukan apapun. Bisa saja untuk tidak peduli dan berontak dari semua jerat menyengsarakan ini, tapi—Yoongi tidak bisa menjadi awan mendung pada senja milik orang lain. Dia tidak akan sanggup merusak kebahagiaan milik dua orang itu. Dua orang terpenting dalam hidupnya; Taehyung dan Jennie.
"Aku bingung."
Dia mengusap wajah sebelum membenamkan diri pada kebimbangan itu. Saat ini, terlalu banyak rasa yang sedang dia cicipi. Sakit pada hatinya berasal dari rasa yang mana, dia belum tahu benar. Yang jelas nama Jennie menjadi satu-satunya tersangka paling utama. Dia menertawai diri sendiri, tak menyangka saja pertemuan sepele itu telah merubahnya menjadi tokoh melankolis dalam kisah cinta milik orang lain.
"Bagaimana untuk bisa biasa saja? Jane.. beri aku petunjuk."
Dulu saat pertama melihat Jennie di salah satu acara award, dia tidak menyangka kalau rasa tertariknya akan bertumbuh menjadi cinta. Di kiranya itu hanya rasa penasaran, yang akan hilang seiring berjalan nya waktu. Dia juga tidak merasakan apapun saat tahu bahwa Taehyung juga tertarik pada wanita yang sama. Yoongi berpikir bahwa Taehyung akan sama seperti dirinya; menghentikan semuanya pada rasa kagum saja. Tapi di kemudian hari, dia menemukan dirinya sudah di dahului. Taehyung sudah sampai di garis finish, saat dia ingin mengawali langkah.