POV author, "soda."

14.9K 1.4K 74
                                    

Banyak meja kosong, termasuk meja Alana hari ini. Hujan membuat manusia sekolah menjadi malas, apalagi mereka yang tidak memiliki mobil atau malas memesan taksi dan sebagainya.

Vano duduk malas di mejanya menunggu guru yang datang sembari membaca buku materi. Tidak memiliki teman selain Alana dan Riko membuat Vano terlihat seperti pecundang. Tapi mungkin, jika dia membongkar sekarang kalau dia sebenarnya sudah menikah dengan Sagara, agaknya terasa lain. Akankah lebih indah dari yang dijalani sampai kini?

"Sipaling ambis cuih!" Siska, perempuan berdada besar duduk di meja milik Devano sembari memandang buku Devano sinis.

Temannya lagi datang sehari merangkul pundak Vano. "Sipaling rajin!" Ucap temannya.

Lalu datang satu lagi. "Sipaling sipaling, daripada elu, gak punya temen."

"Eaak!" Ketiga gadis itu tertawa di sambung dengan tawa pecah seisi kelas.

"Eaak!" Ketiga gadis itu tertawa di sambung dengan tawa pecah seisi kelas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Vano tidak terganggu. Tapi dia lelah, baru saja menginjak kelas 2, rasanya ingin sekali berpindah sekolah untuk menghindari manusia manusia seperti ini.

Sekali dua kali Vano menganggap itu candaan, tapi seterusnya hingga satu tahun tidak usai manusia-manusia jahil itu. Melaporkan pada guru pun percuma, guru akan menasihatinya setelah itu selesai. Sekolah ini krisis keadilan. Kamu terkenal, kamu cantik/tampan, kamu kaya, kamu aman!

Berbeda dengan Vano yang tidak pernah menampakkan eksistensinya, tidak seperti Pio yang di sanjung sebab selalu membanggakan sekolah, tidak seperti Sagara yang menjadi lambang sekolah itu sendiri.

Kalau kamu tanya, "SMA PANDORA itu yang mana sih?" Banyak orang yang menjawab, "itu loh sekolahnya tim basket Sagara!" Atau, "SMA PANDORA itu yang ada Sagara nya, kan?" Dan sebagainya.

"Udah ih, kasian nanti nangis!" Ucap sang bendahara. Terlihat peduli namun aslinya mengejek. Dan teman sekelas pun sama, terlihat suka membully Vano dengan lisan maupun perlakuan.

Vano menutup matanya, menahan rasa kesal yang mulai menggerogoti dirinya. Kata bundanya, "gaboleh melampiaskan marah sama temen, karna yang bakalan rugi kamu sendiri, paham sayang?" Bahkan suara mendayu bundanya masih terekam jelas di kepalanya.

Jika di hitung, sudah dua tahun dia tidak bertemu bundanya. Bundanya juga tidak pernah menghubunginya sekedar menanyakan kabar. Bahkan, pernikahan paksa ini tidak di ketahui oleh sang bunda.

Sebagai anak bukankah seharusnya ada inisiatif untuk menemui atau menghubungi ibundanya? Sudah jelas ada! Tetapi sia-sia, semuanya sia-sia. Mereka telah pindah dan nomor kakak ataupun ibunya tidak aktif sama sekali.

"Dih dia nangis beneran dong, hahahaha!!!"

Siska menoyor berkali kali kepala Vano. Tak cuma itu, teman teman yang lainnya menyolek lengan Vano untuk sekedar menggoda.

ALL OF US [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang