08 : Chase and Waste

42 9 1
                                    

Sunhee memantapkan langkahnya menuju ruang guru. Hari ini bahkan dengan sekaleng susu perisa persik ditangannya, ia menyeruput kembali minuman itu dengan hati-hati. Suasana hatinya mungkin membaik, namun hanya karena hal itu ia jadi berkali-kali meyakinkan dirinya.

Ini bukan karena Lee Juyeon atau entah siapalah namanya.

Ia menghela, anak itu ternyata cukup berbahaya. Bahaya sekali bagi jantungnya.

Sejak awal Sunhee tak bisa menghapus Juyeon dari ingatannya. Terlebih saat malam turunnya salju pertama diakhir tahun itu, dan sekarang secara mengejutkan ia malah menjadi gurunya.

Saat tanpa sadar langkahnya telah berhenti di ruang itu, lamunannya yang panjang sudah cukup membuatnya lupa dunia. Sunhee duduk di mejanya yang berseberangan dengan pintu masuk. Meja yang semulanya hanya ada monitor dan alat-alat komputer lain yang polos kini berubah dengan sentuhan warna-warni tangannya. Mulai dari tanaman sukulen kesukaannya yang ia taruh di ujung meja, stickynotes berwarna dengan schedule dan jadwal kelas, bahkan juga beberapa kata penyemangat.

Ia segera mengeluarkan selembar foto dari tasnya. Matanya yang bulat terus menatap benda itu dengan seksama.

Penyemangat hidupku, ia bergumam.

Jemarinya yang panjang dan kecil mengelus potret bersama ibu dan adiknya itu, lalu ia tempel ke dinding meja.

"Pagi, Miss Sunhee."

Suara yang tiba-tiba itu begitu mengejutkan dan langsung menghentikan kesibukannya. Ia refleks menoleh, dengan buru-buru Sunhee berdiri dan membungkuk.

"Selamat pagi Mr. Inseol." Selama beberapa hari ini pria itu memang sering menyapanya.

"Miss Sunhee tidak keberatankan kalau kita bicara santai mulai sekarang?"

Tentu saja ia bertanya karena mungkin terlalu kaku bila Sunhee selalu membungkuk setiap berpasan dengannya. Pria itu menunggu jawaban Sunhee yang ragu-ragu dan malu.

"Aah, bolehkah?"

"Tentu." Mr. Inseol tersenyum.

Ada sesuatu dalam diri Mr. Inseol yang sulit ia tolak. Entah karena pribadi pria itu yang ramah. Atau karena senyumnya yang cerah sehingga dengan melihatnya saja semua orang bisa merasa senang.

Seperti sebuah energi yang tersalurkan, begitu hangat, terang dan menyilaukan mata. Atau karena ia sering tersenyum? Mr. Inseol memang memiliki daya tarik sendiri.

"Oh, ini americano." Mr. Inseol menyodorkan satu cup kopi dari papperbag yang ia tenteng. "Kubeli saat diperjalanan tadi. Anda minum kopi kan?"

"Terimakasih, Mr."

Sunhee menerima kopinya ragu-ragu, lebih tepatnya ia sulit menolak. Sebenarnya Sunhee benci kopi dipagi hari. Namun tak enak apabila langsung mengatakannya, apalagi saat Mr. Inseol sudah repot-repot membawanya dan datang sepagi ini. Apa ia katakan dengan pelan saja? Namun yang terburuk dari Sunhee adalah dirinya yang tak bisa berterus terang. Kini tampaknya pria itu sedang melirik meja warna-warni milik Sunhee, sekaleng susu perisa persik mungkin tertangkap oleh matanya.

"Oh, tadi anda ke kantin ya?"

"Nggak, saya baru saja tiba di sekolah. Itu.. tadi salah satu siswa yang memberikannya." Jelas Sunhee saat mata pria itu jelas tertuju pada minuman di mejanya.

Mr. Inseol mengangguk, seolah baru saja mendapat informasi penting. Rupanya ia terlambat beberapa menit saat berniat memberikan minuman pada Sunhee. Ia tersenyum menutupi kegelisahannya yang tanpa alasan. Bahkan ia sempat kebingungan dengan perasaan kecewanya yang tiba-tiba. Kenapa begini? Mr. Inseol memegang punggung kepalanya dengan pelan, mencoba mengontrol dirinya agar terlihat biasa saja.

The First Lead || Lee JuyeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang