"Kalau kau?" tanya Sasuke dengan nada yang mengambang. Ponselnya menempel di telinganya ketika ia menarik napas pelan, "Bagaimana caramu menyampaikan ketidaksukaanmu pada sesuatu?"
Naruto di ujung telepon terdiam selama beberapa detik.
"Aku tahu kau ingin berkata aku konyol ataupun tertawa saat ini. Tapi tolong untuk saat ini aku mencoba untuk membuka percakapan serius," desah Sasuke frustasi. Tatapan mata penuh amarah dari retina hijau kecintaannya masih terbayang. Sasuke memijat pangkal hidung. Mustahil memikirkan Naruto tidak tertawa di situasi saat ini. Tapi ia berharap temannya itu bisa waras setidaknya dalam lima menit ke depan. Pada siapa lagi ia meminta pendapat? Itachi?
Sampai matipun tidak.
Naruto menarik napas pelan, "Sepanjang yang kutahu tentang kau," jawab Naruto sambil mengetuk ponselnya dan menciptakan suara berdenging, kemungkinan pria itu sedang memilah kata, apapun. Sasuke butuh jawaban, "Aku berdoa kau tidak berkata hal ketus, menyebalkan atau bahkan menyakiti terhadap apapun yang tidak kau sukai. Terutama jika ini berhubungan dengan makhluk berjenis kelamin perempuan, Sasuke."
Brengsek! Dia sudah melakukan hal itu.
Sasuke menutup matanya. Ia telah berbuat salah. Meskipun ia mengutuk, kalimat yang ia lontarkan pada sang wanita tadi di pintu depan baru ia sadari terdengar sangat jahat. Dia menarik napas panjang dan menatap pada lemari berwarna cream yang diam di pojok ruangan.
"Lalu bagaimana cara kau meminta maaf?"
Naruto mendengus, "Kau berbuat salah?"
"Sepertinya... ya."
"Dari skala satu sampai sepuluh. Berapa kemungkinan partnermu menahan amarah padamu?"
Sasuke mengangkat bahunya meski Naruto tidak dapat melihatnya saat ini. Namun ia ingat dengan jelas tangan gemetar Sakura. Harusnya wanita itu mengusir dirinya saat ini.
"Mungkin... Sepuluh?"
"Oh man!" Naruto mengeluh kesal, "Tidak pernah kah kau belajar untuk bisa berkata lebih lembut? Jangan kau samakan aku, dan Sai dengan teman wanitamu. Siapapun. Kami bisa maklum karena kami mengenalmu dengan baik, tapi orang lain?"
Sasuke mengusap wajahnya kasar, "Mana aku tahu. Aku tidak pernah terlibat langsung dengan wanita... Terutama yang lebih dewasa dibandingkan diriku."
"Setidaknya belajarlah. Kendalikan emosimu. Jujur saja aku pribadi benci melihat kau yang sedang tidak bisa mengontrol diri."
"CK! Katakan saja cepat."
"Dasar pria kepala batu. Ya kau harus datang, meminta maaf secara gentle. Begitu saja kau tidak paham?"
Sasuke mendengus sinis, "Setelah itu?"
"Bersikap manis?"
"Tidak."
"Lakukan saja!" sengit Naruto kesal. Tangannya pasti mengepal dan jika Sasuke di dekat pria itu, Naruto pasti sudah melemparkan barang apapun padanya. "Meski kau merasa malu. Minta maaf akan mengurangi segalanya rasa bersalahmu, meski tidak sepenuhnya."
Sasuke memutar bola mata. Dia hidup pada lingkungan ketat, di mana semua manusia bertanding dengan ego yang tinggi dan itulah alasan utama ia melarikan diri dari rumahnya yang megah, uangnya yang melimpah demi bisa mengontrol hidupnya sendiri meski saat ini ia menjadi pemuda miskin bahkan nyaris menjadi gelandangan.
"Baiklah," sahutnya dengan nada final. Tanpa menunggu jawaban apapun dari Naruto, Sasuke mematikan panggilan telepon dan melempar ponselnya ke kasur.
Dia, Sasuke. Menatap daun pintu dengan banyak sekali pikiran yang berebut menjadi kendali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar Mommy [SasuSaku]
Fanfiction[21+] Katanya pria bisa mendapatkan uang dari para wanita kesepian. Yang Sasuke pikir kemungkinan adalah tante-tante berumur, tapi kesempatan datang tanpa bisa diduga bukan? Wanita itu kaya, tapi sombong. Yang lebih mengejutkan lagi, karena gengsi p...