⁰⁹: A Tragedy

184 39 17
                                    

Setelah mendarat dari Makau, Langit bergegas kembali kerumahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah mendarat dari Makau, Langit bergegas kembali kerumahnya. Laut bilang dia sudah pulang lebih dulu, jadi setelah mengantar Arsa, Nasha, dan Kenzie, cowok itu bergegas pulang.

Semoga sih orangtuanya tidak ngamuk karena baru pulang tengah malam begini, padahal besok masih ada sekolah.

"Aku pul-"

"Oh, kamu pulang? Ngapain?" Langit terdiam, dia kira yang ngomong barusan bakal Mamanya. Tapi ternyata bukan. Yang ngomong barusan adalah Alqya, dengan wajah tak pedulinya cewek itu melengos pergi begitu saja.

Langit menggaruk tengkuknya, iya, dia lupa ngabarin Alqya kalau dia ada tugas sampai harus pergi ke Makau. Gak heran sih kalau cewek itu bakal ngambek nantinya.

"Gila lo nyuruh gue ke markas tadi, masuk-masuk langsung pada heboh gara-gara Nasha diculik" ujar Loka yang baru balik dari dapur. Langit nyengir, "gue juga baru tau pas udah di sekolah tadi, makanya langsung buru-buru ke rumahnya Arsa"

Loka mengangguk, "Lingga juga heboh tadi gara-gara Nasha diculik, btw samperin noh cewek lo. Ngambek anjir dia seharian"

"Iya, nanti gue coba ngomong ke dia. Laut, Lesha, sama Lingga kemana?" Tanya cowok itu sambil berjalan ke dapur, dia haus banget sumpah.

"Lesha udah tidur sama Bang Laut, Lingga di kamarnya. Ini Mama sama Papa gak bakalan pulang ya kayaknya?" Loka udah ada perkiraan sih, kayaknya orangtuanya gak bakalan pulang setelah mendengar kasus ini. Apalagi yang diculik itu anak dari temen mereka, jadi ya pasti bakal ngurusin sih.

Langit mengangkat bahu, "gak tau. Lo cepetan tidur, besok sekolah. Gue naik dulu" Langit menyempatkan diri untuk mengacak-acak rambut adiknya itu, kemudian bergegas naik keatas. Tujuannya sekarang adalah kamar Alqya, mencoba membujuk cewek itu supaya gak ngambek lagi.

"Al, udah tidur?" Tanya Langit sambil mengetuk pintu kamar cewek itu. Tak ada sahutan, jadi Langit memutuskan untuk membuka pintu kamar Alqya, dan gak dikunci.

Alqya berdiri di balkon, matanya menatap langit yang dipenuhi oleh bintang-bintang terang. Karena lampu rumah rata-rata mati, gemerlap cahaya bintang lebih terlihat. Indah.

Langit berjalan mendekat ke Alqya, memposisikan dirinya disebelah cewek itu. Kepalanya mendongak, menatap langit malam yang tampak terang.

"Kayaknya aku tau deh, kenapa kamu di namain Langit" ucap Alqya tiba-tiba. Cowok itu menoleh, menatap Alqya dengan sebelah alis yang terangkat.

"Soalnya langit itu indah. Jadi lebih indah kalau diisi oleh bintang-bintang itu dan bulan. Walaupun langit itu gelap, dia akan jadi bercahaya karena diisi oleh bintang dan bulan. Dia jadi gak sendiri lagi, karena bintang-bintang dan bulan itulah teman dia" ujar Alqya, tanpa mengalihkan pandangannya dari atas langit.

Langit tersenyum, "orangtua gue berharap impian gue itu bisa seluas langit. Semua mimpi, dan tujuan gue bisa seluas dan setenang langit. Dan gue berharap, bulan itu jadi sandaran gue disaat gue lelah. Karena bulan itu yang menemani langit dikala dirinya kesepian"

Crown' Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang