Mark menghela napas panjang miliknya, tubuhnya ia sandarkan pada punggung kursi kebesarannya. Tangannya ia bawa pada pangkal hidung, mengurutnya dengan pelan. Pusing sebab pekerjaan tiada henti mengejarnya sedari beberapa bulan yang lalu, waktunya banyak terfokuskan untuk pekerjaan daripada anaknya sendiri. Perkataan yang adiknya ucapakan beberapa minggu lalu kembali Mark ingat, tentang dirinya yang tidak seharusnya terlalu fokus sampai melupakan Alesya begini, apalagi Alesya sekarang tidak pernah rewel seperti biasanya.
Mark jadi heran dan was-was sebenarnya, kenapa anaknya tidak menutut waktu seperti yang lalu-lalu. Dulu saat Mark sudah mulai sibuk dengan pekerjaan sampai melupakan Alesya, anak itu akan datang merecokinya dengan pertanyaan-pertanyaan seputar kenapa Mark betah berlama-lama menatapi berkas membosankan itu.
"Daddy's not tired?"
"Daddy, is that so important?"
Dan bahkan pertanyaan yang membuat Mark terkekeh setelahnya, "Daddy doesn't love Alesya anymore, huh?"
Mana mungkin Mark bisa melanjutkan pekerjaannya kalau di todong pertanyaan seperti itu? Mark lebih memilih meninggalkan pekerjaan ketimbang membuat Alesya berpikiran kalau dia tidak menyayangi bocah itu dan lebih menyayangi pekerjaan ini.
Dan sekarang gadis kecilnya tidak lagi bertanya perihal tersebut, Mark khawatir apa jangan-jangan Alesya tidak menganggap dia sebagai ayahnya lagi? Kalau seperti itu Mark tidak bisa diamkan, ia dengan cepat mengambil handphone miliknya mencari no handphone sang adik ipar.
"Jaemin-ah, apa kau sudah menjemput Alesya?" Tanyanya langsung ketika panggilan tersebut terhubung.
"Belum Hyung, Alesya masih 30 menit lagi pulang."
"Baiklah, biar aku saja yang menjemputnya."
"Apa hyung tidak sibuk?" Pertanyaan yang tentu saja akan Jaemin berikan, sebab melihat Mark beberapa minggu ini selalu sibuk sampai tak ada waktu untuk anaknya sendiri membuat Jaemin keheranan sekarang.
"Tidak, sudah dulu ya, aku sudah mau pergi." Panggilan dimatikan, Mark segera menyambar jaz yang tergantung tak jauh darinya. Dia harus menjemput putri satu-satunya itu, Mark tidak mau dianggap sebagai ayah yang durhaka! Oh, ayolah Mark hanya punya Alesya sebagai penyemangat hidup untuk sekarang ini.
"Sir, anda mau kemana? Sebentar lagi rapat akan segera di mulai."
Mark menoleh, ia menghentikan langkahnya ketika mendapati Naomi menatapnya dengan pandangan bertanya.
"Aku ada urusan, tolong kau gantikan aku untuk hari ini, atau batalkan saja rapatnya ganti menjadi besok atau lusa." Setelahnya Mark segera berlalu, meninggalkan Naomi yang saat ini sudah menatap kepergian Mark dengan tatapan nelangsa miliknya. Astaga, untung saja rapat ini tidak begitu penting, kalau penting sudah dipastikan Naomi akan pusing dibuatnya.
25 menit sudah berlalu dan Mark kini sudah sampai, ia keluar dari mobil sambil mengecek jam tangan yang berada di pergelangan tangan kirinya. 5 menit lagi Alesya pasti akan keluar di temani dengan salah satu guru disana. Dan benar saja tak lama gadis kecil berkuncir dia itu berlari dengan senyum lebar miliknya ke arah Mark.
"DADDY!" Serunya dengan bahagia, tidak menyangka kalau hari ini ayahnya sendiri yang menjemput dirinya.
Mark terkekeh, mengangkat Alesya ke dalam gendongannya. "Bagaimana sekolahnya, menyenangkan hari ini?"
Alesya mengangguk dengan semangat, "tentu saja, tadi kami makan siang bersama. Daddy apa kau tahu?" Alesya menatap polos kearah Mark. Mark menggelengkan kepalanya sebagai jawabannya.
"Tahu apa sayang?"
"Jadi ada teman yang bawa bekalnya sedikit, jadi Ale berikan setengah bekal yang Ale punya."
KAMU SEDANG MEMBACA
ᴄᴀɴᴀᴅᴀ ɪɴ ʟᴏᴠᴇ <ᴍᴀʀᴋʜʏᴜᴄᴋ>
FanfictionDia, laki-laki yang hanya ingin tinggal di negara impiannya dengan tenang. Namun, siapa sangka bahwa dia juga mencintai salah satu penduduknya. Love his country, but also find his love story. 𝐒𝐞𝐪𝐮𝐞𝐥 𝐨𝐟 [𝐌𝐚𝐫𝐤 𝐚𝐧𝐝 𝐇𝐢𝐬 𝐃𝐚𝐮𝐠𝐡𝐭𝐞...