POV author, "tutut."

14.5K 1.3K 51
                                    

Walaupun mulut Vano bersumpah ingin menghabisi Petrus, tapi dirinya tidak akan pernah melakukannya.

Melihat adiknya yang rapuh berada di pelukannya, sangat berbeda saat dulu Ayuda membully kakaknya sendiri. Ayuda terlihat payah dengan banyak luka di tubuhnya.

"Kak—" Vano tidak akan membiarkan Ayuda berbicara. Kepala Ayuda kini terbenam di perut Vano. Suara tangis Ayuda tenggelam. Dan Vano masih mencerna semuanya.

"Jangan pernah balik ke tempat itu, Yud!" Ayuda mengangguk dalam diam. Sekarang, apa jadinya jika dia tidak bertemu Petrus yang membawanya kembali ke Vano. Mungkin dirinya sudah mati karena ayah tirinya yang murka dan membunuh anak tirinya yang dianggap aib.

"Mama sekarang jahat, kak. Gue takut,"

"Sttt, ada gue, lo gak sendirian, jangan khawatir!" Kini Vano yang khawatir. Dalam kondisi seperti ini, pasti dua orang tua brengsek itu mencari anak-anaknya untuk menjadi samsak kemarahan mereka.

Dilain sisi Sagara melihat Petrus lelah. Setelah kejadian itu, Petrus pulang terlebih dahulu ke Jakarta. Lalu 3 hari kemudian, seperti janjinya, Petrus membawa Ayuda kehadapannya.

"Sia-sia bang Haris perjuangin elo selama ini. Gue kasian ama dia," Sagara tau, Haris selalu melakukan pendekatan pada Petrus. Haris jatuh hati pada seorang yang telah ia hancurkan kehidupannya.

"Gue gak peduli, mau dia jungkir balik pun, kalo gue benci orang itu, dia gak bakal bisa dapetin gue, gue cuma milik Ayuda." Ucap Petrus. Batang tembakau yang ada di celah bibirnya itu segera ia bakar untuk kemudian diserap kenikmatannya.

Asam dimulut Petrus perlahan menghilang, dirinya menghembuskan asap yang mengepul yang membaur bersama udara.

"Bohong, lu gak benci dia, bang. Lu cuma nutupin perasaan yang lo anggap salah!" Sagara mengelak, dirinya tau betul bagaimana Petrus. Hidup bersama Petrus 12 tahun tidak membuat Sagara susah menebak kakaknya ini.

"Lo ngeyel banget sih, Sa. Gimana gue gak benci dia? Dilain sisi dia udah berantakin dunia gue. Gue—"

"Lo sayang ama dia, tapi lo ragu sama perasaan lo!" Petrus dikalahkan telak oleh ucapan Sagara. Petrus terlalu alergi fakta. Dirinya menyerah.

Dirinya menatap hamparan sawah yang berada dibelakang rumah Sagara. Wajah Haris yang selalu tabah jika Petrus menolaknya mentah-mentah terbayang di kepalanya.

"Fadh, gue bawain lo bekel, ini gue buat sendiri tau, lo harus makan, pasti bangun lo kesiangan lagi, kan?"

"Eh, Fadh. Hari ini lo lagi gak boncengin siapa-siapa kan? Gue bareng lo boleh?"

"Fadh, lo kenapa nangis anjirr??"

"Fadh—"

"Bisa nggak, sehari aja lo gak muncul di hadapan gue, gue risih lo deketin mulu!"

"Fadh?"

"Berhenti panggil gue dengan mulut lo, gue jijik!"

Bohong!!

Petrus sangat menyukai panggilan yang keluar dari mulut Haris. Fadh, Fadhelio Petrus Arkasa. Panggilan kesayangan yang tidak akan dia dapatkan kecuali Haris.

"Gue cuma pengen Haris nemu orang yang tepat, Sa. Lagipula, gue juga bakalan jadi ayah, dan gue gak akan punya kesempatan ama dia lagi, kan?" Tanya Petrus sambil tertawa menyedihkan.

"Gue harap bang Haris gak terluka denger kabar ini, bang." Sagara kembali masuk kedalam rumahnya meninggalkan Petrus sendirian di balkon.

"Maafin gue, Lean. Gue harap lo bisa nemuin kebahagiaan lo." Putung rokok yang masih tersisa setengah itu ia tinggalkan di pembatas balkon. Menyisakan asap yang perlahan habis.

ALL OF US [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang