PROLOG

159 18 19
                                    

Ada sebuah kepercayaan, antara teori dan mitologi..

jika berdua dengan pasangan di tengah salju pertama maka hubungan itu akan abadi selamanya


"Kau mau minum?" Suara itu mengejutkannya, seakan sedang berlomba dengan alunan musik yang semakin memekakkan telinga. Seorang pria menyodorkan segelas alkohol padanya.

Ia tak banyak merespon kecuali dengan senyum kecilnya. Namun raut kebingungan itu tampak jelas, dan situasi disana justru membuatnya juga tak bisa melarikan diri. Meski ragu, ia tetap menerima gelas itu. Daripada penuh pertimbangan yang lama ia segera meneguk segelas alkohol itu sekaligus. Sebuah kecerobohan besar, kebodohan yang sangat fatal dan menyusahkan diri sendiri karena berpikir bahwa meminum alkohol di Bar sama halnya dengan sekedar meminum Soju di kedai ayam. Bahkan melakukan hal itu saja ia tak pernah. Kini wajahnya yang mungil berubah merah, matanya menyipit dengan cepat. Tenggorokannya terasa panas seperti terbakar.

Melihat reaksi cewek itu tiga pria yang bersamanya tertawa, "Hei, jangan buru-buru.. Nanti kau bisa tersedak."

"Kau kan bisa minum pelan-pelan, ini pertama kalinya kau minum ya?"

Kepalanya jadi sedikit pusing. Suara tiga pria itu terus mengganggunya. Sekarang ia kembali disodorkan segelas minuman. Saat hampir menggenggam gelas itu, tiba-tiba seorang cowok dengan coat tebal berwarna hitam dari arah yang berlawanan menabrak mereka hingga benda itu terlempar.

"Sialan! Hei kau sengaja cari mati hah?!" Salah satu dari mereka berteriak.

Dalam hitungan detik cowok yang tak dikenal itu berbalik, "Ya, maaf. Aku memang sengaja." Balasnya.

"Kau udah bosan hidup ya?!!!!" Pria itu melempar botol alkohol digenggamannya, "Kubunuh kau!"

Lebih cepat dari yang dibayangkan cowok asing tadi menggenggam kerah pria yang naik pitam itu tanpa ragu. "Kau yang akan kubunuh duluan!"

Sekepal tangannya tanpa sadar telah berada di depan muka pria itu. Namun ditengah-tengah ia terhenti, gelagatnya bersusah payah menahan diri. Kepalan yang ia tahan itu akhirnya hanya menggeram dan bergetar semu. Pria digenggamannya terbelalak, menatapnya terkejut. Tampak tak seberani saat pertama kali mengajak ribut.

Menatap semuanya terjadi begitu cepat, cewek itu sedikitpun tak bergeming. Bahkan belum sempat ia mengatakan sesuatu, cowok asing itu sudah menarik tubuhnya keluar. Sekarang ia hanya mendengar napas cowok itu menderu hebat, tak peduli sebesar apapun ia berusaha untuk tak ikut campur dan terlibat dengan rencana kotor tiga pria itu, dan pada akhirnya ia juga tak bisa menahan diri.

"Kenapa kau melakukan itu?"

Langkah mereka terhenti.

Laki-laki itu terdiam meski cewek itu menghujamnya dengan pertanyaan, ia masih cuek, belum puas bertarung dengan pikirannya sendiri. Mendadak, ia berbalik dan melangkah mendekati cewek itu. Langkah yang menyudutkan tubuhnya ke tembok. Kini tubuh cowok itu yang tinggi dan tegap begitu menyaratkan mata cewek mungil di hadapannya.

"Kau ingin merusak dirimu sendiri?" Bisiknya. Laki-laki itu semakin mendekat tanpa ragu.

Cewek itu terdiam. Dalam jarak yang sedekat ini ia menyaksikan uap napas dari mulut orang itu, berhembus begitu lembut. Terlebih ujung bibirnya yang tipis dan melengkung, mendadak membuatnya tak mampu berkutik. Namun bukan itu inti dari permasalahannya.

"Kutanya, apa kau ingin merusak dirimu sendiri?"

Ia tersontak, membuat lidahnya kelu terbata-bata, "K-kenapa? Apa pentingnya bagimu?"

"Ah.. gak kusangka kau benar-benar naif. Mereka mau mencekokmu dengan minuman bercampur bius, apa kau tahu apa yang akan terjadi kalau aku gak mencegahnya?"

Mendengar hal itu ia kembali terdiam, seakan dunia berhenti berputar untuknya. Napasnya terbata menyesakkan. Ditambah lagi dengan udara malam itu yang hampir membekukan dirinya. Ia bahkan bertanya-tanya kenapa malam itu terasa lebih dingin dan sangat menyakitkan, bahkan coat tebal yang melekat ditubuhnya saja tidak mempan. Pantas saja. Tanpa disadari kedua matanya sudah basah. Dadanya begitu merasakan kelemahan, mengetahui hal buruk itu dari orang asing seperti ini membuatnya berpikir betapa bodoh dan cerobohnya tindakannya malam itu. Ia tak akan mengampuni dirinya sendiri bila terjadi sesuatu.

"Hah.. benar-benar." Laki-laki itu menghela, memegang keningnya pasrah, "Gimana bisa gadis lugu dan mudah rapuh bisa datang ke tempat kayak gini? Ini bukan tempatmu."

Kini cewek itu tak mempedulikan apapun, ia hanya berusaha untuk menyadarkan diri, karena pandangannya mendadak kabur, telinganya tak berhenti berdengung. Begitu nyaring.

Seketika semuanya menjadi

Gelap-

**

Cewek itu tertunduk lemah di dadanya yang bidang. Ia sempat terkejut selama beberapa detik, meski tak merubah satu rautpun di wajahnya yang dingin. Sedingin malam itu. Perlahan-lahan salju mulai turun, berterbangan dan mendarat dimanapun. Termasuk di sela-sela rambut cewek ini yang panjang berwarna kecokelatan itu. Namun, sekarang ia lebih kebingungan. Meski ragu dan canggung akhirnya ia menyentuh tubuh mungil di dadanya, cewek itu tak sadarkan diri.

"Maaf." Ucapnya. Mau tidak mau ia terpaksa mendekap tubuh itu.

 dan salju pertamaku tahun ini, turun disaat aku bersama seseorang yang tak ku kenal.

Tit...!!

Suara klakson itu menyusul dengan nyaring. Sebuah mobil Porsche abu-abu tua berhenti tepat di pinggir jalan.

"Yaaa, Lee Juyeon!"

"Yaaa, Lee Juyeon!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The First Lead || Lee JuyeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang