14. Amazing Dali (1)

98 15 7
                                    

Pagi menyambut hangat, sinar cerah matahari menyelimuti tanah Dali membangunkan embun dari rumput dan pohon pinus. Kicauan burung meramaikan awal hari yang akan dilewati cukup padat, paling tidak untuk dua keluarga yang akan menghabiskan beberapa hari di Dali dan daerah sekitarnya.

Renja mendapati Benjamin tengah mengobrol dengan orang lokal, cukup lama sampai pria tua bertopi jerami itu pamit undur diri. Meninggalkan mobil van di parkiran samping mobil milik ayahnya.

"Pagi, bujang!" sapa Benjamin ceria, jemarinya memainkan kunci mobil sambil berjalan masuk ke dalam villa. Tak lama suara nyaring memanggil istrinya.

Renja mengikuti langkah Benjamin dari belakang setelah puas memandangi pagi di luar. Dia cukup heran sebab Ayah dan Bunda belum menampakkan batang hidung, padahal waktu sudah menunjukkan angka tujuh pagi lebih.

Dari ruang tengah, Renja dapat melihat Ayu sibuk menyiapkan sarapan sendiri. Seperti ibunya jika sedang memasak, istri Benjamin ini lebih sering diam dan tak banyak bersuara bahkan untuk meminta bantuan sekali pun.

Benjamin muncul dari pintu kamar yang ditempatinya dengan Nusa dalam gendongan. Si bungsu menangis tersedu-sedu sambil memanggil ibunya. Tak kehabisan akal Benjamin memainkan Nusa seakan dia sedang terbang, cukup ampuh karena tangis anak itu berubah menjadi gelak tawa.

"Ririn sama Icel belum bangun?" tanya Ayu. Dia berjalan mondar-mandir ke meja makan untuk menghidangkan sarapan.

Renja yang merasa ditanya pun menjawab. "Tadi jam setengah enam sih bangun mereka, Bi. Tidur lagi mungkin."

Ayu mengangguk, dia kembali ke dapur untuk mengambil nasi yang telah matang. Jam tujuh di Cina masihlah sangat pagi, jadi wajar jika anak-anak belum bangun.

"Si Icel tadi sholat Subuh gak, Bang? Itu anak suka belang-belang kalo sembahyang, heran!" Benjamin menyahut sambil terus mengajak Nusa bermain.

"Sholat kayaknya, Om. Kan ada Ririn," jawab Renja takut salah-salah kata.

"Icel nurun gitu dari siapa coba kalau bukan dari Papi. Bapak-anak sama aja," gerutu Ayu dari dapur mengundang kekehan dari Benjamin.

"Bang, kayaknya Nusa mau ASI nih dari tadi rewelnya masih ada." Benjamin beralih ke dekat Renja yang sedang selonjoran di karpet bulu-bulu tebal.

Sejak tadi, Benjamin ragu untuk mengetuk pintu kamar Chandra. Takut jika akan mengganggu istirahat pasangan suami-istri itu, tapi juga khawatir pada Nusa yang sepertinya mulai mencari keberadaan Wendy.

"Sini, Om. Biar sama Renja dulu, Renja juga gak berani bangunin Ayah sama Bunda. Apalagi kemarin Bunda keliatan lagi sakit."

Benjamin mengalihkan Nusa pada kakaknya. Rengekan bayi itu masih belum berhenti keluar dari bibirnya yang meminta ASI.

"Ini coba pake susu formula dulu," Ayu dengan sigap menyodorkan susu formula untuk Nusa yang baru dibuat olehnya.

Renja menerima botol susu itu, langsung ditancapkan pada bibir mungil si bungsu. Seperti yang telah diduga, Nusa menolak botol susu karena yang diinginkan hanya susu dari ibunya.

"Waduh, kalo gitu satu-satunya cara ya bangunin Bunda kamu," ujar Ayu kemudian. Dia sudah lama tak mengurus bayi jadi sedikit kaku apalagi terhadap anak sahabat suaminya.

Suara Nusa kian lama kian meninggi, sehingga pintu kamar Chandra terbuka. Pria tiga puluh tujuh tahun itu berdiri sambil mengucek mata, dia hanya menggunakan kaos oblong tanpa lengan dan kolor berwarna hitam yang sudah luntur warnanya. Wajahnya masih tergurat bekas bantal dan rambutnya acak-acakan.

"Yayah..." Nusa merentangkan tangannya ingin digendong sang Ayah.

Chandra yang sadar itu langsung mendekati Renja dan mengambil alih Nusa, tak lama anak itu mulai diam dengan memasukan jempolnya ke dalam mulut.

Journey Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang