"Aku tidak tahu, tapi bocah itu sangat cantik! Dia juga berbicara bahasa Korea dengan baik." Donghyuck merebahkan tubuhya diatas sofa empuk di depan TV, di kepalanya masih ia ingat jelas bagaimana rupa gadis kecil yang dia temui tempo hari.
Omong-omong Donghyuck sedang bertelponan dengan sahabat karib satu-satunya yang tak lain dan tak bukan adalah Huang Renjun.
"Apa kau punya fotonya?"
"Tidak, astaga kau pikir aku akan dengan sigap mengambil foto seseorang yang baru saja aku temui? Oh tentu saja tidak, itu tindakan yang tidak sopan, Huang." Oceh Donghyuck, ia mengambil teh hangat yang tadi sempat ia buat, menyesapnya dengan pelan juga nikmat.
"Aku masih penasaran, kenapa dia mengira kau itu Papi nya?"
"Mana ku tahu, mungkin aku memang terlihat mirip dengan seseorang yang dia sebut dengan papi itu. Ah, aku jadi sedikit merasa percaya diri.." Donghyuck tersenyum, sedangkan di sebrang sana Renjun tengah keheranan dengan kata-kata terakhir yang sahabatnya ini ucapkan.
"Percaya diri, maksudmu?"
Donghyuck masih belum melunturkannya senyum, "iya, soalnya paras anak itu cantik sekali. Aku yakin orang tuanya juga pasti tampan dan juga cantik, kalau dia bilang aku ini mirip papi nya berarti aku mungkin tampan, yaa kalau nanti aku punya anak bisa jadi anak ku cantik seperti anak itu." Jelasnya kemudian.
Renjun berdecih, "jangan sok tahu, mungkin saja anak itu sudah rabun sejak dini, jadi sepenglihatannya kau itu memang benar papi nya."
Donghyuck mencebikkan bibirnya, ya masa bodo lah tentang hal itu, intinya yang Donghyuck tahu dia ini tampan, titik.
"Tapi ada satu nama yang mereka sebut juga."
"Siapa?"
"Haechan, kemungkinan itu adalah nama dari papi anak itu. Aku jadi penasaran, apa yang terjadi dengan Haechan-Haechan itu sehingga anak itu terlihat sedih sekali ketika Unclenya mengatakan kalau aku bukanlah papi nya."
"Ya tidak tahu, kau kira aku ini orang pintar?! Tidak baik membicarakan orang juga!"
Donghyuck memutar bola matanya, kalau Renjun lupa mereka sudah membicarakan perihal ini sedari awal mereka bertelponan. Dan bisa-bisanya Renjun baru ingat di ujung-ujung pembicaraan begini.
"Ya sudahlah, aku mau tidur
Karena di sini sudah malam. Selamat menikmati hari-hari suram mu, Huang Renjunn!!!""YAISH SIALAN KAU-Pip"
Panggilan itu Donghyuck matikan sepihak, ia terkikik lalu bergegas menuju kamarnya untuk mengistirahatkan diri. Sudah seminggu ini Donghyuck tidak keluar dari apartemennya, dia di sibukkan dengan mendekor rumah, ia tata agar terlihat nyaman dimata, mungkin besok dia harus jalan-jalan untuk mencari udara segar.
Kalau mengingat tentang gadis kecil yang ia temui seminggu yang lalu, entah kenapa Donghyuck tidak bisa menghilangkan anak itu dari pikirannya. Bagaimana senyum cantiknya yang terulas di wajah yang tak kalah cantik juga, dan bagaimana tatapan sendu juga suara lirih yang anak itu dengarkan padanya. Jujur, Donghyuck selalu memikirkan tentang hal itu, juga yang menarik perhatiannya adalah kenapa laki-laki yang di panggil dengan sebutan Uncle Na itu menangis ketika melihat dirinya. Apakah wajahnya memang semirip itu dengan seseorang yang bernama Haechan itu? Apakah benar Haechan yang disebutkan adalah papi nya dari anak cantik tersebut.
Donghyuck menghela napasnya pelan, ia memejamkan kata, kenapa juga harus memikirkan tentang hal itu sih? Ini sudah di luar kendali, seharusnya Donghyuck tidak boleh begini. Kenapa harus ingin tahu kehidupan seseorang yang bahkan baru pertama kali ia temui. Donghyuck mengubah posisinya menjadi menghadap kiri, menarik selimut untuk menutupi tubuhnya, ia memejamkan mata lalu segera tidur saja. Semoga keesokan harinya dia bisa lupa dan tidak memikirkan tentang anak cantik yang ia ketahui namanya adalah Alesya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴄᴀɴᴀᴅᴀ ɪɴ ʟᴏᴠᴇ <ᴍᴀʀᴋʜʏᴜᴄᴋ>
FanfictionDia, laki-laki yang hanya ingin tinggal di negara impiannya dengan tenang. Namun, siapa sangka bahwa dia juga mencintai salah satu penduduknya. Love his country, but also find his love story. 𝐒𝐞𝐪𝐮𝐞𝐥 𝐨𝐟 [𝐌𝐚𝐫𝐤 𝐚𝐧𝐝 𝐇𝐢𝐬 𝐃𝐚𝐮𝐠𝐡𝐭𝐞...